AIRSPACE REVIEW – Ukraina berhasil mengadaptasi teknologi lama untuk aplikasi medan perang modern, seperti mengintegrasikan peluncur roket RPG-18 era Uni Soviet ke drone FPV (First-Person View).
Pendekatan ini berupaya mengatasi keterbatasan senjata konvensional dengan mengadaptasinya ke kondisi pertempuran saat ini.
RPG-18 adalah peluncur roket antitank portabel yang dikembangkan pada tahun 1970-an. Dirancang sebagai senjata sekali pakai untuk melawan kendaraan perang.
Peluncur ini menembakkan roket diameter 64 mm dengan hulu ledak kuat yang mampu menembus lapisan baja setebal 300 mm.
Namun, kelemahan utamanya adalah jangkauan yang terbatas, yakni 135 hingga 150 m saja, serta tidak adanya sistem pemandu.
Fitur-fitur ini mengharuskan operator untuk berada sangat dekat dengan target agar dapat menyerang kendaraan lapis baja secara efektif, sehingga mereka rentan terhadap tindakan balasan.
Kini, untuk mengurangi risiko tersebut, pasukan Ukraina telah beralih ke solusi inovatif dengan memasang RPG-18 pada drone FPV yang dioperasikan dari jarak jauh.
Metode ini memungkinkan senjata tersebut dikerahkan tanpa membahayakan operator, sekaligus meningkatkan akurasi serangan.
Berkat kemampuan manuvernya, drone ini dapat mendekati target secara diam-diam dan menembakkan roket dari jarak yang aman.
Selain itu, tidak seperti amunisi tradisional, drone ini berpotensi dapat digunakan kembali setelah menyelesaikan misinya, tergantung pada kondisinya.
Penggunaan drone yang dilengkapi RPG-18 ini menunjukkan bahwa Ukraina memiliki persediaan senjata ini dalam jumlah besar, yang diwarisi dari era Uni Soviet.
Setelah pembubaran Uni Soviet pada Desember 1991, Ukraina, seperti negara-negara pecahan lainnya, mewarisi sejumlah besar peralatan militer, termasuk jenis RPG-18. (RBS)
Senjata tua nan uzur jika masih dapat digunakan mengapa tidak, dengan inovasi lah membuatnya berfungsi