ANGKASAREVIEW.COM – Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna sewaktu menjabat sebagai Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) bertindak tegas terhadap terjadinya pelanggaran wilayah udara nasional yang dilakukan oleh pesawat-pesawat asing.
Armada jet-jet tempur pencegat seperti Su-27/30 dan F-16 digelar ke wilayah-wilayah potensi terjadinya Black Flight atau penerbangan tanpa izin. Hasilnya, tindakan preventif tersebut membuahkan hasil yang signifikan.
Terhadap terjadinya pelanggaran wilayah udara, Yuyu juga tak segan melayangkan protes atau nota diplomatik kepada pihak-pihak terkait dari pemerintahan negara pengoperasi pesawat yang melanggar tersebut.
Dari data yang disampaikan Pangkohanudnas saat menggelar gathering dengan wartawan tahun lalu, terlihat terjadi penurunan yang sangat drastis dalam hal pelanggaran wilayah udara nasional Indonesia.
Bila tahun 2015 terjadi 193 pelanggaran wilayah udara nasional (94 pesawat militer dan 99 pesawat sipil), maka pada 2016 jumlah tersebut menurun menjadi 49 pelanggaran saja (6 pesawat militer dan 43 pesawat sipil).
Pelanggaran wilayah udara nasional Indonesia lebih menurun lagi pada 2017. Yaitu hanya sembilan pelanggaran saja (4 pesawat militer dan 5 pesawat sipil).
Yuyu mengaku, tidak mau menolelir segala bentuk tindakan pelanggaran wilayah udara nasional. Siapapun yang melanggar, pasti akan ditindak.
Penurunan angka pelanggaran wilayah udara, disinyalir juga karena bertambahnya alutsista TNI AU termasuk penambahan dan penggunaan radar baru menggantikan radar lama.
Apa yang terjadi di tahun 2018 saat ini, cukup mengagetkan dimana terjadi peningkatan pelanggaran wilayah udara nasional. Kohanudnas merilis telah terjadi 50 pelanggaran wilayah udara nasional dalam lima bulan, periode Juni-Oktober 2018.
Kohanudnas menjelaskan, pelanggaran ini terjadi di wilayah udara sekitar Natuna di mana wilayah tersebut berada dalam kontrol Singapura walau merupakan wilayah udara Indonesia.
Untuk itu pula, Kohanudnas telah memanggil pihak Singapura dan menyampaikan masalah ini agar Singapura meninjau ulang perizinan pesawat yang terbang ke dan dari atau melintas wilayah udara Indonesia. Terutama terkait perizinan yang sudah kadaluarsa, tidak memiliki flight clearance (FC), rute penerbangan tidak sesuai dengan FC, melaksanakan manuver udara, dan sebagainya.
Terjadinya pelanggaran wilayah udara di Kepulauan Riau bukanlah isapan jempol belaka. Faktanya, pada Rabu (31/10/2018) siang telah terjadi lagi pelanggaran udara di wilayah itu. Thunder Flight yang terdir dari dua jet tempur Su-27/30 Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanuddin pun langsung dikerahkan untuk melakukan intersepsi.
Di bawah pimpinan Komandan Skadron Letkol Pnb Anton “Sioux” Pallaguna, kedua jet tempur itu mengintersep satu sasaran berupa pesawat komersial jenis A320 dengan registrasi V8-RBT di sekitar Kepulauan Riau.
Kejadian ini diunggah oleh twitter TNI AU yang menyebutkan bahwa V8-RBT diintersep oleh dua Su-27/30 karena tidak memiliki izin/FC.
Keberadaan jet Sukhoi yang mengintersep pesawat komersial A320, terlaksana saat flight Sukhoi sedang ditempatkan di Batam guna melaksanakan Operasi Pertahanan Udara Tangkis Petir 2018.
Sehari sebelumnya, Selasa (30/10) Thunder Flight juga mengejar satu sasaran yang berada di sebelah timur perairan Tanjungpinang. Namun, ketika sedang diintersep, sasaran tersebut keburu ngacir ke luar wilayah udara NKRI.
Roni Sontani