AIRSPACE REVIEW – Setelah sebelumnya memberikan persetujuan bagi ekspor jet tempur Eurofighter Typhoon ke Turkiye, Pemerintah Jerman pada 17 April 2025 kembali menyatakan sikapnya untuk memblokir rencana penjualan pesawat tersebut.
Sikap tersebut dinyatakan oleh Partai Sosial Demokrat dan Partai Hijau, tulis surat kabar Jerman Handelsblatt mengutip sumber-sumber lokal.
Dengan demikian, Turkiye berkemungkinan besar gagal memperoleh sekitar tiga lusin jet tempur buatan konsorsium Eropa tersebut.
Dijelaskan bahwa perubahan sikap Berlin terhadap Turkiye dipicu oleh penangkapan pemimpin oposisi Turkiye Ekrem İmamoğlu oleh Ankara baru-baru ini.
Penangkapan tersebut telah menimbulkan dampak di lingkungan NATO, industri pertahanan Eropa, dan geopolitik yang tidak stabil di Mediterania Timur.
İmamoğlu adalah pesaing utama Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdoğan dari partai oposisi. Ia dituduh melakukan korupsi dengan plot bermotif politik. Pejabat Jerman menyebut tindakan Erdoğan sebagai serangan terhadap demokrasi Turki.
Keputusan dengan menggunakan hak veto secara mendadak oleh Berlin, telah membalikkan kemajuan kemajuan sebelumnya di mana akuisisi jet Typhoon oleh Ankara sedang dipersiapkan.
Seperti diketahui, pada awal pengajuan akuisisi Typhoon oleh Turkiye, hanya Jerman yang tidak merestui. Sementara tiga negara lainnya memberikan izin.
Jet tempur multiperan Typhoon dikembangkan oleh konsorsium kedirgantaraan Eropa, Eurofighter, yang terdiri dari Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol melalui kerja sama industri dirgantara masing-masing negara.
Pesawat ini telah banyak digunakan oleh negara-negara Eropa, lebih dari 600 unit, karena terkenal canggih, lincah, beravionik canggih, dan persenjataan yang mumpuni.
Typhoon mampun terbang dengan kecepatan hingga Mach 2, radius tempur lebih dari 1.800 mil (2.896 km), dan mampu membawa beragam persenjataan termasuk rudal udara ke udara jarak jauh Meteor, bom berpemandu presisi Paveway IV, dan lainnya.
Pesawat bersayap delta dan dilengkapi dengan canard ini dapat diandalkan untuk misi superioritas udara, serangan darat, dan pengintaian.
Typhoon dilengkapi radar array pindaian elektronik aktif (AESA) dan sistem pencarian dan pelacakan inframerahnya (IRST) yang memberikan kesadaran situasional tinggi.
Sejak debut operasionalnya pada tahun 2003, Typhoon telah dikerahkan oleh angkatan udara negara-negara Eropa dalam konflik dari Libya hingga Suriah.
Bagi Turkiye, mengakuisisi Typhoon dipandang sebagai langkah penting untuk memperkuat angkatan udaranya yang menua, terutama setelah negara ini dikeluarkan dari program F-35 yang dipimpin AS karena pembelian sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia pada tahun 2019.
Sebelumnya pada Oktober 2024, Kanselir Jerman Olaf Scholz membela ekspor senjata ke Turkiye, dengan menyatakan Turkiye adalah anggota NATO. (RNS)


Sikap tersebut dinyatakan oleh Partai Sosial Demokrat dan Partai Hijau….belum resmi pernyataaan pemerintah Jerman…kecuali yg ngomong kanselir nya atau menterinya
Sdh lemah, semakin memperlemah diri dgn mengganggu turkiye