Tujuh Generasi Jet Latih TNI AU (Bagian 1 – Era Orde Lama)

Dok TNI AU
ROE

ANGKASAREVIEW – Sobat Angkasa Review, bercerita tentang jet latih milik TNI AU, tak terasa sejak terbentuk tanggal 9 April 1946 TNI AU telah mengoperasikan tujuh generasi pesawat jet latih. Mulai dari kedatangan DH-115 Vampire tahun 1957 hingga KAI T-50i Golden Eagle yang terbaru dari Korea Selatan pada 2013.

Pada dasarnya semua pesawat jet latih digunakan untuk mencetak calon pilot jet tempur yang sebelumnya telah menuntaskan pendidikan terbang menggunakan pesawat latih mula dan latih dasar bermesin piston atau turboprop. Di antara pesawat latih mula dan dasar yang dimiliki TNI AU adalah AS-202 Bravo dan T-34C Turbo Mentor yang kini perannya digantikan oleh Grob 120TP dan KAI KT-1 Wong Bee.

Berikut kami sajikan kisah singkat tiga pesawat jet latih yang didatangkan era Orde Lama semasa Pemerintah Presiden Sukarno yang Redaksi AR turunkan khusus bagi para sobat pembaca setia AR.

  1. De Havilland DH-115 Vampire
Rangga Baswara Sawiyya

Era jet di lingkungan TNI AU dimulai dengan kedatangan pesawat latih jet DH-115 Vampire buatan de Havilland dari Inggris. Didatangkan sebanyak delapan unit dalam keadaan terurai dan dirakit di Lanud Andir (kini Lanud Husein Sastranegara) Bandung yang juga menjadi home base-nya.

Pesawat bernomor registrasi J-701 hingga J-708 ini semula dimasukkan ke dalam Kesatuan Pancar Gas (KPG) yang diresmikan langsung oleh KSAU Laksamana Muda Udara Suryadi Suryadarma pada 20 Februari 1956. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan KSAU: Skep/56/III/1957 tanggal 20 Maret 1957 KPG diubah menjadi Skadron Udara 11. Ditunjuk sebagai komandannya adalah Kapten Udara Leo Wattimena.

Vampire TNI AU adalah versi T.55 atau dikenal juga dengan versi T.11 sebagai versi ekspor. Jet latih dengan model tempat duduk bersebelahan (side by side) ini juga digunakan AU Inggris (RAF). DH-115 tak dibekali persenjataan, murni digunakan sebagai pesawat latih lanjut untuk mencetak calon penerbang jet tempur.

Di Tanah Air, DH-115 hanya beroperasi selama tujuh tahun saja. Meski begitu, kehadirannya merupakan suatu lompatan hebat bagi TNI AU, karena kala itu masih segelintir negara yang mengoperasikan pesawat latih jet. Seluruh DH-115 akhirnya dijual ke India tahun 1963 akibat kekurangan suku cadang seiring hubungan Indonesia dan Inggris saat itu mulai renggang akibat konflik serumpun antara Indonesia dan Malaysia.

Sobat AR, meski kedelapan unit DH-115 Vampire telah dijual ke AU India, di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta terdapat sebuah Vampire yang dipajang. Jet latih ini didatangkan dari Selandia Baru yang dibarter dengan sebuah pesawat P-51 Mustang milik TNI AU. Vampire asal Selandia baru ini diberi nomor registrasi sebagai J-701.

  1. Aero CS-102 UTI (MiG-15 UTI)
Rangga Baswara Sawiyya

Skadron Udara 11 kembali kedatangan anggota baru sebanyak 20 jet latih CS-102 UTI (MiG-15 UTI) yang tiba di Lanud Kemayoran dari Ceko (dulu Cekoslowakia) pada 14 Agustus 1958. Sobat AR, seperti halnya DH-115 Vampire, jet ini juga memperoleh registrasi dengan kombinasi huruf J (Jet) diikuti tiga angka yang dimulai dari J-751 hingga J-770.

Sebelum kedatangan jet latih ini para kadet penerbang TNI AU dikirim terlebih dahulu ke Ceko dalam tiga gelombang angkatan dengan sebutan Cakra I, II, dan III. Di sana mereka berlatih menerbangkan pesawat pancar gas buatan negara Blok Timur.

CS-102 UTI dibuat secara lisensi oleh pabrik pesawat Aero Vodochody berdasar pesawat MiG-15UTI buatan Uni Soviet. Pesawat mulai diproduksi di Ceko tahun 1954. MiG-15 UTI sendiri mulai dikembangkan di Uni Soviet tahun 1949 berdasar pesawat tempur MiG-15 Fagot. Sesuai dengan bentuk tampilannya yang buntet, NATO menjuluki MiG-15 UTI dengan nama panggilan Midget.

Sobat AR, selain dibuat oleh Ceko, MiG-15 UTI juga di diproduksi oleh Polandia dengan nama SB Lim-1. Kemudian China juga membuatnya melalui pabrik Shenyang dan menamainya JJ-2. Pada masanya, MiG-15 UTI pernah menjadi andalan negara-negara Blok Timur untuk mencetak pilot tempurnya.

Bagi Indonesia sendiri, pembelian jet latih ini jadi pilihan tepat karena digunakan untuk mencetak para pilot yang akan menerbangkan keluarga penumpur rancangan MiG yakni MiG-17, MiG-19 dan MiG-21. Dengan begitu konversi kadet penempur lebih cepat karena semua pesawat dikembangkan oleh satu biro desain.

Pasca-pemberontakan G30S/PKI pasokan suku cadang untuk pesawat buatan negara Blok Timur mulai terhenti akibat dari putusnya hubungan diplomatik dengan negara berpaham kiri (sosialis-komunis). CS-102 UTI milik TNI AU salah satu yang terkena imbasnya hingga akhirnya dilikuidasi awal tahun 1970-an.

Sobat AR, beruntung masih ada pesawat CS-102 UTI yang masih bisa dilihat sampai sekarang. Sebuah menjadi bagian koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta dengan nomor registrasi J-767. Sebuah lainnya menjadi monumen di Kota Nganjuk, Jawa Timur yang bertengger di atas tiang di depan halaman depan Gedung Juang 45 bernomor registrasi J-759.

  1. Aero L-29 Dolphin
Rangga Baswara Sawiyya

Pesawat latih jet ketiga yang sempat didatangkan TNI AU dari Blok Timur adalah L-29 Dolphin yang juga dibuat oleh Aero Vodochody dari Ceko. Sebanyak 18 pesawat didatangkan dan mendapat nomor registrasi A-2901–A2918 (A=Advance Training). Registrasi ini kelak diganti menjadi LL (Latih Lanjut). L-29 mulai memperkuat TNI AU pada pertengahan tahun 1965 sebelum pemberontakan G30S/PKI pecah.

L-29 Dolphin dimasukkan ke dalam Skadik 017 Lanud Adisutjipto, Yogyakarta yang mengemban tugas untuk menangani pendidikan penerbang tingkat lanjut. Mengingat landas pacu Lanud Adisucipto yang kurang panjang, akhirnya operasional L-29 digeser ke Lanud Iswahyudi, Madiun.

Indonesia terbilang beruntung karena termasuk negara pengguna generasi awal L-29 Dolphin yang pada eranya tergolong jet latih modern. Pesawat ini diperoleh hanya selang dua tahun sejak produksi massal pada 1963. Total sebanyak 3.500 unit L-29 Dolphin dibuat dan mulai dikirimkan ke pengguna mulai tahun 1963 hingga 1974. Pesawat ini sekaligus langsung menjadi pesawat latih lanjut standar negara yang tergabung dalam Pakta Warsawa.

Pesawat yang mendapat julukan Maya oleh NATO ini bernasib lebih baik bila dibandingkan dengan seluruh pesawat Blok Timur yang pernah dimiliki TNI AU. Karena, L-29 Dolphin tidak termasuk yang menjadi besi tua. Meski kesulitan dalam perawatan dan hubungan diplomatik dengan Ceko putus, suku cadang pesawat masih dapat diperoleh dari negara ketiga.

Seperti Sobat AR ketahui, di awal tahun 1970-an di mana semua pesawat buatan Blok Timur mulai di grounded termasuk jet latih CS-102 UTI, TNI AU mulai kekurangan dalam regenerasi pilot pesawat tempur. Saat itu L-29 Dolphin adalah satu-satunya pesawat jet latih yang masih bisa diandalkan untuk mencetak penerbang tempur baru.

Tahun 1974 seiring sudah membaiknya hubungan dengan Malaysia, jet latih ini sempat mendidik kadet Malaysia. Bahkan, digunakan terbang navigasi hingga ke Lanud Butterworth, Penang, Malaysia. Dengan menjejakkan kakinya ke tanah Malaya, berarti ini pesawat Blok Timur kedua yang dimiliki TNI AU setelah pesawat angkut An-12 yang digunakan untuk mengangkut diplomat Indonesai ke Malaysia sebelumnya.

Dok TNI AU

Masa pengabdian L-29 Dolphin di Tanah air juga cukup panjang hingga 19 tahun lamanya. Tepat tahun 1983 pesawat ini dinyatakan purnabakti. Tiga tahun sebelum pensiun, pesawat sempat terbang bersama pengganti resminya BAE Hawk Mk.53 dalam terbang Formasi Delta masing-masing empat pesawat, flypast di atas langit  Cililitan, Jakarta pada peringatan HUT ABRI ke-35 tahun 1980.

Sobat setia AR, sebagai tambahan informasi, seperti halnya pesawt P-51 Mustang sebagian L-29 Dolphin dalam kondisi baik dijual ke Amerika Serikat yang kemudian digunakan sebagai pesawat olahraga/hobi di sana. Sebagian lagi di Tanah Air, tiga unit di antaranya disumbangkan ke SMK Penerbangan sebagai bahan praktik siswa, yakni ke SMK Penerbangan di Malang, Purbalingga, dan Solo.

L-29 Dolphin juga dihibahkan untuk museum agar dapat dinikmati warga umum sebagai saksi sejarah. Sebuah dipajang di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta dengan kode LL-2902.

Satu L-29 Dolphin lainnya dalam kondisi apik berada di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang. Pesawat dengan nomor LL-2904 ini juga pernah dipamerkan untuk umum saat dipinjamkan ke Museum Angkut di Kota Batu, Jawa Timur untuk acara khusus peringatan HUT TNI AU ke-71 tahun 2017 silam.

RANGGA BASWARA SAWIYYA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *