Nasib IF-X masih terkatung-katung, Moeldoko: Kerja sama Korea Selatan dan Indonesia harus dicarikan solusianya

Penerbangan Perdana Pilot Uji TNI AU Menggunakan KF-21 di Korea_ Airspace ReviewVia TNI AU
ROE

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai ada tiga isu fundamental yang membuat kerja sama KF-X/IF-X (KF-21 Boramae) antara Korea Selatan dan Indonesia mandek.

Ketiga hal tersebut adalah menyangkut hak kekayaan intelektual, sistem perjanjian, dan hak pemasaran.

Boeing_contoh2

Terhadap ketiga hal tersebut, Moeldoko menandaskan harus dicarikan solusinya agar kerja sama program ini dapat terus berlangsung.

Moeldoko menyatakan hal itu dalam keterangan tertulis kepada media, Senin (2/9), usai menggelar rapat gabungan lintas kementerian dan lembaga untuk membahas nasib proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X yang kini oleh Korea Selatan namanya telah diganti menjadi KF-21 Boramae.

Moeldoko menambahkan, pada kerja sama KF-X/IF-X ini juga terdapat pertaruhan masalah hubungan politik kedua negara.

“Pada kerja sama ini juga ada pertaruhan hubungan politik kedua negara, jangan sampai ini dipertaruhkan dan harus kita pikirkan dengan sungguh-sungguh,” ujarnya.

Kemudian, lanjut mantan Panglima TNI ini, adalah mengenai harmonisasi kerja sama bilateral terkait pengembanan sumber daya manusia dan transfer teknologi. Dia mengatakan, harus ada transfer teknologi dari proyek ini.

“Proyek ini juga berkaitan dengan pengembangan SDM kita, agar insinyur-insinyur kita bisa menguasai teknologi yang juga lebih advance,” lanjut dia.

Masalah lainnya adalah mengenai anggaran. Moeldoko menjelaskan hal itu menjadi keputusan Kementerian Keuangan karena saat ini keuangan negara masih belum bisa membiayai proyek tersebut.

“Awalnya kita semangat, lalu poco-poco (maju-mundur) dan sekarang kita semangat lagi, namun keuangan negara berkehendak lain,” jelas Moeldoko.

Moeldoko menyatakan akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Korea Selatan pada peringatan HUT ke-78 TNI esok.

“Saya akan coba bicarakan terkait kerja sama ini,” ujarnya.

Diketahui, dalam kontrak kerja sama pengembangan KF-X/IF-X antara Korea Selatan dengan Indonesia, Seoul menanggung 60% pembiayaan dan sisanya dibagi rata antara Korea Aerospace Industry (KAI) dan Jakarta yang masing-masing menanggung 20% pembiayaan program.

Namun hingga saat ini, Indonesia baru membayar 17% dari kewajibannya. Sebanyak 83% ditanggung oleh pemerintah Korsel sejak 2016-2022. Indonesia menunggak sebesar 671 juta dolar AS dari total pembayaran 1,3 miliar dolar AS.

Berdasarkan perjanjian kerja sama juga, program Engineering, Manufacturing, and Development (EMD) pesawat ini harus rampung pada 2026.

KAI telah membuat enam prototipe KF-21 Boramae yang kesemuanya telah melaksanakan penerbangan.

Dari enam prototipe yang telah dibuat, dua di antaranya merupakan varian kursi tandem.

Sejumlah pilot dan teknisi dari Indonesia turut mendukung program penerbangan perdana dari seluruh prototipe yang dibuat.

Dua penerbang uji dari TNI AU, bahkan telah ikut merasakan terbang di kokpit KF-21 Boramae.

Pada perjanjian awal kerja sama KF-X-IF-X, Indonesia menyatakan akan mengakuisisi sedikitnya 48 unit IF-X yang akan memperkuat tiga skadron udara. Belum jelas apakah rencana ini masih akan dipertahankan atau tidak.

Sementara Korea Selatan mantap akan mengakuisisi 120 KF-21 Boramae untuk menggantikan armada F-4D/E Phantom II and F-5E/F Tiger II yang sudah menua.

-RNS-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *