Kesepakatan Kapal Selam Nuklir AUKUS Akan Menjadi ‘Lautan Badai’ di Pasifik

USS Virginia submarineUSN
ROE

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Tulisan berikut ini merupakan terjemahan dari tulisan Ekaterina Blinova di Sputnik.

Pakta Keamanan Trilateral antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) merupakan sebuah bangunan yang dibentuk untuk mempertahankan kendali di Asia-Pasifik dan membangun pencegahan terhadap China, Rusia, serta Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara), kata Kementerian Pertahanan China pada 6 Juni. AUKUS akan mengorbankan keamanan kawasan dan perjanjian non-proliferasi nuklir, lanjut pernyataan tersebut.

AUKUS dapat mengubah Pasifik menjadi ‘lautan badai’, ujar Juru Vicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, menggemakan keprihatinan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang mengecam pakta trilateral Barat ini.

Dalam pidatonya pada 5 Juni, Hun Sen menyoroti bahwa aliansi militer merupakan titik awal perlombaan senjata yang sangat berbahaya. Kamboja serta Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada umumnya telah berulang kali meragukan kepatuhan AUKUS terhadap aturan non-proliferasi dan menekankan bahwa ASEAN adalah kawasan zona bebas senjata nuklir.

Sementara itu Australia mengatakan, AUKUS dibentuk bukan untuk memproduksi senjata nuklir. Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong pada bulan Juni tahun lalu menegaskan bahwa kekhawatiran China dan negara-negara ASEAN tidak dapat dibenarkan.

Namun demikian, di bawah kesepakatan tiga fase, Australia diperkirakan akan membeli setidaknya tiga kapal selam serang bertenaga nuklir kelas Virginia, dengan opsi untuk memperoleh dua lagi di awal tahun 2030-an.

Sebelumnya juga disepakati bahwa Australia akan menjadi tuan rumah bagi “pasukan rotasi” dan kapal bawah laut AS serta Inggris mulai tahun 2027. Untuk itu, pemerintahan AS di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden telah membentuk Pasukan Rotasi Kapal Selam – Barat (SRF-Barat) yang akan beroperasi dari HMAS Stirling di kota Perth di Australia barat paling cepat tahun 2027.

Menurut Gedung Putih, SRF-West akan membantu membangun kepengurusan Australia. Hqal ini juga akan memperkuat pencegahan dengan lebih banyak kapal selam AS dan Inggris yang maju di Indo-Pasifik.

Selain itu, AUKUS akan membuat apa yang disebut kapal selam bertenaga nuklir kelas AUKUS SSN.Kapal ini akan didasarkan pada desain kapal selam serang nuklir generasi mendatang Inggris dan, pada saat yang sama, akan menggabungkan teknologi mutakhir dari kapal selam kelas Virginia.

Kapal selam AUKUS SSN baru ini akan dibangun di Inggris dan Australia.Kapal akan dikirimkan ke Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan Australia masing-masing pada tahun 2030-an dan 2040-an.

AS Siap Berbagi Teknologi Penting Dengan Australia

Tiga proposal legislatif Pentagon yang diajukan pada 2 Mei menunjukkan bahwa Departemen Pertahanan AS berusaha untuk memberikan dorongan substansial kepada pangkalan industri kapal selam (SIB) AS dan menerima pembayaran dari pemerintah Australia untuk tujuan itu. .

Menurut Pentagon, akan mengurangi beban beban kerja industri yang diperpanjang selama dua dekade. Kesepakatan AUKUS membutuhkan peningkatan galangan kapal angkatan laut dan transisi ke operasi sepanjang waktu.

Proposal legislatif kedua meminta otorisasi Kongres untuk mentransfer hingga dua kapal selam kelas Virginia ke Pemerintah Australia “tanpa tenggat waktu untuk menyelesaikan transfer dan tanpa menentukan kapal khusus yang akan ditransfer.

Menurut DoD, fleksibilitas ini diperlukan karena transfer akan dikondisikan pada kesiapan Canberra sendiri untuk mengoperasikan kapal tersebut dengan aman dan efektif.

Selain itu, dokumen tersebut meminta untuk melepaskan sertifikasi bahwa pemindahan kapal selam tidak akan memengaruhi kemampuan untuk mempertahankan Amerika Serikat. Sebab, kapal selam nuklir Amerika dimaksudkan untuk digunakan oleh sekutu dekat Washington guna mempertahankan pertahanan kolektif.

Proposal legislatif Pentagon datang setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan rencananya untuk menambahkan Australia sebagai “sumber domestik” dalam kerangka Judul III Undang-Undang Produksi Pertahanan (DPA).

DPA diadopsi oleh Kongres AS pada tahun 1950 untuk memberikan wewenang kepada presiden untuk memastikan pasokan bahan dan layanan yang diperlukan untuk pertahanan nasional.

Menurut media AS, menambahkan Australia ke DPA akan memungkinkan AS memberikan hibah kepada industri Australia di bawah ketentuan pembagian teknologi AUKUS yang dikenal dengan Pilar II.

“Melakukan hal itu akan merampingkan kolaborasi basis teknologi dan industri, mempercepat dan memperkuat implementasi AUKUS, dan membangun peluang baru untuk investasi Amerika Serikat dalam produksi dan pembelian mineral penting Australia, teknologi kritis, dan sektor strategis lainnya,” ujar Presiden Biden pada 20 Mei.

Namun, masalahnya adalah bahwa orang Australia akan memperoleh teknologi nuklir kritis sementara tetap tidak bertanggung jawab atas inspeksi Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengamat internasional memperingatkan.

Jadi, sejak September 2021, lembaga pemikir Barat, termasuk Carnegie Endowment dan Chatham House atau The Royal Institute of International Affairs ini, telah berulang kali berargumen bahwa kesepakatan kapal selam AUKUS berakibat buruk untuk non-proliferasi nuklir.

Sarjana Barat menarik perhatian pada fakta bahwa Australia dapat menjadi negara non-senjata nuklir pertama yang menggunakan celah yang memungkinkan negara tersebut untuk menghapus bahan nuklir dari perlindungan IAEA.

Normalisasi praktik ini dapat menciptakan preseden yang merusak yang mendorong beberapa negara non-nuklir lainnya untuk menggunakan program reaktor angkatan laut sebagai kedok untuk pengembangan senjata nuklir, para ahli memperingatkan.

Selain itu, meskipun Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) tidak mencegah negara-negara bersenjata non-nuklir untuk membangun kapal bertenaga nuklir, masalahnya adalah IAEA tidak akan dapat memverifikasi apa sebenarnya yang dilakukan Australia dengan bahan nuklir, karena fakta bahwa lokasi pasti kapal selam nuklir yang dioperasikan Australia akan dirahasiakan.

Sementara itu, pada tahun 2040-an, Australia diperkirakan akan mulai membangun kapal selam bertenaga nuklirnya sendiri yang membuat persetujuan IAEA untuk rencana ini “penting”, tegas pengamat internasional.

Kekuatan penangkal yang tumbuh di Asia-Pasifik

Pada hari Selasa, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dikutip oleh pers China mengatakan bahwa jumlah bahan nuklir tingkat senjata yang akan disediakan AS dan Inggris ke Australia akan cukup untuk memproduksi hingga 64 hingga 80 senjata nuklir.

Wang menegaskan kembali bahwa kesepakatan kapal selam nuklir AUKUS menjadi preseden internasional yang berbahaya dan meminta AS, Inggris, dan Australia untuk mempertimbangkan keprihatinan masyarakat internasional dan menghentikan kerja sama kapal selam nuklir mereka.
Namun, tampaknya tidak mungkin AS, Inggris, dan Australia akan mendengarkan seruan China dan ASEAN, terutama mengingat bahwa aliansi trilateral ditujukan untuk menghalangi Republik Rakyat China, sesuai pernyataan Pentagon.

Pada tanggal 18 April 2023, Laksamana John C. Aquilino, Panglima Komando Indo-Pasifik AS (USINDOPACOM), memberikan kesaksian di depan Komite Angkatan Bersenjata DPR AS yang menekankan perlunya peningkatan pencegahan di kawasan Asia-Pasifik khususnya terhadap China, Rusia, dan Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK).

Boeing

Aquilino mencatat bahwa USINDOPACOM menutup barisan dengan AUKUS, kemitraan diplomatik Quad dan organisasi intelijen Five Eyes Anglophone untuk melaksanakan kegiatan, pelatihan, dan latihan kerja sama keamanan guna memperkuat hubungan tersebut. Hal ini juga sekaligus untuk membangun kapasitas mitra dan meningkatkan interoperabilitas.

Aquilino juga menekankan apa yang disebut “cluster” di Asia Pasifik di mana pasukan gabungan berbasis maju dan bergilir yang dipersenjatai dengan kemampuan mematikan akan ditempatkan di kluster Guam, kluster Jepang, kluster Filipina, dan gugus Australia.

Panglima USINDOPACOM menekankan pada pembangunan kemampuan trilateral di bidang kepentingan bersama termasuk peperangan bawah laut, dunia maya, kecerdasan buatan, dan komputasi kuantum untuk memberikan pertempuran perang kelas atas yang sangat penting di masa depan dan meningkatkan postur kekuatan gabungan.

Selain itu, Aquilino mengklaim bahwa sistem multipolar menguntungkan rezim otoriter.
Dilihat dari dokumen Pentagon dan inisiatif legislatif AS, Washington tetap bertekad untuk melanjutkan militerisasi zona Asia-Pasifik guna mempertahankan dominasinya di kawasan tersebut.

Ini artinya, kekhawatiran China dan ASEAN bahwa Pasifik dapat berubah menjadi ‘lautan badai’ dapat saja dibenarkan.

-Poetra-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *