Sorge, kisah mata-mata Soviet yang menyamar menjadi jurnalis Jerman

Richard Sorge_ Mata-mata Ulung Soviet dalam PD II _ Airspace ReviewIstimewa

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Ketika Uni Soviet menghadapi pasukan Nazi Jerman yang melakukan serangan besar dalam Perang Dunia II, nyaris Negeri Beruang itu kelabakan karena harus menghadapi serbuan musuh yang lain yaitu Jepang dari ‘pintu belakang’.

Jika Stalin, Pemimpin Soviet kala itu, harus menghadapi dua front pertempuran, depan dan belakang sekaligus, tipis kemungkinan ia dapat membendung invasi Jerman yang sudah merangsak mendekati Moskow.

Beruntunglah dalam perang terbesar dalam sejarah itu, Uni Soviet memiliki seorang mata-mata ulung yang mampu memperoleh beragam informasi strategis yang menentukan jalannya peperangan.

Dialah Dr Richard Jorge, salah satu spion terbesar Soviet yang sulit ditandingi oleh spion-spion lainnya kala itu.

Kelahiran Baku

Sorge lahir di Baku (kini di Azerbaijan) pada 4 Oktober 1985. Sejak usia muda ia telah pergi ke Jerman dan masuk menjadi tentara Jerman untuk bertempur dalam Perang Dunia (PD) I.

Seusai PD I, ia meneruskan pendidikannya hingga meraih gelar Doktor (S3) bidang Ilmu Politik di Universitas Hamburg.

Sorge yang tertarik dengan dengan gerakan komunisme kemudian bergabung dengan Partai Komunis Jerman di tahun 1919. Lima tahun kemudian, pada 1924, ia pergi ke Moskow.

Berkat kemampuannya, Sorge selanjutnya dikirim oleh organisasi Komunis Internasional (Comntern) ke China untuk menyusun jejaring-mata-mata di Negeri Panda.

Selama di China, Sorge berhasil menanamkan kesan kuat bahwa ia seorang Jerman yang loyal. Bahkan ia kemudian masuk Partai Nazi pada tahun 1933, tanpa ada yang mengetahui bahwa ia adalah seorang Comintern.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai mata-mata, ia menyamar sebagai seorang jurnalis dan berhasil menunjukkan kecakapannya sebagai wartawan.

Ketika militerisme di Jepang semakin mengeras dan ketegangan semakin meningkat, Sorge dikirim Comintern ke Negari Sakura dan menjadi koresponden untuk pers Jerman di Tokyo.

Karena Sorge dikenal sebagai wartawan Jerman yang cerdas dan paham betul persoalan politik, Duta Besar Jerman di Tokyo kala itu, Jenderal Eugen Ott menariknya sebagai penasehat politiknya. Dengan demikian, aksesnya di Kedubes Jerman pun semakin leluasa, benar-benar seperti tikus di lumbung padi.

Dalam posisinya yang begitu bagus itu, Sorge dapat memperoleh, mengolah, dan mengirimkan berbagai informasi penting ke Moskow tanpa pernah ada yang mencurigai atau diketahui baik oleh pihak Jerman maupun pihak Jepang.

Pada 12 Mei 1941, Sorge melaporkan ke Moskow bahwa Jerman merencanakan untuk menyerbu Uni Soviet pada tanggal 20 Juni 1941 dengan kekuatan 170 divisi. Mereka akan menyerang dari semua lini perbatasan.

Tentara Merah terdesak

Namun demikian, Stalin yang masih mempercayai pakta non-agresinya dengan Hitler, malah mengabaikan informasi strategis dari Sorge tersebut. Padahal, Nazi Jerman saat itu sedang menyiapkan Operasi Barbarosa untuk mengeliminasi Soviet seluruhnya.

Benar saja, walaupun selisih dua hari dengan waktu yang diinformasikan Sorge, operasi besar-besaran militer Jerman itu benar-benar dijalankan pada 22 Juni 1941 di tengah musim panas.

Dengan cepat Tentara Merah tergdesak dan Jerman leluasa merebut wilayah yang amat luas bahkan mendekati ibu kota Moskow.

Seandainya Stalin tidak mengabaikan informasi penting dari Sorge itu, maka pasukan Soviet tentu tidak akan kecolongan

Beruntunglah bahwa kemudian Soviet tertolong oleh Musim Dingin yang membantu Stalin untuk memperlambat terjadinya perang dan akhirnya dapat menghentikan lajunya mesin perang Nazi Jerman ditambah dengan datangnya bala bantuan pasukan segar dari timur.

Pada bulan Agustus 1941, Richard Sorge kembali mengirim informasi strategis mengenai rencana Jepang untuk menginvasi wilayah di selatannya sekaligus menghantam sasaran-sasaran di Pasifik.

Informasi tersebut menegaskan bahwa Jepang tidak punya rencana untuk menyerbu Soviet yang berada di utara Jepang.

Informasi Sorge tidak meleset. Hal ini dibuktikan dengan serangan Jepang atas Pearl Harbor pada awal Desember 1941, sekaligus aksinya ke Asia Tengah dan Pasifik.

Oleh sebab itu, Stalin dengan leluasa dapat memindahkan kekuatannya dari timur ke barat untuk melawan Jerman, tanpa khawatir pintu belakangnya didobrak Jepang.

Seandainya tak ada informasi dari Sorge, Stalin harus bersiaga menghadapi dua front dengan akibat pertahanannya di barat dapat ambruk.

Namun ibarat pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu jatuh juga. Demikian pula dengan penyamaran Dr Richard Sorge yang akhirnya terbongkar juga.

Pada 18 Oktober 1941, Sorge ditangkap oleh dinas kontra spionase Jepang. Ia ditangkap bersama Ozaki Hotsumi, seorang agen mata-mata Soviet lainnya.

Semua personel di militer Nazi Jerman pun gempar. Semuanya tidak menyangka bahwa yang selama ini dianggap sebagai patriot Jerman itu adalah spion ulung Soviet yang informasi strategisnya sangat berharga dan sulit tertandingi.

Sorge dan Hotsumi akhirnya diadili dan divonis mati. Keduanya dihukum gantung pada 7 November 1944 di penjara Tokyo. Itulah peran strategis mata-mata yang taruhannya adalah nyawa.

Dua puluh tahun kemudian, pada 1964, Soviet menganugrahi Sorge dengan gelar Pahlawan Uni Soviet.

-RB/RNS-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *