AIRSPACE REVIEW – Northrop Grumman mengaku mengalami kerugian hingga lebih dari 2 miliar dolar AS (USD) dalam pengembangan pengebom siluman terbaru B-21 Raider. Hal ini diakibatkan oleh membengkaknya biaya pengembangan pesawat penerus pembom lama B-2 Spirit ini.
Perusahaan menandaskan perlunya produksi pembom B-21 lebih banyak untuk menutupi kerugian tersebut.
Sementara itu, Angkatan Udara AS (USAF) sebelumnya menyatakan membutuhkan sedikitnya 145 pembom ini untuk mengatasi meningkatnya ancaman terhadap keamanan AS, dari rencana semula 100 unit.
Akibat peningkatan biaya produksi B-21, Northrop Grumman pada kuartal pertama 2025 telah mengalami kerugian sebesar 49%.
Northrop Grumman mengonfirmasi penurunan laba yang signifikan serta penjualan yang tidak memenuhi ekspektasi karena perubahan dalam program B-21. Terkait hal ini ditambahkan bahwa saham perusahaan telah turun 10% dalam perdagangan pra-pasar.
Sebelumnya, Northrop Grumman telah mengatakan pihaknya memperkirakan akan mengalami kerugian pada masing-masing dari lima lot produksi awal berbiaya rendah (LRIP) pertama pengebom B-21.
Berdasarkan ketentuan kontrak harga tetap yang ditandatangani pada tahun 2015, perusahaan harus menanggung biaya di atas ambang batas tertentu pada pesawat LRIP.
Secara keseluruhan, penjualan kuartal pertama Northrop Grumman berjumlah 9,47 miliar USD, turun 7% dari periode yang sama tahun lalu.
Angka tersebut di bawah rata-rata 9,92 miliar USD yang diprediksi analis seperti dilaporkan Reuters.
Pendapatan bersih sekarang mencapai 481 juta USD, dengan laba per saham sebesar 3,32 USD. Sementara pada periode yang sama dibukukan 944 juta USD dan menghasilkan 6,32 USD per saham.
Faktor utama kerugian tersebut adalah kerugian 477 juta USD dari program B-21.
Setelah biaya pra-pajak sebelumnya sebesar 1,56 miliar USD diumumkan pada Januari 2024, total kerugian pada program B-21 sekarang mencapai lebih dari 2 miliar USD.
Ketua, Kepala Eksekutif, dan Presiden Northrop Grumman Kathy Warden menjelaskan, biaya produksi yang lebih tinggi telah dihasilkan dari upaya perusahaan untuk meningkatkan produksi pesawat pemebom siluman tersebut.
“”Biaya produksi yang lebih tinggi untuk B-21 terutama diakibatkan oleh perubahan proses yang kami buat untuk memungkinkan tingkat produksi yang lebih tinggi, serta peningkatan biaya material yang diproyeksikan, yang sebagian di antaranya terkait dengan dampak ekonomi makro pada harga material,” kata Warden.
Mengenai dampak ekonomi makro, yang mencakup inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan faktor ekonomi yang lebih luas lainnya, Warden mengatakan hal ini terkait dengan kuantitas material pengadaan umum serta harga.
Dia mengakui bahwa perusahaan telah meremehkan jumlah konsumsi kedua material tersebut serta kenaikan harga yang diprediksi.
Meskipun mengaku kecewa dengan dampak finansial ini, Warden menegaskan bahwa perusahaan terus membuat kemajuan yang solid pada program B-21.
“Kami siap untuk memberikan kepada USAF pencegah strategis yang sangat mumpuni ini,” ujarnya.
Dikatakan pula bahwa Northrop Grumman saat ini sedang mengalami kesulitan keuangan, sehingga dibutuhkan jumlah produksi pesawat yang dipesan lebih banyak. (RNS)

