AIRSPACE REVIEW – Pada awal tahun 1970-an, Angkatan Laut AS (USN) memulai program Naval Fighter-Attack Experimental (VFAX) guna mendapatkan pesawat multiperan sebagai pengganti A-4 Skyhawk, A-7 Corsair II, dan F-4 Phantom II. Pesawat baru ini juga untuk melengkapi armada F-14 Tomcat.
Singkat cerita, proyek pengembangan jet tempur berbasis kapal induk Amerika Serikat terbaru saat itu dimenangkan oleh McDonnell Douglas dengan jet tempur F/A-18 Hornet. Pesawat bermesin ganda ini terbang perdana pada 18 November 1978.
Tak ingin ketinggalan, Uni Soviet yang berseteru dengan AS mulai meluncurkan program serupa untuk mengisi dek kapal induk baru Project 1153.
Sebagai informasi, selama tahun 1970-an, Yak-38 V/STOL merupakan satu-satunya jet tempur berbasis kapal induk milik Angkatan Laut Uni Soviet. Pesawat ini memiliki jangkauan tempur dan muatan yang terbatas.
Tiga biro desain ditunjuk untuk mengembangkan jet tempur baru berbasis kapal induk. Ketiganya adalah Sukhoi yang mengembangkan Su-27K, MiG dengan MiG-29K, dan Yakovlev dengan jet tempur V/STOL supersonik Yak-141.
Su-27K merupakan jet tempur superioritas udara bermesin ganda yang dikembangkan berdasarkan pesawat tempur berbasis darat Su-27 Flanker.
Dibandingkan dengan Su-27, Su-27K memiliki sistem roda pendaratan dan struktur yang diperkuat, sayap lebih besar dan dapat dilipat, canard, serta memiliki daya mesin yang ditingkatkan.
Prototipe pertama Su-27K, yang dipiloti oleh Viktor Pugachyov, berhasil melakukan penerbangan perdananya pada 17 Agustus 1987.
Pugachyov juga berhasil mendaratkan prototipe kedua Su-27K untuk pertama kalinya di atas dek kapal induk Admiral Kuznetsov pada 1 November 1989.
Sayangnya, pada Desember 1991 Uni Soviet runtuh. Saat itu, sebanyak tujuh pesawat Su-27K pra produksi telah dihasilkan.
Program pengembangan jet tempur Su-27K akhirnya dilanjutkan oleh Rusia. Sebanyak 24 pesawat dipesan oleh Kementerian Pertahanan Rusia saat itu.
Selanjutnya Su-27K resmi berdinas di Angkatan Laut Rusia pada 31 Agustus 1998. Pesawat ini mendapatkan kode resmi baru sebagai Su-33.
Su-33 tak lama beroperasi di kapal induk Admiral Kuznetsov. Angkatan Laut Rusia pun memesan MiG-29K sebagai penggantinya pada 2009. Pesawat baru ini mulai berdinas secara bertahap sejak tahun 2015.
Dibandingkan dengan MiG-29K, berat lepas landas maksimum (MTOW) Su-33 adalah 50 persen lebih tinggi. Su-33 juga memiliki kapasitas bahan bakar lebih dari dua kali lipat, yang memungkinkannya terbang 80 persen lebih jauh dibandingkan MiG-29K.
Namun secara fisik, Su-33 memang lebih besar dibanding MiG-29K yang berharga lebih murah. Angkatan Laut Rusia pun dapat mengoperasikan MiG-29K lebih banyak di kapal induk.
Sebagai jet tempur superioritas udara, Su-33 dapat membawa rudal berpemandu seperti R-73 dan R-27E. Namun kalah dibandingkan dengan MiG-29K dalam membawa muatan amunisi udara ke permukaan.
Meskipun masa dinasnya terbilang pendek yakni sekitar dua dekade, Su-33 telah teruji dalam perang alias battle proven.
Pada 15 November 2016, dalam operasi militer besar-besaran Rusia terhadap kelompok teroris di Suriah, sejumlah Su-33 dioperasikan dari kapal induk Admiral Kuznetsov dalam operasi tempur pertamanya.
Pesawat yang dijuluki NATO sebagai Flanker-D ini menyerang fasilitas teroris ISIL dan Al-Nusra di Provinsi Idlib dan Homs di Suriah dengan amunisi presisi udara ke permukaan.
Sasaran utamanya adalah gudang amunisi, pusat pengumpulan dan pelatihan, serta pabrik produksi senjata.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, sedikitnya 30 militan termasuk tiga komandan lapangan tewas akibat serangan tersebut. (RBS)