Kejar kebutuhan cepat, RAF gunakan 737 bekas maskapai China untuk basis E-7 Wedgetail

Boeing/MoD

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Paling tidak, ada dua pertimbangan utama dalam pemilihan pesawat bekas untuk dijadikan sebagai basis platform modifikasi menjadi pesawat baru dengan fungsi lain.

Pertama, membeli pesawat bekas tidak membutuhkan waktu lama dalam pemesanannya. Kedua, harganya lebih murah.

Akan tetapi, tentu saja faktor-faktor lain juga dipertimbangkan. Pesawat yang akan dibeli masih berumur muda dari sisi penggunaannya alias masih memiliki jam terbang yang rendah.

Atau kalau tidak, si pembeli sudah mempersiapkan anggaran bagi proses upgrade dan perpanjangan masa pakainya.

Hal ini juga tentunya yang mendasari Angkatan Udara Inggris (RAF) memilih 737-700 Boeing Business Jet bekas maksapai China, Deer Jet. Pesawat ini akan menjadi pesawat peringatan dini dan kontrol udara (AEW&C) E-7 Wedgetail pertama bagi RAF.

Sebelumnya, Angkatan Udara India (IAF) bekerja sama dengan Airbus di Perancis juga telah memilih cara yang sama. Yaitu akan memodifikasi enam unit A320 bekas pakai Air India menjadi pesawat AEW&C.

Baca Juga: Bekerja sama dengan Airbus, India akan modifikasi 6 A320 jadi pesawat AEW&C

Terungkapnya pesawat bekas pakai maskapai China yang akan dijadikan RAF E-7, ditulis oleh The Drive merujuk pada hasil pengamatan komunitas Military Aircraft Markings.

Disebutkan, pesawat 737-700 yang akan digunakan oleh RAF itu memiliki nomor konstruksi Boeing 38633 dengan registrasi N946BC. Pesawat ini baru berumur 10 tahun sejak penggunaan pertamanya pada Juni 2020.

Howard J Curtis

Boeing 737-700 BBJ milik Deer Jet yang akan dijadikan E-7 Wedgetail untuk RAF.

Belum terungkap bagaimana latar belakang sehingga pesawat ini dikembalikan oleh Deer Jet kepada Boeing. Pesawat itu saat ini berada di Bandara Internasional San Bernardino di California.

Dalam program E-7 Wedgetail, N946BC akan diserahkan pada bulan ini dan kemudian dimodifikasi oleh STS Aviation Services di fasilitas Bandara Birmingham.

Setelah pekerjaan konversi selesai, pesawat pertama dijadwalkan akan dikirim ke RAF sebagai Wedgetail AEW1 pada tahun 2023. Artinya, dibutuhkan waktu kurang lebih dua tahun untuk mengonversi 737 menjadi E-7 Wedgetail. Sementara pesawat kedua dijadwalkan selesai pada 2026. Kedua pesawat akan dioperasikan dari RAF Lossiemouth, Skotlandia.

RAF pesan lima E-7 Wedgetail

Pembelian pesawat bekas untuk mempercepat program E-7 dibenarkan oleh Asisten Kepala Staf RAF Marsekal Madya Ian Gale melalui cuitan di akun twitternya.

Ia mengatakan, RAF mencari beberapa pesawat terbang dengan jam terbang rendah untuk memulai program E-7 tanpa harus menunggu slot produksi di pabrik Boeing terlebih dahulu. Hal ini semata untuk mempercepat konversi awal dan memiliki pesawat baru secepatnya.

RAF pada 2019 total memesan lima E-7 Wedgetail dengan nilai 1,98 miliar USD. Dua dari pesawat ini akan menggunakan basis pesawat bekas, sedangkan tiga lainnya akan slot produksi oleh Boeing. RAF mendapatkan slot produksi dari pabrik Boeing pada 2021-2022.

Baca Juga: Gantikan Armada E-3D Sentry, Inggris Beli 5 E-7 Wedgetail dari Boeing

Boeing sejauh ini telah memiliki empat pelanggan E-7 Wedgetail dengan basus 737, yaitu Australia, Korea, Turki, dan Inggris.

RAF memiliki enam E-3D Sentry AEW1 sejak 1991, namun dua di antaranya sudah tidak dapat digunakan dalam jangka panjang.

Radar MESA sebagai “topi” Wedgetail

Walau tidak berbentuk piringan, radar Multi-role Electronically Scan Array (MESA) buatan Northrop Grumman Electronic Systems sering disebut sebagai “Topi Atas” pesawat E-7 Wedgetail.

Radar dengan bentuk seperti bangku memanjang ini diletakkan sebagai sirip punggung pesawat.

Tentu ada alasan lain pemilihan model radar bentuk ini, yaitu untuk mencapai efek aerodinamis minimal.

Sistem ini menyediakan cakupan 360 derajat dan mampu melakukan pencarian udara dan laut secara simultan, kontrol pesawat tempur, dan pencarian area.

Saat beroperasi dalam mode melihat ke bawah terhadap target seukuran pesawat tempur, jarak maksimum lebih dari 370 km.

E-7A WedgetailBoeing/MoD

Platform E-7 Wedgetail untuk RAF.

Sementara saat digunakan melawan target maritim, jangkauan maksimumnya adalah lebih dari 240 km untuk target berukuran fregat.

Radar MESA mampu melacak 180 target secara bersamaan dan melakukan 24 penyadapan.

Selain itu, susunan antena radar juga digandakan sebagai susunan ELINT, dengan jangkauan maksimum lebih dari 850 km pada ketinggian 9.000 meter (30.000 kaki).

Peralatan pemroses sinyal radar dan komputer pusat dipasang tepat di bawah susunan antena.

Modifikasi lain pada Wedgetail, adalah adanya sirip di bagian perut, hidung, dan ekor yang berfungsi sebagai perangkat kontra radar (countermeasures) untuk mengimbangi radar dan tindakan pencegahan dipasang di hidung, ujung sayap, dan ekor.

Pesawat juga dilengkapi dengan perangkat pengisian bahan bakar di udara dari pesawat tanker, untuk menambah daya jelajah terbangnya.

Pertama dimiliki oleh Australia

Pesawat Boeing 737 AEW&C (E-7 Wedgetail) mengudara perdana selama dua jam pada 20 Mei 2004. Australia merupakan pengguna pertama dengan memesan enam unit pesawat ini.

Penyerahan pertama E-7 dilaksanakan oleh Boeing kepada RAAF pada 26 November 2009.

E-7 WedgetailRAAF

E-7 Wedgetail milik RAAF.

Awalnya pesawat ini tetap dimiliki dan dioperasikan Boeing, kemudian pada tanggal 5 Mei 2010 RAAF secara resmi menerima pesawat ini untuk digunakan.

RAAF menerima E-7 keenamnya pada 5 Juni 2012. Semua pesawat ini dioperasikan oleh Skadron No. 2 RAAF di RAAF Base Williamtown dengan detasemen permanen di RAAF Base Tindal.

Roni Sont

One Reply to “Kejar kebutuhan cepat, RAF gunakan 737 bekas maskapai China untuk basis E-7 Wedgetail”

  1. Aku rasa hal seperti ini jauh lebih efesien bila indonesia jg melakukannya, efesien dalam biaya dan waktu’ bisa memberdayakan kemampuan PT.DI dalam hal memperpanjang umur pesawat, kunci memperpanjang umur pesaawat adalah mampu merswat jg memaintance struktur rangka pesawat dan yg utama lainnya merawat jg memaintance mesin pesawat yg jg telah mampu dilakukan pt.di atau pun engeiner TNI AU, ada baik sebagian pengadaan pesawat AEW&C menggunakan pesawat bekas yg jam terbangnua tergolong rendah sehingga indonesia bisa sedikit menghemat biaya dan waktu, tidak ada yg perlu dikhawatirkan dengan pesawat bekas kalau kita emang memiliki ilmu merawat dan memaintance pesawat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *