AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Dikenal sebagai salah satu penghasil jet tempur utama China seperti J-7, J-10, JF-17, dan J-20, Chengdu Aircraft Industry Group (CAIG) juga turut bermain dalam pengembangan drone intai serang.
Berdasarkan sejarahnya, CAIG memulainya dengan pengembangan drone intai taktis kecil keluarga Sky Wing (Tian Yi) atau SW-1. Kemudian disempurnakan menjadi SW-1H.
Tahun 2007, CAIG meluncurkan SW 3 yakni drone jenis MALE bermesin jet. Penampilannya menyerupai drone General Atomics Avenger dari Amerika Serikat. Versi produksinya kelak disebut sebagai Wind Shadow/Cloud Shadow.
Selanjutnya CAIG meluncurkan keluarga Wing Loong MALE (medium altitude long endurance) sekelas dengan keluarga drone General Atomics Predator/Reaper dari Amerika Serikat.
Varian pertama dikenal juga sebagai GJ-1 Wing Loong 1 atau kadang disebut Ptrodactyl I (Yilong-1). Mulai dikembangkan tahun 2005 dan sukses menjalani terbang perdana pada Oktober 2007.
Drone Wing Loong 1 memiliki dimensi panjang 9,05 m, rentang sayap 14 m dan tinggi 2,7 m. Digerakkan menggunakan mesin Rotax 914 berdaya 75 kW.
Kecepatan maksimumnya 280 km/jam, ketinggian terbang hingga 5.000 m dan jangkauan operasi kisaran 4.000 km.
Wing Loong 1 dilengkapi dengan berbagai sensor, termasuk menara inframerah dan synthetic aperture radar (SAR).
Total muatan senjata mencapai 200 kg, dengan pilihan berupa rudal udara ke darat BA-7, bom berpemandu laser YZ-212, bom anti personil YZ-102A, dan bom mini berpemandu LS-6.
Wing Loong 1 mulai dinas untuk PLAF (AU Tentara Pembebasan Rakyat) sejak 2011, sekurangnya sebanyak 60 unit telah diakuisisi.
Wing Loong 1 pun mendapatkan tempat dipasar mancanegara, China National Aero Technology Import & Export Corp yang mengelola ekspor Wing Loong 1 sukses menjual 100 unit hingga 2018.
Saat ini Wing Loong 1 telah digunakan oleh militer Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Nigeria, Uzbekistan, Kazakhstan, serta diminati juga oleh Bangladesh.
Drone Wing Loong 1 telah teruji dalam palagan sebenarnya, yakni dalam perang saudara di Libya, perang di Yaman dan digunakan oleh Mesir menghadapi militan di kota El Arish, Rafah, dan Sheikh Zuweid di Sinai Utara.
Sukses dengan GJ-1, CAIG kemudian meluncurkan versi baru dinamai sebagai GJ-2 Wing Loong 2 atau Pterodactyl II yang diluncurkan tahun 2015.
Prototipe Wing Loong II dipresentasikan untuk pertama kalinya kepada publik selama pameran Airshow China yang diadakan di Zhuhai bulan November 2016.
Pada Februari 2017 Wing Loong 2 sukses menjalani penerbangan perdananya dan mulai berdinas untuk PLAF pada November 2018.
Secara fisik Wing Loong 2 lebih besar dibandingkan Wing Loong 1. Penampilannya terlihat serupa, namun Wing Loong 2 telah dibekali dengan winglet.
Memiliki panjang 11 m, rentang sayap 20,5 m dan tinggi 4,1 m. Berat lepas landas maksimumnya (MTOW) 4.200 kg.
Dibekali mesin turboprop WJ-9A/AEP50E berdaya 500 kW. Kecepatan maksimum Wing Loong 2 mencapai 370 km/jam, ketinggian terbang mencapai 9.900 m dan daya tahan penerbangan selama 32 jam.
Muatan persenjataannya mencapai 480 kg, dengan pilihan senjata berupa bom FT-10, FT-9, FT-7, GB-7, GB-4 lalu rudal BRM1, AKD-10 dan BA-7.
Seperti halnya Wing Loong 1, Wing Loong 2 pun sukses dipasar ekspor. Digunakan oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Aljazair, Pakistan dan Nigeria.
Wing Loong 2 juga telah teruji dalam palagan, di gunakan Arab Saudi dalam perang Yaman. Lalu dalam perang saudara Libya, digunakan oleh AU Libya yang mendapatkan drone ini dari Uni emirat Arab.
RBS