Jejak kondensasi udara tak mampu hilangkan keberadaan pesawat siluman

Contrails yang ditimbulkan oleh pembom B-2 Spirit USAF - File - AIRSPACE REVIEWFile/USAF

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Bila pesawat siluman atau memiliki tingkat tangkapan yang sangat rendah di radar akan menyulitkan pendeteksiannya bahkan seringkali tidak terlacak, tidak demikian dengan jejak kondensasi udara (contrails) yang ditimbulkannya.

Untuk diketahui, contrails ini merupakan fenomena alam di mana udara yang dingin bila terkena aliran udara panas akan menghasilkan penguapan dan terlihat dari jauh seperti jejak asap putih memanjang di udara.

Di situ lah jejak kondensasi ini akan terlihat, khususnya di wilayah beriklim dingin.

Hingga saat ini para ilmuwan masih belum menemukan cara untuk menghentikan pesawat agar tidak memproduksi jejak uap air di ketinggian, tulis Popular Mechanics.

“Saya mendengar sedikit suara pesawat dan melihat jejak asap tinggi di atas kami,” ujar Joerg Arnu kepada The Drive. Ia menyaksikan pesawat misterius di udara berkat adanya contrails.

Jejak itu, jejak uap air seperti awan yang dihasilkan oleh pesawat di ketinggian tinggi, membentuk seperti panah putih panjang yang mengatakan inilah aku.

Teknologi siluman secara drastis telah mengurangi radar dan signatur inframerah dari pesawat yang dapat “menghilangkan” kehadiran mereka agar tidak terdeteksi musuh.

Hal ini berbeda dengan pesawat konvensional yang dari jarak jauh saja sudah dapat terdeteksi radar.

Contrails pertama kali menjadi masalah selama Perang Dunia II, ketika formasi pembom massal Angkatan Udara Angkatan Darat AS (USAAF) meninggalkan petak besar contrails di langit.

Pesawat tempur Jerman bisa melihat jejaknya dari jarak bermil-mil jauhnya, jauh sebelum pesawat itu sendiri terlihat.

Untuk mengurangi contrails, ada salah satu cara bagi pilot yaitu dengan menurunkan ketinggian sampai menemukan kondisi di mana udara tidak terlalu dingin.

Bagi pesawat militer yang sedang menjaga kerahasiaannya termasuk dalam perang, kadang mereka tidak menyadari bahwa pesawatnya menimbulkan jejak contrails dan mereka sendiri terlambat menyadarinya.

Hal ini benar-benar masalah hidup dan mati, termasuk bagi pilot pesawat mata-mata U-2 CIA yang terbang di atas wilayah Soviet dulu.

Dari situ pilot segera menemukan solusi sederhana, yaitu melengkapi U-2 dengan kaca spion di luar kokpit untuk memberikan pandangan di belakang pesawat.

Pengujian dilakukan dengan “Pasal 349” di mana U-2 yang dimodifikasi khusus untuk menguji berbagai teknologi siluman, termasuk cat antiradar yang dikenal sebagai “beludru hitam” serta kaca spion.

Rincian desain tahun 1958 itu tidak dirilis sampai tahun 2003, sampai kemudian laporan ditulis. Tetapi jelas bahwa pembuat U-2 Lockheed dan Angkatan Udara AS terlibat dalam evaluasi itu.

Pengujian menunjukkan bahwa pilot dapat melihat jejak saat jaraknya kurang dari satu kilometer.

Dari situ, akhirnya kaca spion luar menjadi perlengkapan standar dan dipasang pada banyak versi U-2 berikutnya.

-JDN-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *