AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Untuk pertama kalinya, Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAAF) memamerkan pesawat tanpa awak berbasis jet tempur J-6.
Untuk diketahui, J-6 sendiri merupakan salinan dari Mikoyan Gurevich MiG-19 yang diproduksi oleh Shenyang (SAC) berdasarkan lisensi dari Uni Soviet.
Jet tempur bermesin dua ini terbang perdana 30 September 1959 dan masuk dinas sejak 29 April 1962. J-6 terakhir dipensiunkan oleh PLAAF pada 2010.
Kurang lebih sebanyak 4.500 unit J-6 (termasuk versi tandem JJ-6) diproduksi SAC dari tahun 1958-1986.
Jumlah pesawat yang pensiunkan sebenarnya masih banyak layak terbang.
Fakta ini tak begitu saja disia-siakan oleh PLAAF yang sekedar menjadi besi tua alias barang rongsok.
Muncul laporan pada 2013 bahwa China telah mengubah J-6 yang telah purnabakti tersebut sebagai umpan untuk membantu melaksanakan taktik Supression of Enemy Air Defense (SEAD).
J-6 drone akan digunakan sebagai sasaran tembak nyata dalam sebuah latihan pertempuran udara bagi jet tempur modern PLAAF seperti J-10, J-11 dan J-20.
Namun tak diketahui pasti, apakah drone J-6 juga akan dijadikan umpan untuk mengetahui titik keberadaan sistem pertahanan udara lawan, dalam hal ini adalah Taiwan, jika terjadi perang antara kedua negara.
Hal ini dikaitkan dengan sebuah foto satelit yang diambil pada 15 September 2021 oleh Planet Labs di wilayah Liancheng, menunjukkan ada 50 unit drone J-6 berada di sebelah landasan pacu pangkalan udara milik PLAAF tersebut.
Diketahui Liancheng berjarak sekitar 400 km dari Taiwan, artinya negara pulau tersebut berada dalam jangkauan J-6 drone ini.
China sendiri belum secara resmi mengakui adanya konversi J-6 menjadi pesawat tanpa awak. Meskipun baru-baru ini Komando Teater Timur PLA di akun Weibo-nya menampilkan sebuah upacara kegiatan pelatihan militer.
Dalam foto, tampak dua drone J-6 dengan nomor registrasi pada bagian depan pesawat yang telah dikaburkan untuk mencegah diketahui identifikasinya.
RBS