China menjatuhkan sanksi terhadap 20 perusahaan pertahanan AS akibat ekspor persenjataan ke Taiwan: Efektifkah?

China dan ASIstimewa

AIRSPACE REVIEW – China alias Tiongkok, baru-baru ini menjatuhkan sanksi kepada 20 perusahaan pertahanan Amerika Serikat dan beberapa eksekutifnya. Langkah ini sebagai balasan keras terhadap AS yang menyetujui penjualan paket senjata bersejarah senilai 11,1 miliar USD kepada Taiwan.

Pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump, seperti diberitakan media internasional, telah menyetujui paket penjualan senjata terbesar yang pernah ada kepada Taiwan.

Senjata-senjata tersebut termasuk sistem roket canggih HIMARS yang terbukti efektif di Ukraina, howitzer, rudal antitank Javelin, dan berbagai drone.

Washington memandang, paket militer ini penting bagi Taiwan untuk mempertahankan diri di tengah meningkatnya ancaman militer dari China.

Sebaliknya, Beijing menganggap penjualan senjata tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip kebijakan “Satu China” dan merupakan campur tangan AS dalam urusan internal mereka.

Sebagai bentuk balasan dari hal itu, Beijing pun menjatuhkan sanksi terhadap 20 perusahaan pertahanan papan atas AS, termasuk Northrop Grumman, Lockheed Martin, L3Harris Maritime Services, dan Boeing (unit St. Louis).

Perusahaan AS lainnya yang terkena sanksi adalah perusahaan drone, termasuk Teal Drones, Red Cat Holdings, dan Dedrone Holdings.

Mengutip berbagai pemberitaan, sanksi yang dijatuhkan China tersebut di antaranya adalah penyitaan aset dari perusahaan-perusahaan dimaksud yang ada di China.

Sanksi kedua adalah berupa larangan bisnis di mana perusahaan dan individu Tiongkok dilarang berbisnis dengan perusahaan maupun individu dari AS yang telah dikenai sanksi.

Sanksi ketiga adalah larangan ekspor/impor, di mana semua kegiatan tersebut dari Tiongkok ke perusahaan-perusahaan dimaksud dilarang.

Sanksi yang diberikan China ini juga diberlakukan terhadap 10 eksekutif senior AS, di mana mereka dilarang memasuki Tiongkok, termasuk Hong Kong dan Makau.

Bila kita cermati, hukuman yang diberlakukan oleh Beijing ini sedikit banyak mirip dengan hukuman yang dijatuhkan AS melalui sanksi CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act) terhadap negara-negara pihak ketiga yang melanggar aturan AS.

Efektif?

Berbeda dengan pemahaman China yang menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan pertahanan dan individu AS itu dengan tujuan untuk melemahkan pengaruh AS, para analis malah bersikap skeptis terhadap apa yang dilakukan Beijing.

Sejumlah analisis menunjukkan bahwa dampak dari sanksi China dapat dikatakan sangat kecil terhadap bisnis perusahaan pertahanan AS.

Lebih jauh lagi dikatakan, sanksi dari Beijing tersebut sebagai sanksi yang bersifat simbolis saja.

Taiwan News mialnya, yang merujuk pada laporan Reuters, memberitakan bahwa sanksi tersebut tampaknya sebagian besar simbolis, mengingat terbatasnya urusan Tiongkok dengan perusahaan pertahanan AS. Laporan yang sama juga diangkat oleh The Strait Times dan Bloomberg.

Di antara faktor-faktor alasan yang dikemukakan, di antaranya adalah karena bisnis yang sudah terpisah.

Perusahaan seperti Lockheed Martin, Raytheon, dan Northrop Grumman memang sudah tidak memiliki bisnis substansial di Tiongkok. Aturan ekspor AS yang ketat sudah lama melarang penjualan teknologi militer ke China.

Kemudian, mereka hampir tidak memiliki aset lagi di Tiongkok. Penyitaan atau larangan bisnis tidak akan menimbulkan kerugian finansial yang signifikan.

Ditandaskan pula bahwa sanksi yang diberlakukan China ini bukan sanksi pertama, namun sanksi berulang yang diumumkan Beijing.

Perusahaan yang sama, misalnya Lockheed Martin, telah dikenai sanksi berkali-kali, yang menunjukkan sanksi sebelumnya gagal mengubah perilaku mereka.

Namun demikian, meskupun sanksi China dinilai lemah secara ekonomi, pengamat menilai bahwa dampak yang disasar Beijing adalah tujuan politis dan strategis yang kuat.

Beijing semacam ingin memberikan pesan tegas kepada Washington, yaitu menentang keras penjualan senjata ke Taiwan.

Tujuan kedua adalah menunjukkan kepada publik domestik dan dunia bahwa Tiongkok akan membalas dan tidak akan pasif menerima campur tangan AS dalam masalah Taiwan.

Tujuan ketiga, adalah untuk meningkatkan tekanan di sekitar Taiwan, selain melalui latihan militer besar-besaran yang dilakukan sejauh ini. (RNS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *