ANGKASAREVIEW.COM – Demi meningkatkan kekuatannya, Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF) ingin menambah armada jet tempur Saab Gripen. RTAF menyatakan, Gripen merupakan jet tempur bagus dan karena itu dibutuhkan penambahan jumlahnya.
“Sebagai operator, kami tahu bahwa pesawat ini (Gripen) adalah pesawat yang bagus. Maka dari itu kami ingin memilikinya lebih banyak lagi,” ujar Wakil Komandan RTAF Wing 7 Group Captain (Kolonel) Prachya Tippayarat kepada Defense News yang difasilitasi Saab mengunjungi Wing 7 RTAF di Pangkalan Udara Surat Thani, Thailand Selatan pada akhir November lalu.
Meski demikian, lanjut Tippayarat, ia tidak tahu kapan penambahan itu dapat dilakukan karena terkait anggaran negara. “Saya tidak tahu kapan penambahan itu. Angkatan Udara harus memikirkannya.”
Ditulis Defense News, RTAF saat ini mengoperasikan 11 jet tempur Gripen C/D buatan Saab, Swedia. Pesawat-pesawat tersebut datang sejak tahun 2011. Tahun lalu RTAF kehilangan satu pesawat Gripen akibat jatuh yang sekaligus menewaskan pilotnya.
Tippayarat mengakui, dengan 11 jet tersisa lebih sulit menyelesaikan pelatihan dan pemeliharaan. “Jadi tentu saja kami ingin mencari pengganti untuk yang ke-12. Hanya masalah waktu dan kami sebagai operator tidak tahu kapan,” jelasnya.
Seluruh armada Gripen RTAF dioperasikan di bawah naungan Wing 7 Pangkalan Udara Surat Thani berjarak 328 mil selatan Bangkok.
Diakui Tippayarat, meski Negeri Gajah Putih juga mengoperasikan jet tempur Northrop Grumman F-5 dan Lockheed Martin F-16, Gripen masih menjadi andalan utama untuk pertempuran udara ke udara dan undara ke darat. Selain itu, katanya, Gripen juga memainkan peran untuk misi sekunder sebagai pesawat pengintai.
RTAF masih menggunakan Gripen dengan sistem misi MS19 dan berencana meningkatkannya ke MS20 agar menjadi armada C/D tercanggih. Dengan perangkat ini, Gripen dapat membawa berbagai persenjataan modern termasuk rudal lepas jarak pandang (BVR) MBDA Meteor.
Selain mengandalkan armada Gripen, satu hal utama yang telah dibangun RTAF tentu saja adalah pembangunan sistem bagi jaringan data Link T yang telah terintegrasi.
RTAF bahkan membanggakan dirinya sebagai sebuah angkatan udara yang sistem jaringan datanya telah terkoneksi sehingga menyebut dirinya sebagai “Network-Centric Air Force”. Sehingga, slogan itu dapat ditemukan di hampir seluruh area Wing 7.
Dengan sistem buatan Saab yang dikelola oleh RTAF tersebut, Angkatan Udara Kerajaan Thailand dapat berbagi data dari sistem Gripen dengan dua pesawat peringatan dini RTAF Saab 340 Erieye sebaliknya. Sistem yang digagas RTAF untuk menjadi Angkatan Udara Digital sejak 2008 itu, saat ini terus dihubungakan dengan satuan-satuan tempur lainnya termasuk armada kapal dan mesin perang darat.
Tippayarat menyatakan, Link T juga akan diintegrasikan dengan jet tempur F-5 mereka. Sedangkan untuk F-16 RTAF telah menggunakan sistem jaringan data Link 16.
Ia mengakui, Link T sangat mudah dioperasikan. Dengan Link T, lanjutnya, RTAF dapat melihat semua yang terjadi di sekitar. “Bisa melihat kawan yang bersahabat maupun musuh.”
Ditinjau dari eksistensinya, RTAF memilih posisi yang unik dalam percaturan internasional. Negeri ini bersahabat dengan China dan juga Amerika.
Sehingga, di suatu waktu RTAF melakukan latihan udara militer dengan China dalam “Falcon Strike 2018”, tetapi juga ikut latihan multinasional “Exercise Pitch Black 2018” dengan Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara lainnya di Australia.
Roni Sontani