Krisis anggaran pemeliharaan, 85% pesawat Angkatan Udara Afrika Selatan grounded, –jangan sampai terjadi di TNI AU

Angkatan Udara Afrika Selatan_ SAAF_ Airspace ReviewWikipedia

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Menteri Pertahanan Afrika Selatan Thandi Modise mengakui, sebanyak 85% pesawat Angkatan Udara Afrika Selatan (SAAF) saat ini tidak bisa diterbangkan alias grounded.

Hal ini terjadi karena kesalahan manajeman dari pemerintah yang tidak mengalokasikan anggaran yang cukup bagi pemerliharaan pesawat termasuk pengadaan suku cadang yang diperlukan.

Kondisi buruk dan memprihatinkan tersebut terungkap ketika Menteri Modise ditanya anggota perlemen dari Partai Aliansi Demokratik Kobus Marais.

Menurut Modise, kapasitas operasional pesawat SAAF yang genting ini membuat Afrika Selatan rentan terhadap ancaman dari luar. Kesalahan manajemen dan kelalaian pemerintah menjadi penyebab utama dari kondisi yang dihadapi saat ini.

Berdasarkan laporan, dari 388 armada pesawat yang dimiliki SAAF saat ini, sebanyak 188 pesawat dilarang terbang, 60 unit sedang menunggu pemeliharaan besar, tiga unit dihentikan operasinya karena usia, 27 unit sedang menunggu perbaikan, dan enam unit sedang menjalani perbaikan.

Terkait pesawat tempur, dari 26 unit jet tempur Saab Gripen SAAF, hanya dua unit yang dapat beroperasi. Sementara dari 24 pesawat Hawk, hanya tiga unit yang bisa terbang.

Bila diakumulasi, sebanyak 233 pesawat dilarang terbang karena kurangnya suku cadang dan keterbatasan anggaran untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Fakta ini cukup mencenangkan.

Dengan kata lain, jika suatu saat terjadi krisis keamanan nasional, maka lebih dari setengah kekuatan SAAF tidak dapat dikerahkan untuk melindungi negara, lanjut laporan itu.

Partai Aliansi Demokratik menyoroti, pemerintah Afrika Selatan telah lalai dalam melakukan manajemen untuk penyediaan anggaran bagi perawatan pesawat SAAF.

Lebih disoroti lagi, hal itu terjadi karena kurangnya kemauan politik, yang pada akhirnya membahayakan kemampuan tempur Angkatan Pertahanan Nasional Afrika Selatan (SANDF).

Ditegaskan bahwa kesiapan tempur negara telah memburuk hingga menjadi krisis nasional.

“Di dunia yang semakin berbahaya, penurunan kapasitas militer kita merupakan risiko serius bagi keamanan nasional kita,” tandas Marais.

Untuk dicatat, selain pesawat tempur, helikopter-helikopter serang pun sama kondisinya, termasuk helikopter serang Oryx, Rooivalk, BK 117, dan LUH 109.

Partai Aliansi Demokratik menuntut tindakan segera dari pemerintah untuk memulihkan kapasitas pertahanan negara, guna menjaga keamanan dan kedaulatan Afrika Selatan.

Jangan sampai terjadi di Indonesia

Berkaca apa yang terjadi di Afrika Selatan, kiranya hal ini dapat memberikan pelajaran sekaligus peringatan bagi pemerintahan di Indonesia.

Seperti diketahui, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah mencanangkan dan sedang melaksanakan pembelian besar-besaran pesawat untuk meningkatkan kemampuan TNI Angkatan Udara (TNI AU) dalam menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia.

Sama seperti yang terjadi pada negara-negara lain di dunia, setiap negara kini menghadapi potensi-potensi ancaman dari luar seiring tidak stabilnya kawasan akibat gejolak politik yang timbul.

Setiap negara memiliki kekhawatiran akan potensi-potensi konflik menyangkut kewilayanan dan klaim teritori yang simpang siur, seperti yang terjadi di banyak belahan dunia.

Belum lagi menghadapi ambisi negara-negara tertentu untuk menguasai wilayah dunia dan menancapkan pengaruhnya terhadap negara-negara yang lebih inferior.

Pembelian pesawat, baik pesawat tempur, pesawat angkut, maupun helikopter, dan alutsista jenis lainnya oleh Kementerian Pertahanan RI, tentu kita sambut dengan baik. Namun dengan catatan, semua pembelian alutsista tersebut telah diperhitungkan secara matang baik untuk peran dan fungsinya, dan pembelian tidak dilakukan secara “ugal-ugalan”.

Presiden RI Joko Widodo pada peringatan HUT ke-78 Tentara Nasional Indonesia, secara langsung berpesan kepada Kementerian Pertahanan RI agar membeli alutsista berdasarkan skala prioritas.

Seperti diketahui, setelah membeli pesawat, persoalan tentu tidak berhenti sampai di situ. Sebab ada kewajiban lanjutan untuk membiayai pengoperasian, membiayai perawatan, dan mempertahankan kesiapannya.

Pesawat tempur dibeli untuk digunakan dalam bertempur. Untuk dapat bertempur, pesawat harus dilengkapi dengan beragam persenjataan sebagai alat pukulnya. Kebutuhan ini adalah paket pelengkap yang bersifat wajib untuk dibeli, yang artinya membutuhkan anggaran tambahan.

Jangan dilupakan juga bahwa dibutuhkan proses pelatihan tempur berkesinambungan dan pembinaan berjenjang untuk regenerasi awak pesawatnya, yang semuanya juga membutuhkan biaya.

Demikian juga dengan pesawat angkut maupun helikopter. Semua membutuhkan suku cadang, pemeliharaan, dan biaya operasi serta pelatihannya.

Semakin banyak pesawat yang dimiliki, akan semakin banyak juga biaya yang dibutuhkan. Semakin beragam jenis pesawat, semakin mahal pula biaya pemeliharaannya.

Menjadi tugas dari pemerintah untuk melengkapi kekuatan TNI AU, namun juga harus dapat menjamin kesiapan dari kekuatan yang dibangun tersebut.

-RNS-

One Reply to “Krisis anggaran pemeliharaan, 85% pesawat Angkatan Udara Afrika Selatan grounded, –jangan sampai terjadi di TNI AU”

  1. Politik anggaran dan manajemen anggaran khususnya sektor pertahanan memang harus menjadi concern bagi pemerintah baik saat ini, nanti dan dimasa mendatang. Case dari Afrika Selatan ini bisa menjadi pelajaran kita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *