AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Tahun 2019 ini musibah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kembali menerpa Tanah Air, khususnya di wilayah pulau Sumatera dan Kalimantan.
Untuk membantu musibah tahunan akibat pembakaran yang disengaja oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab ini, TNI AU kembali berpartisipasi ikut memadamkan api.
Proses pembuatan hujan buatan atau dikenal sebagai Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) pun dilaksanakan bekerja sama dengan BPPT, BMKG, dan BNPT. Tiga jenis pesawat dikerahkan, yaitu C-130, CN295, dan NC212.
Selain mengerahkan pesawat yang telah dimodifikasi untuk misi TMC, TNI AU juga mengerahkan pesawat intai strategis Boeing 737-200.
Khusus mengenai pesawai intai digunakan untuk menyisir wilayah kebakaran di provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Sumatera Selatan, TNI AU mengirimkan sebuah pesawat intai strategis bernomor registrasi AI-7302.
Pesawat milik Skadron Udara 5 dari Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan tersebut sengaja diterbangkan ke Lanud Sultan Iskandar Muda, Blangbintang, Aceh Besar pada 22 September 2019 lalu.
Dikutip dari laman Serambi News, pesawat yang diterbangkan oleh Mayor Pnb Hendro Sukamdani bersama tim berhasil menemukan seratus titik api. Disebutkan sebagaian besar berada di wilayah Riau.
Untuk menemukan titik api yang tertutup asap tebal, pesawat menggunakan alat pendeteksi infra merah yang dimiliki AI-7302. Agar aman, pesawat terbang pada ketinggian 15 ribu kaki (4.572 m).
Selanjutnya hasil pantauan dari udara ini diinformasikan kepada Tim Penanggulan Bencana yang beroperasi di masing-masing wilayah.
Berkisah mengenai pesawat intai berbasis Boeing 737-200 ini, Skadron Udara 5 memiliki tiga unit yang diberi nomor registrasi AI-7301 hingga AI-7303.
Pesawat jenis pengamatan udara dan maritim (air & maritime surveillance) ini didatangkan mulai tahun 1981-1983. Kehadirannya untuk menggantikan pesawat intai amfibi Grumman UF-1 Albatross.
Perangkat pendukung misi yang dimiliki pesawat berjulukan Camar Emas ini berupa radar AN/APS-504 yang mampu memindai sasaran di permukaan atau udara sejauh 256 NM (Nautical Mile – Mil Laut).
Pesawat juga memiliki perangkat SLAMMR (Side Looking Airborne Multi Mission Radar) yang dapat mengawasi wilayah perairan seluas 85.000 mil persegi. Selain itu pesawat dibekali sistem navigasi berbasis satelit INS LTN-72R.
Untuk mempertahankan kemampuan dan kinerjanya, pesawat bernomor AI-7301 dikirim ke Amerika Serikat untuk menjalani upgrade pada 1993. Sementara untuk proses peningkatan pesawat lainnya dilakukan di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bandung.
Sejak berdinas di TNI AU, Sang Camar Emas milik Skadron Udara 5 telah banyak jasanya untuk Tanah Air.
Mulai dari pengawasan alur laut terhadap penyusupan kapal asing, pengawasan pencurian ikan, pemantauan karhutla, hingga mencari korban musibah pesawat yang hilang.
Rangga Baswara Sawiyya
editor: ron raider
Kapan kita punya Pesawat AWACS control lebih jauh dan radius radar lebih luas
Boros Biaya operasional itu, mending suruh ucav CH4 yang pindai permukaan dengan infrared mereka, lebih irit bbm dan airframe dan jauh lebih murah pemeliharaan dan pembeliannya