AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Ekosistem sektor penerbangan saat ini mengalami dampak yang cukup besar akibat pandemi COVID-19. Langkah-langkah pemulihan resiliensi kinerja dan bisnis transportasi udara harus segera dirumuskan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub) melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara (Puslitbang TU) bekerja sama dengan Universitas Indonesia mengambil langkah cepat dengan melakukan kajian terkait resiliensi kinerja dan strategi pemulihan bisnis transportasi udara saat ini dan pasca pandemi.
Kepala Balitbanghub (Kabalitbanghub) Umiyatun Hayati Triastuti mengatakan, berbagai kajian secara rutin telah dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri dari akademisi lintas disiplin.
“Kali ini mengenai optimalisasi kinerja dan strategi pemulihan bisnis sektor trasnportasi udara,” ujarnya pada webinar seri #5, Rabu, 23 September 2020, di Jakarta.
Diberlakukannya protokol kesehatan dan tindakan preventif lockdown, lanjut Kabalitbanghub, telah mengakibatkan penerbangan internasional mengalami penurunan secara drastis.
Pada April hingga Mei 2020, misalnya, terdapat penurunan demand sebesar 80,23% dibandingkan tahun lalu yang hanya 13,21%.
“Walau sempat terjadi rebound beberapa waktu lalu, akan tetapi masih berada di atas angka 60%,” jelas Umiyatun Hayati.
Resiliensi kinerja
Sektor transportasi udara berperan sebagai industri vital baik sebagai sumber maupun sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Adanya penurunan permintaan sektor transportasi udara mengakibatkan menurunnya Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 0,18%, konsumsi rumah tangga sebesar 0,55%, dan pendapatan tenaga kerja sebesar 0,54%.
Selain itu, terdapat beberapa sektor lain yang juga terdampak akibat menurunnya output sektor transportasi udara. Di antaranya adalah sektor perhotelan (13,58%), manufaktur (-12,36%), dan sektor perdagangan/jasa (-6,44%).
Kabalitbanghub mengatakan, untuk menjaga keberlangsungan industri transportasi udara, diperlukan strategi yang tepat agar sektor ini tetap dapat beroperasi optimal untuk memenuhi kebutuhan yang ada dan kembali beroperasi normal pasca pandemi.
Perlu diketahui, dalam kajian ini telah ditemukan adanya pola perubahan perilaku pengguna jasa transportasi udara. Hal ini dikarenakan keinginan masyarakat untuk menjaga keselamatan diri dari ancaman COVID-19.
Oleh karena itu, perlu ada upaya mengembalikan perilaku pengguna jasa transportasi udara dengan mengubah persepsi dan opini publik, dengan cara melakukan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat, edukasi tekonologi pendukung kesehatan seperti HEPA, dan pemasangan fasilitas sanitasi secara ekstensif.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan, terkait optimalisasi kinerja dan pemulihan bisnis sektor transportasi, Kementerian Perhubungan telah melakukan berbagai upaya pencegana penyebaran COVID-19. Salah satunya adalah dengan membangun kolaborasi pentahelix dengan melibatkan berbagai stakeholder.
“Saya harap dapat ditemukan cara baru paling efektif untuk menekan laju penyebaran pandemi, terlebih di sektor transportasi udara,” ujar Budi Karya.
Strategi pemulihan bisnis transportasi udara
Aspek dalam pemulihan bisnis penerbangan terbagi ke dalam dua periode. Pada saat pandemi dan pasca pandemi. Pemulihan tersebut meliputi aspek kesehatan, ekonomi, keuangan, kelembagaan, teknis dan sosial budaya.
Upaya dilakukan di antaranya melalui kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam memulihkan kurva permintaan industri penerbangan melalui penemuan dan tersedianya obat atau vaksin terhadap COVID-19, meningkatkan rasa aman dalam bepergian dari keberangkatan hingga daerah tujuan.
Lebih lanjut, upaya kolaboratif dalam memulihkan pendapatan nasional juga perlu dilakukan bersama-sama, sehingga dapat memengaruhi pendapatan individu yang dapat dibelanjakan, dan berimbas pada peningkatan marginal propensity to consume pada sektor transportasi udara.
Di sisi lain, INACA sebagai asosiasi maskapai penerbangan nasional dapat melakukan negosiasi pembayaran bahan bakar avtur pesawat kepada Kementerian ESDM RI dan PT Pertamina (Persero), negosiasi insentif perpajakan kepada Kementerian Keuangan RI, negosiasi kreditur nasional maupun internasional, dan negosiasi insentif pengurangan tarif pelayanan jasa kebandarudaraan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Angkasa Pura I dan II, dan Airnav Indonesia.
Sedangkan maskapai penerbangan, dalam hal korporasi, perlu melakukan lindung nilai (hedging) khususnya yang memiliki banyak utang valas namun pendapatannya dalam bentuk rupiah.
Juga perlu dilakukan risk assessment dan transformasi business process reengineering secara menyeluruh (strategis, cashflow, capital expenditure, operational expenditure, revenue enhancement), restrukturisasi pinjaman/manajemen likuiditas, stabilisasi neraca keuangan, efisiensi biaya penerbangan berjadwal domestik dan internasional, restrukturisasi struktur organisasi, jaringan, dan rasionalisasi armada.
Sementara itu, pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan, pemerintah dapat segera melakukan pembenahan dan penyesuaian aturan serta menetapkan sasaran jangka pendek untuk mengatasi hal ini.
Pembenahan aturan, kata Chappy, sudah selayaknya harus mencakup platform protokol kesehatan yang harus dipatuhi tanpa syarat.
Namun demikian, ujarnya, pola kepatuhan terhadap protokol kesehatan, hendaknya tidak lagi menjadi hambatan dalam membangkitkan gairah penumpang dalam menggunakan kembali jasa transportasi udara.