AIRSPACE REVIEW – Sejak tahun 2014, TNI Angkatan Udara telah merumuskan kebutuhan akan pesawat peringatan dini dan kontrol udara atau lazim disebut pesawat AEW&C (airborne early warning and control).
Namun sayangnya, hingga saat ini kebutuhan pesawat tersebut belum terpenuhi untuk mencapai Minimum Essential Forces (MEF) hingga tahun 2024.
Pesawat AEW&C yang dibutuhkan oleh TNI AU adalah pesawat yang memiliki kemampuan mengamati dan mengintai lawan serta mengarahkan kawan, sehingga sering juga disebut sebagai radar terbang (airborne radar).
Terdapat dua bagian penting dari sistem tersebut yaitu pesawat dan surveillance systems-nya sendiri.
Berdasarkan kebutuhan operasional (operational requirement) dari Mabes TNI yang dirumuskan di tahun 2022, ada beberapa hal persyaratan terkait spesifikasi teknis (spektek) yang harus terpenuhi, yaitu:
Untuk pesawat, harus mampu terbang dengan endurance minimum 10 jam, mampu terbang pada ketingian minimum 35.000 kaki dan menjangkau jarak minimum 2.500 mil laut (NM).
Pesawat juga harus memiliki kemampuan sistem pertahanan diri (self defence), seperti RF Jammer, Radar Warning Receiver, Missile Approach Warning Systems, serta Chaff and Flares, dan memiliki kemampuan sebagai Central Datalink System.
Kelengkapan lain yang harus dimiliki adalah TCAS (Traffic Alert and Collision Avoidance Systems), IFF Interogator (kemampuan mengidentifikasi pesawat lawan atau kawan), dan pesawat dapat diperasikan segala cuaca (all weather capability).
Sementara untuk Surveillance System-nya harus memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu: mampu mendeteksi sasaran 360 derajat dengan jarak minimum 200 mil laut (NM).
Pesawat harus dilengkapi dengan Radar Control and Maintenance Panel (RCMP), Plan Position Indicator Display, dan Fast Fourier Trabsform Display.
Kemampuan lain yang juga harus dimiliki adalah Pulse Doppler Non Elevation Scan Mode, Beyond the Horizon Mode, Interliaved Mode, Pulse Doppler Elevation Scan, Maritime Mode, Passive Mode, dan harus dilengkapi dengan sistem pernika (Auto Mode Selection System).
Terakhir, sistem ini harus dapat diintegrasikan dengan Pusat Kendali Sistem Operasi yang ada di Koopsudnas.
Pesawat AEW&C ini dapat diandalkan untuk mendeteksi keberadaan dan pergerakan pesawat, kapal, dan kendaraan lawan dalam jarak jauh.
Pesawat juga digunakan untuk melakukan komando dan kontrol ruang pertempuran dalam operasi udara dengan mengarahkan pesawat tempur ke sasaran yang telah dikunci.
Nah, untuk pesawat AEW&C sendiri, TNI Angkatan Udara telah mengincar tiga jenis yakni Boeing 737 AEW&C (E-7A Wedgetail) dari Amerika Serikat, Airbus C-295 AEW&C dari Prancis, dan terakhir Saab 2000 Erieye dari Swedia.
Dari ketiga pesawat tersebut, Boeing E-7A adalah yang terbesar dan bermesin jet. Dibandingkan dua lawannya yang lebih kecil dan bermesin turboprop.
Boeing E-7A dibekali radar MESA (multirole electronic scanned array) yang dipasang di punggung belakang pesawat yang dikembangkan oleh Northrop Grumman
Radar ini mampu melakukan pencarian udara dan laut secara simultan, kontrol tempur dan pencarian area dengan jangkauan maksimum lebih dari 600 km (look-up mode).
Saat beroperasi dalam mode look-down terhadap target jet tempur lawan, jarak maksimumnya lebih dari 370 km.
Ketika digunakan melawan target maritim, jarak maksimumnya lebih dari 240 km untuk target ukuran sebesar kapal fregat.
Radar MESA ini mampu secara simultan melacak 180 target bersamaan dan melakukan 24 intersepsi sekaligus.
Boeing E-7A terbilang laku, saat ini telah opernasional oleh AU Australia, AU Turki, AU Korea Selatan dan AU Inggris.
Juga telah diminati oleh AU Italia, AU Uni Emirat Arab, AU Qatar dan terakhir AU Amerika Serikat juga memesannya.
Kita tunggu, apakah Kementerian Pertahanan RI akan mengakuisisi pesawat ini atau menjatuhkan pilihan pada pesawat lain? (RNS/RBS)
Nafsu amat sih TNI belanja alutsista dari Paman Gober padahal negara lain kan juga punya yg lebih mutakhir…g capek apa di embargo terus menerus!!!!!!!!