ANGKASAREVIEW.COM – Lockheed Martin optimistis dengan tawaran F-16 Viper (Block 70/72) kepada Indonesia untuk digunakan oleh TNI AU sebagai penempur baru pengganti pesawat Hawk 100/200 Skadron Udara 1 dan Skadron Udara 12 nantinya. Pada penyelenggaraan Indo Defence 2018, booth Lockheed Martin bahkan memajang pesawat model F-16V dengan kamuflase dan marking TNI AU.
Tidak hanya itu, pabrikan milik Paman Sam ini juga memboyong simulator F-16V dan memberikan kesempatan kepada sejumlah tamu dan media termasuk Angkasa Review untuk mencoba merasakan terbang dengan keluarga jet tempur terlaris abad 21 ini.
Optimisme Lockheed Martin akan F-16V yang mereka tawarkan sedikitnya didasari dua hal. Pertama, F-16 telah digunakan TNI AU selama 29 tahun (sejak Desember 1989). Kedua, tren pemilihan F-16V atau modifikasi F-16 lama (Fighting Falcon) menjadi Viper meningkat di sejumlah negara.
Salah satunya adalah Taiwan yang telah menerima unit pertama F-16V hasil upgrade dari F-16 Block 20 ke Block 70 pada 20 Oktober lalu. Kementerian Pertahanan Taiwan menggulirkan program Phoenix Rising Project untuk meng-upgrade 144 F-16A/B menjadi F-16V sejak 2016. Program ini akan selesai tahun 2023 dan dilaksanakan oleh Lockheed Martin bekerja sama dengan industri dalam negeri AIDC plant di Taichung. Langkah ini memicu hal yang sama untuk dilakukan negara-negara lain pengguna F-16 lawas.
Sementara contoh negara lain yang membeli F-16V adalah Kerajaan Bahrain. Negara Arab Kecil di Teluk Persia ini mengucurkan dana 1,12 miliar dolar AS untuk membeli 16 F-16V yang akan selesai diserahkan Lockheed Martin pada 2023. Kontrak pembelian telah ditandatangani kedua belah pihak pada 22 Juni 2018.
Lockheed Martin juga membujuk Bahrain untuk meng-upgrade 20 F-16C/D Block 40 mereka menjadi F-16 Viper.
“Ya, tren pemilihan Block 70/72 meningkat di beberapa negara,” ujar Mario E. Mangaña kepada Angkasa Review di Hall D JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (7/11/2018).
Tentang Block 70/72, kata Mangaña, perbedaan hanya terletak pada penggunaan mesin buatan General Electric untuk Block 70 dan mesin buatan Pratt & Whitney untuk Block 72.
Skadron Tempur 510
Saat kesempatan untuk mencoba simulator F-16V diberikan oleh pihak Lockheed Martin, Mayor Vanessa “Shiren” Balzhiser menyambut penulis dan mempersilakan untuk duduk di kursi F-16V. Konfigurasi kemiringan kursi F-16, seperti diakui para penerbang pesawat ini, memang demikian terasa. Sangat nyaman dan membuat betah duduk berlama-lama.
Balzhiser dengan nickname “Shiren” adalah instruktur F-16 yang telah mencapai level tertinggi di Angkatan Udara Amerika Serikat (AU AS – USAF). Kini wanita berusia 27 tahun yang aslinya adalah orang Filipina namun telah menjadi warga negara AS ini, bertugas di Lockheed Martin. Keputusannya untuk mengakhiri kedinasan di USAF, diambil setelah ia melahirkan anak pertama dari suaminya yang juga penerbang tempur F-16 di USAF.
Walau dari kelompok hawa, Balzhiser dalam kedinasan di AU AS rupanya telah mendapat penugasan tempur di kawasan Timur Tengah dengan F-16-nya. Ia bertugas di Skadron Tempur 510 (510th Fighter Squadron) yang berbasis di Aviano Air Base, Italia dan telah membukukan 1.400 jam terbang di F-16. Skadron ini berada di bawah naungan Grup Operasi 31 (31st Operation Group) USAFE (USAF in Europe).
Saat sudah duduk dalam posisi yang sangat nyaman dengan mengatur jarak pedal pada kaki, proses penerbangan pun segera dimulai. Ken, salah satu personel lain dari Lockheed Martin, turut memandu dalam mengatur throttle gas di sebelah kiri dan dan tuas kemudi di sebelah kanan.
Setelah pesawat mengudara, penulis pun meminta melakukan gerakan-gerakan manuver dan Ken memberikan arahan untuk melakukan manuver high G-turn, roll, inverted, dan loop. Terasa pesawat sangat agresif, walau sensitivitasnya bisa jadi lebih tinggi terasa di pesawat aslinya.
Penasaran untuk mencoba menembak sasaran, Ken kemudian memberikan arahan untuk menggerakkan pesawat ke posisi sasaran yang akan ditembak. Setelah mendapatkan posisi yang pas, dua rudal udara ke udara AIM-120 AMRAAM pun diluncurkan dan mengenai sasaran. Blarrr… tampak simulasi pesawat Rusia terkena tembakan hingga mengepulkan asap hitam.
Uji coba terakhir adalah mendaratkan pesawat. Namun sebelum itu, Ken meminta penulis untuk menukikkan pesawat ke bumi dengan arah menghujam. Sebelum pesawat menghantam bumi, terdengar suara alarm dan setelah itu pesawat mendongak secara otomatis. “Ya, secara otomatis pesawat akan mendongak kembali dan power pun bertambah dengan sendirinya.”
Apakah benar demikian? “Didesain seperti itu, sehingga pilot yang sempat kehilangan kesadaran dapat mengendalikan pesawatnya lagi,” ujar Ken.
Rupanya apa yang dimaksud Ken adalah Automatic Ground Collision Avoidance Software (Auto GCAS) yang telah diterapkan pada jet tempur F-22, F-35, dan F-16V. Sistem ini akan menyelamatkan pilot apabila terkena G-Induced Loss Of Consciousness (G-LOC) yang terjadi karena beberapa sebab. Antara lain karena dekompresi kokpit atau hipoksia maupun disorientasi ruang (spatial disorientation). Sistem ini telah diuji coba dan berhasil menyelamatkan jiwa penerbang.
Roni Sontani