ANGKASAREVIEW.COM – Menurut sebuah laporan, 76 armada pesawat pengebom Boeing B-52 Stratofortress yang dimiliki Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force/USAF) terancam gagal mendapatkan mesin baru hingga tahun 2020 (paling cepat). Hal tersebut terjadi lantaran dilanjutkannya pembatasan anggaran.
Kongres AS masih berkutat pada pengajuan dana sementara atau yang dikenal dengan resolusi berkelanjutan. Pengajuan pemberian anggaran fiskal tahun 2018 hingga kini belum diterima Senat untuk dikirim ke Gedung Putih, meski tahun fiskal telah dimulai sejak 1 Oktober lalu.
Komandan Komando Serangan Global Angkatan Udara (Air Force Global Strike Command), Jenderal Robin Rand kepada Breaking Defense Kamis (30/11/2017) lalu mengatakan bahwa Gedung Putih telah gagal menyelesaikan permintaan anggaran untuk fiskal 2019. Untuk semua alasan tersebut, keputusan untuk menyematkan mesin baru pada pembom B-52 ‘tidak akan lebih awal dari 2020, jika itu terjadi.’
Bomber kawakan yang kenyang beroperasi pada era Perang Dingin dan perang Vietnam ini memiliki delapan mesin. Partisipan industri seperti Boeing dan Rolls Royce tengah memantau untuk mendapatkan potensi kontrak peremajaan mesin pesawat-pesawat B-52 USAF untuk dapat lancar bernapas kembali selama beberapa dekade ke depan.
Meskipun pesawat bongsor ini besutan pabrikan Boeing, namun kedelapan mesin asli Stratofortress dirancang dan dibuat oleh Pratt & Withney. Tapi sayangnya harapan mereka telah pupus, karena potensi dibukanya kontrak peremajaan tersebut untuk disematkan mesin baru yang lebih hemat bahan bakar telah tertunda.
“Ini adalah cara yang konyol untuk melakukan perhitungan, namun saya khawatir Dephan terjebak dengan hal itu,” imbuh Richard.
Di antara program modernisasi kapal selam nuklir, pengebom jarak jauh B-21 dan F-35, masih terdapat satu ton proyek yang menguras anggaran pengadaan.