Me 262, Jet Tempur Operasional Pertama di Dunia (Bagian 2)

Me-262Istimewa
ROE

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Pihak Sekutu semula tidak begitu yakin bila Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) mulai mengoperasikan pesawat jet. Konfirmasi mengenai hal ini kemudian diperoleh pada 25 Juli 1944 tatkala sebuah pembom Inggris, de Havilland Mosquito dari Skadron 544 disergap Me 262 di dekat Munich. Pilot AE Wall dan navigatornya AS Lobban dengan susah payah menghindar dari serangan pesawat Jerman yang baru pertama kali mereka lihat itu.

Kedua awak pesawat Inggris kemudian melaporkan adanya pesawat jenis baru tersebut, dan pihak Sekutu pun menjadi yakin dan waspada.

Setelah Sekutu mendarat di Normandia pada D-Day 6 Juni 1944, dibentuklah satuan Me 262 untuk menghadapinya. Seperti yang dipimpin oleh Mayor Wolfgang Schenk  (Einsatzkommando Schenk) yang ditempatkan di Normandia, dan kemudian ditarik mundur ke Juvincourt dekat Reims.

Tanggal 28 Agustus mencatat hilangnya pesawat Me 262 yang pertama dalam kancah pertempuran. Saat itu, pesawat pemburu AS dari Grup Tempur ke-78 berhasil memaksa sebuah Me 262 yang dipiloti OberfeldwebelLauer mendarat darurat. Pilot AS yang memenangi duel itu adalah Mayor Joseph Myers dan wingman Letnan MD Croy Jr.

Dengan semakin banyaknya serangan pemboman oleh pihak Sekutu, Jerman juga menambah jumlah Me 262. Antara lain dengan membentuk skadron Kommando Nowotnyyang dipimpin salah seorang pilot tempur Jerman terbaik, Mayor Walter Nowotny. Skadron yang berpangkalan di Achmer dan Hesepe awal Oktober 1944 ini melaksanakan tugasnya menyergap pesawat pembom dan pemburu Sekutu.

Persenjataan Me 262A-1a dari skadron ini mengesankan sekali, terdiri dari empat kanon Rheinmetall-Borsig MK 108A-3 30mm. Sedangkan untuk keamanan pilotnya, bagian belakang kokpit diberi lapisan baja sembilan milimeter dan kaca kokpitnya diperkuat.

Dengan kecepatan hingga 855 km/jam pada ketinggian 8.000 m, pesawat ini mampu mengejar setiap pesawat Sekutu. Namun pesawat jet ini pun juga memiliki kelemahan pada saat lepas landas dan ketika akan mendarat. Biasanya pilot Sekutu menunggu momentum seperti itu untuk menyergapnya.

Untuk mengatasinya, di skadron Me 262 diperbantukan pesawat tempur lain sebagai pelindung seperti Focke-Wulf Fw 190D-9 atau Messerschmitt Bf 109. Namun Skadron Nowotny pada 8 November dibubarkan setelah Nowotny tewas dalam pertempuran tatkala Me 262 ditembak jatuh. Sisa pilot dan pesawat jet dari skadron ini digabungkan dengan Jagdgeschwader7, sementara sejumlah Me 262 lain juga dibentuk dalam ketergesaan karena tekanan Sekutu yang semakin menyesakkan.

Dalam pertempuran udara pada 18-21 Maret 1945 dengan skadron Me 262 dari pangkalan Oranienburg dan Parchim, Luftwaffe berhasil memberi pukulan berarti. Waktu itu setiap harinya skadron jet Luftwaffe melakukan sedikitnya 40 sorti, dan untuk pertama kalinya mereka menggunakan roket udara ke udara (unguided) R4M.

Tembakan salvo roket ini banyak dipakai untuk membuyarkan formasi pesawat pembom Sekutu yang terbang rapat.

Diproduksi lebih dari 1.400 unit

Sekalipun Jerman dihujani bom pada siang dan malam hari, upaya Messerschmitt untuk memproduksi pesawat tempur ini sungguh luar biasa. Dalam tempo hanya sekitar 12 bulan alias setahun saja, tercatat 1.433 pesawat jet berhasil dibuat dan diserahkan kepada Lufwaffe, sementara sekitar 500 lainnya hancur akibat serangan udara Sekutu sebelum sempat dioperasikan.

Kehebatan industri Jerman dalam hal ini memang terbukti. Namun kehebatan dalam memproduksi pesawat, tidak dapat diimbangi dengan kenyataan bahwa ketika itu Jerman sudah terdesak dan terjepit. Persediaan bahan bakar menipis, keandalan mesin jet sering masih terganggu, dan beban tugas operasional satuan jet ini pun tidak realistik, terlalu berlebih.

Pilot Sekutu juga banyak yang jeri menghadapi lawan baru ini, terutama karena faktor kecepatannya. Seorang juru tembak pembom B-26 Marauder dari Skadron Pembom ke-432/Grup Pembom ke-17 AS menyatakan, bahwa B-26 adalah pesawat yang bagus dalam pertempuran.

“Namun Me 262 merupakan pesawat tempur mengerikan yang harus kami hadapi. Mereka datang begitu cepat sehingga sulit mengincarnya dan tiba-tiba saja mereka sudah menembakkan keempat kanonnya. Bila saja orang Jerman memakai pesawat jet itu lebih dini, maka kami akan celaka,” ujarnya.

Sekalipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa pilot Me 262 tidak mengalami kesulitan akibat kecepatan pesawatnya. Letjen Adolf Galland sendiri mengakui hal ini dalam interogasi sesudah perang. Ia mengatakan, dengan kecepatan jelajahnya yang tinggi, formasi Me 262 sulit untuk menentukan arah pasti dari pesawat pembom yang mendekat.

Kesulitan lain adalah menjaga hubungan antara lajunya sasaran dengan kecepatan jet sendiri. “Hal ini memang dapat diatasi, namun memerlukan latihan dan praktik yang banyak,” katanya. Galland juga menyatakan bahwa kecepatan tinggi menyulitkan untuk membidik dan melepaskan tembakan dalam jumlah cukup karena waktu yang tersedia begitu singkat.  

Pertempuran udara terakhir pesawat jet ini dialami pada minggu-minggu terakhir menjelang jatuhnya Jerman Nazi. Operasi ini melibatkan skadron-skadron yang tergabung dalam Jagdverband 44 pimpinan Galland di wilayah antara Munich-Riem, serta pesawat Me 262B-1a yang khusus untuk pertempuran malam hari, di wilayah Burg.

Meskipun pesawat jet ini lebih cepat, tidak berarti selalu unggul dalam pertempuran udara. Sejumlah pilot Sekutu tercatat pernah menembak jatuh Me 262 dalam duel udara. Antara lain Charles “Chuck“ Yeager yang kemudian terkenal sebagai orang pertama yang terbang melebihi kecepatan suara dengan pesawat Bell XS-1 pada tahun 1947.

Jumlah pesawat jet di tangan Luftwaffe selama 12 bulan terakhir peperangan meskipun cukup banyak, tetapi semuanya sudah terlambat. Dampak dari munculnya Me 262 secara fisik memang tidak lagi signifikan untuk mengubah jalannya peperangan, namun setidaknya berhasil secara psikologis, membuat para pilot Sekutu lebih risau, was-was, dan harus lebih waspada.

Takluknya Jerman membuat banyak Me 262 yang jatuh ke tangan Rusia atau AS/Inggris. Dari situ baru ketahuan bahwa desain pesawat maupun mesin dari Me 262 ternyata beberapa tahun lebih maju daripada negara-negara lain.

Dengan menguasai pesawat jet rampasan, negara-negara itu dapat mempercepat pengembangan jet mereka sendiri, sehingga hanya dalam beberapa tahun mereka mampu membuat pesawat jet dengan kecepatan melebihi suara.

Bukan satu-satunya pesawat jet Jerman

Sekalipun Me 262 dinilai sebagai pesawat jet pertama yang operasional, namun bukanlah satu-satunya pesawat jet Jerman. Sebelumnya ada Heinkel He 280 yang kemudian dianggap gagal. Selain itu ada pula buatan Messerschmitt, yaitu Me 163 Komet yang berbadan buntek. Pesawat ini selesai dibuat Maret 1941. Setelah itu penerbangan perdana dengan mesin motor roket dilakukan pada 13 Agustus di Karlshagen. Kecepatannya diperkirakan mencapai 800 km/jam.

Namun, karena digerakkan tenaga roket, pesawat revolusioner ini sifatnya “eksplosif” dan kurang dapat diandalkan, pengendaliannya pun cukup sulit, bahkan membahayakan.

Pesawat Me 163B-1a ini dipersenjatai dua kanon Rheinmetall, masing-masing dengan 60 peluru. Jepang juga pernah mendapat desainnya dari Jerman, dan Mitsubishi pernah mencoba mengembangkannya. Salah satunya, J8M1 yang diperuntukkan buat AL Jepang jatuh pada uji terbang 7 Juli 1945.

Di Jerman, skadron khusus uji pesawat Komet dibentuk di Karlshagen. Namun program ini sering tertunda-tunda akibat serangan udara Sekutu, hingga akhirnya produksi disebar di seluruh Jerman dengan perakitan finalnya di tempat rahasia di kawasan Schwarzwald di Jerman selatan.

Setelah jadi, pesawat ini pun ternyata sulit pengoperasianya, baik sewaktu lepas landas maupun mendarat. Demikian pula dengan pemeliharaan dan pengisian bahan bakarnya karena mudah meledak. Pangkalan utama pesawat ini di Brandis dekat Leipzig, untuk melindungi pusat-pusat penyulingan minyak Jerman.

Aksi Komet terjadi pada 28 Juli 1944 terhadap serombongan pembom B-17 yang akan menyerang kompleks minyak di Leuna-Merseburg. Keenam Komet itu tak ada satu pun yang mengenai sasaran karena kecepatannya yang terlalu tinggi sewaktu mendekati sasaran. Dapat dibilang bahwa kinerja pesawat ini tidaklah mengesankan, karena 80% hilangnya pesawat ini justru pada lepas landas dan pendaratannya sendiri, 15% akibat tak terkontrol waktu menukik, dan hanya 5% karena pertempuran.

Heinkel yang gagal dengan He 280, juga mengerjakan program pesawat jet lainnya, yaitu He 162 Salamander, dengan mesin yang digendong di punggung. Pesawat yang dijuluki Volksjager atau ‘pesawat tempur rakyat’ ini terbang pertama awal Desember 1944. Pengembanganya dilakukan buru-buru, dan produksinya diperintahkan tanpa menunggu hasil uji coba.

He 280 dipersenjatai dua kanon MK 108, yang diteorikan sebuah tembakannya akan mampu menjatuhkan sebuah Mustang dan tiga tembakan cukup untuk merontokkan sebuah B-17. Namun di lapangan kinerjanya juga kurang memenuhi harapan, dan April 1945 produksinya dihentikan karena perhatian dipusatkan untuk produksi Me 262.

-RB/JDN-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *