AIRSPACE REVIEW – PT Dirgantara Indonesia telah menjalin kemitraan strategis dengan Havelsan dari Turkiye untuk potensi pengembangan pesawat peringatan dini dan kontrol udara (AEW&C).
Direktur Perdagangan, Teknologi dan Pengembangan PTDI Mohamad Arif Faisal mengatakan hal itu kepada Aviation Week di Bali International Airshow (BIAS) 2024 yang berlangsung minggu lalu.
Dikatakan Faisal, pesawat yang akan digunakan sebagai basis dari proyek bersama AEW&C ini adalah CN235.
Havelsan sendiri sudah memiliki pengalaman matang dalam pengembangan pesawat AEW&C. Perusahaan ini terlibat dalam program E-7 Peace Eagle untuk Angkatan Udara Turkiye.
Havelsen mengembangkan 90 persen dari perangkat lunak yang digunakan dalam sistem pesawat E-7 Turkiye tersebut.
Perusahaan tersebut merancang dan mengintegrasikan Airborne Segment Mission Computing System (MCS).
Havelsan juga memiliki kemampuan untuk memodifikasi, meningkatkan, dan memodernisasi perangkat lunak antarmuka MCS, kontrol senjata, dan langkah-langkah dukungan elektronik.
Namun belum ada informasi kapan proyek ini akan dimulai dan juga target pengembangannya.
Sebelumnya, pada 27 Agustus 2024, perwakilan dari Havelsan telah berkunjung ke PTDI di Bandung.
Berdasarkan siaran pers PTDI, kunjungan tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut kerja sama PTDI dan Havelsan untuk mengembangkan Full Flight Simulator, serta kesiapan kedua pihak dalam pemenuhan kebutuhan Indonesia terhadap pesawat AEW&C.
Pada kesempatan tersebut, CEO Havelsan Mehmet Akif Nacar dan delegasinya melihat produk simulator buatan PTDI seperti N219 Cockpit Demonstrator dan N219 Engineering Full Flight Simulator.
Dua produk tersebut merepresentasikan kapabilitas PTDI dalam pengembangan teknologi simulasi penerbangan yang khususnya diperuntukkan bagi pesawat-pesawat buatan PTDI.
Dalam kesempatan tersebut, Nacar mengatakan perusahaannya akan memperluas cakupan kerja sama dengan PTDI untuk mengembangkan proyek AEW&C Indonesia.
Havelsan akan menyumbangkan pengalaman pengembangan program AEW&C Turkiye dan menggabungkannya dengan kebutuhan Indonesia untuk menciptakan teknologi AEW&C yang lebih kuat. (RBS)
Diawali dgn Indonesia dan Turki, selanjutnya bisa mengikutkan negara2 islam Qatar, Malaysia, UEA untuk ikut gabung berkolaborasi
Tanggung, mengapa tak C-295 saja yang panjangan dikit? CN-235 cocoknya dijadikan peaawat special mission seperti SIGNIT/EW selain MPA