Mencermati program RTAF, mencari jet pengganti Macan modern

F-5THRTAF

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Cerita tentang kekuatan udara Negeri Gajah Putih, kali ini diawali dengan program peningkatan kemampuan (upgrade) dan penambahan usia pakai F-5E/F Tiger II menjadi F-5TH Super Tigris. Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF) memamerkan duo jet besinya dalam penyelenggaraan Singapore Airshow 2020 pada 11-16 Februari 2020 lalu. Pesawat ini telah selesai menjalani proses upgrade dan kembali ke markasnya di Skadron 211 Wing 21 RTAF, Pangkalan Udara Ubon Ratchathani, dekat perbatasan Thailand dengan Kamboja pada 2019.

Peningkatan kemampuan F-5E/F menjadi F-5TH meliputi integrasi perangkat avionik buatan Elbit Systems dan penggunaan kokpit digital penuh. Pilot juga dibekali Helmet Mounted Display (HMD) DASH IV buatan Elbit Systems dan radar Grifo AESA (active electronically scanned array) buatan Leonardo, Italia. Jadi, kalau ada F-5 yang sudah menggunakan radar AESA, salah satunya punya RTAF.

Lebih dari itu, F-5TH juga dilengkapi jaringan data Link-T yang memungkinkan koneksi informasi dengan pesawat tempur andalan RTAF lainnya seperti Saab Gripen C/D yang didukung pesawat peringatan dini udara dan kontrol (AEW&C) Saab 340 Erieye.

Untuk menghadapi perang elektronik, F-5TH juga dibekali pod  Electronic Warfare (EW) Sky Shield buatan Rafael, Israel. Sementara untuk persenjataan, F-5TH dibekali rudal udara ke udara jarak pendek Phyton 4 dan rudal udara ke udara jarak menengah (BVRM) I-Derby, keduanya buatan Rafael.

Saab 340 and Gripen DYouTube

F-5TH juga dibekali Litening 3 targeting pod buatan Rafael sehingga pesawat dapat melepaskan bom pintar berpemandu laser LIZARD buatan Elbit Systems. Dapat dikatakan, jet besi F-5TH memang dijejali dengan sistem-sistem buatan Israel, baik avionika maupun sistem persenjataannya. Disebut-sebut, F-5TH berkemampuan setara jet tempur generasi 4,5. Pengerjaan dua unit F-5TH dilaksanakan oleh Elbit Systems.

Di luar dua unit yang dipamerkan di Singapore Airshow 2020, Bangkok sedang melaksanakan proses upgrade untuk 14 F-5E/F lainnya. Pesawat ini diproyeksikan bisa digunakan hingga 15 tahun ke depan atau hingga tahun 2035 sambil menunggu pesawat baru yang pas untuk menggantikannya. Seluruh proses upgrade 14 jet F-5TH selanjutnya akan dikerjakan oleh Thai Aircraft Industries (TAI) di dalam negeri. Program ini memakan biaya 5,2 miliar baht dan akan tuntas pengerjaannya pada 2022.

Baca Juga: Sistem Jaringan Data Terkoneksi, Thailand Ingin Tambah Armada Gripen

Seluruh pesawat F5TH akan dioperasikan oleh Skadron 211 Wing 21 yang bermarkas di Ubon Ratchathani, Thailand. RTAF memiliki 34 F-5E/F yang rata-rata memiliki usia pakai 38,5 tahun. Pesawat yang sudah menjalani peningkatan kemampuan dan menjadi Super Tigris ini disebut setara dengan jet tempur generasi 4,5.

Membeli pesawat satu paket dengan pengembangan perangkat lunaknya

Bangkok berkeinginan membeli pesawat tempur baru satu paket dengan pengembangan perangkat lunaknya. Di zaman serba teknologi maju, dapat dimaklumi pesawat ibarat sebuah wahana yang digunakan pilot untuk melaksanakan misi. Lebih dari itu, sistem-sistem yang ada di dalamnya sangat menentukan kemenangan di medan perang.

Seperti halanya komputer yang kita gunakan, semakin canggih perangkat lunak atau semakin lemot, tentu akan berpengaruh pada kinerjanya. Demikian juga dengan persenjataan modern, bersaing menjadi alat pemukul lawan dari jarak jauh untuk mengungguli persenjataan lawan.

Keinginan untuk memiliki jet-jet tempur canggih menjadi kebutuhan RTAF di masa mendatang. Dapat dimengerti, karena Thailand harus berhadapan dengan segala kemungkinan di antara negara-negara tetangga yang terus memodernisasi sistem persenjataannya.

F-16A RTAFKatsuhiko Tokunaga

Dua pesawat F-16A milik RTAF menggunakan corak khusus dalam peringatan 100 tahun RTAF.

Selain F-5TH yang akan digunakan hingga 15 tahun ke depan, RTAF memiliki 53 unit F-16A/B Fighting Falcon. Pesawat-pesawat kelompok pertama F-16 yang mulai digunakan RTAF pada 1988 ini, merupakan generasi awal yang telah mengabdi di RTAF selama 32 tahun. Itu pun tidak semua baru, karena tujuh dari jumlah itu merupakan pesawat bekas pakai Angkatan Udara Singapura (RSAF) dan 14 lainnya merupakan bekas pakai Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).

Kalaupun ada pesawat tempur yang bisa dibilang muda di jajaran RTAF, itu adalah 11 Saab Gripen C/D dengan masa pakai rata-rata 7,7 tahun. Apakah selanjutnya RTAF akan menambah armada Gripen dari Swedia ini?

Konsep berbasis kebutuhan RTAF ke depan

Panglima (Commander in Chief) RTAF Marsekal Maanat Wongwat saat diwawancarai oleh Bangkok Post awal tahun 2020 mengatakan, RTAF telah merumuskan sebuah konsep proyek berbasis kebutuhan (Concept of Project Requirements – COPR) dalam hal pembelian pesawat. Dijelaskan, butuh dua tahun untuk merumuskan hal ini sebelum dapat diimplementasikan.

“Dalam hal pembelian pesawat kami berpandangan, yang kami butuhkan bukan hanya pesawatnya saja. Lebih penting dari itu, adalah bagaimana bisa mendapatkan ‘otak’ dari pesawat tempurnya itu sendiri,” ujarnya.

Baca Juga: AU Thailand gelar ‘Elephant Walk’ pesawat Saab Gripen C/D

Oleh karenanya, lanjut Wongwat, Thailand telah mengambil ketetapan untuk ikut terlibat dalam proses pengembangan perangkat lunak bagi pesawat tempur yang akan dibeli dan digunakan. Caranya, adalah dengan mendapatkan offset pengembangan perangkat lunak pesawat tempur berbarengan dengan program mendapatkan transfer teknologi.

Lalu, apakah yang dimaksud oleh RTAF adalah membeli jet tempur siluman F-35 Lightning II yang jadi perbincangan di mana-mana? Secara diplomatis Wongwat menjawab, “Program kami adalah membeli dan mengembangkan. Jadi bukan hanya membeli pesawat yang sudah jadi.”

F-35BLockheed Martin

Jet siluman F-35B buatan Lockheed Martin.

Dapat disimpulkan, apakah RTAF tidak berminat terhadap F-35? “Pabrik pembuat F-35 belum mau menjual pesawat ini ke pembeli yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan perangkat lunaknya,” jawab Wongwat. Lagi pula, lanjutnya, RTAF masih harus mempertimbangkan, apakah F-35 memang benar-benar pesawat yang dibutuhkan oleh RTAF atau bukan.

Sebagai negara sahabat Amerika Serikat, Washington jelas tidak akan membiarkan koleganya ini kebingungan dan menduga-duga. Maka, dalam penyelenggaraan latihan bersama “Cobra Gold 2020” pada 25 Februari hingga 6 Maret lalu, untuk pertama kalinya Washington melalui Korps Marinir AS yang berbasis di Iwakuni, Jepang mengirim sejumlah F-35B untuk memeriahkan pelaksanaan latihan tahunan ke-39 itu.

F-5THRTAF

F-5TH Super Tigris hasil modernisasi di Thailand.

Di ajang inilah, militer Thailand melihat langsung atraksi F-35B buatan Lockheed Martin yang memukau. Burung-burung besi berkemampuan Short Take-off and Landing (STOVL) itu didatangkan menggunakan kapal induk. Mereka terbang dari kapal induk dan kembali ke kapal induk di perairan Thailand.

Bisa saja pada akhirnya RTAF akan membuat rekomendasi usulan kepada Kementerian Pertahanan Thailand untuk mengakuisisi F-35. Namun, melihat jejak armada yang dimiliki, Bangkok masih mempertimbangkan untuk pengadaan Gripen E/F atau F-16 Viper, meneruskan tipe yang sudah dimiliki oleh RTAF

 Program pengadaan lanjutan F-16          

Selagi belum memutuskan pesawat generasi masa depannya, pekerjaan RTAF telah menanti di depan mata. Yaitu mengganti 24 pesawat F-16A/B Block 15 OCU kumpulan pertama yang dioperasikan Skadron 102 dan Skadron 103. Rencana pembelian pun telah dimasukkan ke dalam Buku Putih RTAF tahun 2020 di mana RTAF membutuhkan dukungan pembiayaan untuk mendapatkan pesawat pengganti.

Dicanangkan, pembiayaan untuk membeli pesawat pengganti ini akan didapat dalam beberapa termin pada periode selama sepuluh tahun mulai 2023 hingga 2033.

F-16A RTAFCohen Young

Jet tempur kursi tunggal F-16A milik RTAF.

Pada tahap pertama, dibutuhkan pembiayaan untuk pembelian 12 pesawat baru bagi Skadron 102. Terdiri dari enam pesawat pada tenggat 2023-2026 dan enam pesawat pada 2025-2028.

Sementara untuk Skadron 103, dibutuhkan anggaran untuk enam pesawat pada tenggat 2028-2031 serta enam pesawat lagi pada 2030-2033. Total RTAF berharap mendapatkan 24 pesawat dalam 12 tahun ke depan sejak sekarang.

Baca Juga: Angkatan Udara Thailand butuh 24 pesawat baru pengganti F-16

Seperti yang telah disepakati, RTAF akan mencari pesawat baru di mana pihak pabrikan dapat memberikan transfer teknologi dan dukungan konten lokal terhadap pesawat yang akan dibuat. Belum diputuskan, pesawat mana yang akan dibeli.

RTAF

11 Jet tempur Saab Gripen C/D RTAF melaksanakan ‘Elephant Walk’.

Selain Skadron 102 dan Skadron 103, RTAF masih memiliki Skadron 403 “Cobra” yang mengoperasikan F-16. Total jumlah F-16 yang dioperasikan RTAF berkisar 50-60 unit.

Sementara itu, RTAF juga berjuang untuk mendapatkan anggaran bagi tambahan pesawat tempur Saab Gripen C/D pada tahun fiskal 2023-2025. Paling tidak menjadi 16 atau 18 pesawat dari kurang selusin yang dimiliki saat ini.

Dengan dukungan Amerika Serikat, Thailand berpotensi menjadi negara yang kuat dari sisi kekuatan udara. Namun hal itu kembali ke pemerintahan negara berpenduduk 70 juta jiwa itu, apakah mau mendukung akuisisi jet tempur paling mutakhir atau meningkatkan kapabilitas dari pesawat yang sudah dimiliki saat ini.

Proses pembelian pesawat tempur, selain berkaitan dengan masalah politik negara, juga membutuhkan kematangan perencanaan dalam proses mempersiapkan program akuisisinya.

Roni Sontani

2 Replies to “Mencermati program RTAF, mencari jet pengganti Macan modern”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *