ANGKASAREVIEW.COM – Setidaknya dalam jangka waktu empat tahun, sejak 2013 hingga 2017 jumlah konflik di kawasan Timur Tengah (Timteng) terus meningkat. Hal ini menyebabkan naiknya omset bisnis senjata di kawasan ini dan Asia.
Menurut data yang dirilis oleh Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) beberapa hari lalu, sebanyak 32% impor senjata di seluruh dunia dilakukan oleh negara-negara di Timteng.
Di wilayah Timteng, Arab Saudi tercatat menguasai pasar impor senjata. Sebesar 61% alat utama sistem persenjataan Arab Saudi bereasal dari AS, 23% dari Inggris, dan sisanya dari beberapa negara lain. Sebagai catatan tambahan, Jumat minggu lalu (9/3/2018) Inggris telah menandatangani kerja sama multimiliar pound sterling dengan Arab Saudi untuk pengadaan pesawat Eurofighter Typhoon.
Baca juga:
Wow! Arab Saudi Akan Borong 48 Unit Jet Tempur Typhoon
India Cetak Pilot Tempur Wanita yang Pertama
Di wilayah Asia dan Oseania, India tercatat menjadi negara yang memiliki nilai impor pertahanan terbesar, bahkan lebih besar dari Arab Saudi. Dalam empat tahun terakhir, pemerintah India tercatat menghamburkan uangnya untuk modernisasi beragam alutsista mereka.
Berbeda dengan Arab Saudi, India yang tengah berebut pengaruh dengan China dan memiliki konflik panjang dengan Pakistan memiliki kerja sama yang lebih mesra dengan Rusia. Sebanyak 62% nilai impor senjata mereka, termasuk pesawat tempur dan kapal perang berasal dari Rusia.
Namun bukan berarti India meninggalkan AS. Menurut catatan SIPRI, selama empat tahun ini nilai impor alutsista India dari AS melonjak hingga enam kali lipat.
“Ketegangan antara India dan China serta konfliknya dengan Pakistan memaksa India untuk membeli senjata-senjata besar yang belum bisa diproduksi sendiri,” ungkap Siemon Wezeman, salah satu peneliti SIPRI.
Di sisi lain, China yang juga terus menggenjot sistem pertahanannya justru mencatatkan tren yang menurun dalam impor alutsista mereka. Alasannya jelas, China kian hari kian mampu memenuhi kebutuhan alutsistanya sendiri. (IAN)