TNI AU Salah Satu Pengguna Drone Serang Terkuat di Kawasan

Drone CH-4 TNI AU_ Rangga Baswara SawiyyaRangga Baswara Sawiyya/AR
ROE

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Setelah bertempur selama kurang lebih 44 hari lamanya, dari 27 September hingga 10 November 2020, Armenia akhirnya menyerah terhadap Azerbaijan dalam perang memperebutkan wilayah di perbatasan kedua negara, yakni di Nagorno-Karabakh.

Kemenangan Angkatan Bersenjata Azerbaijan atas Armenia dalam kurun waktu yang tak begitu lama tersebut, tak lepas dari andil penggunaan drone serang/tempur atau populer dengan sebutan UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle).

Boeing_contoh2

Adalah Bayraktar TB2 UCAV, drone produksi Baykar Technologies asal Turkiye ini, yang memainkan peran sangat vital selama Perang Nagorno-Karabakh 2020 tersebut.

Tak hanya sebagai kepanjangan mata bagi Militer Azerbaijan untuk mengawasi posisi lawan, Bayraktar TB2 juga sanggup berperan sebagai pemukul dengan mengeksekusi target strategis lawan secara langsung.

Drone Bayraktar TB2 menyasar sistem radar dan rudal pertahanan udara, sistem artileri medan dan Peluncur Roket Multilaras (MLRS), sistem rudal balistik jarak dekat, beragam kendaraan tempur darat, hingga mengeliminasi kelompok Pasukan Darat Armenia.

Cerdiknya pula, pada tahap awal perang, Angkatan Bersenjata Azerbaijan menggunakan 11 pesawat angkut ringan lama Antonov An-2 era Uni Soviet yang diubah menjadi drone dan mengirimnya terbang di atas Nagorno-Karabakh.

Drone An-2 tersebut dijadikan sebagai umpan ke Sistem Pertahanan Udara Armenia, menggodanya untuk menembak umpan udara tersebut. Dengan begitu posisi musuh pun dapat diketahui keberadaannya di mana, dan setelah itu menjadi tugas Bayraktar TB2 Azerbaijan untuk menghantamnya.

Lepas dari Perang Nagorno-Karabakh 2020, nama Bayraktar TB2 makin melambung dalam Perang Rusia-Ukraina atau Rusia menyebutnya sebagai Operasi Militer Khusus, sementara Ukraina menyebutnya sebagai Invasi Rusia. Perang ini dimulai sejak 24 Februari 2022 dan masih berlangsung hingga saat ini.

Dalam perang ini, Drone Serang Bayraktar TB2 yang digunakan oleh Ukraina kembali menunjukkan peran strategisnya di awal perang hingga Musim Panas tahun 2022.

Drone yang dipersenjatai rudal udara ke permukaan ini membuat kewalahan Pasukan Darat Rusia dan menyebabkan banyak kerugian material persenjataan hingga nyawa di pihak Rusia.

Termasuk dalam hal ini, salah satu aksi yang dianggap paling gemilang, yaitu saat Drone Bayraktar TB2 dan Jet Tempur Su-27 Angkatan Udara Ukraina sukses menggempur habis posisi Pasukan Rusia yang mengusai Pulau Ular milik Ukraina di Laut Hitam pada 7 Mei 2022.

Drone di Asia Tenggara dan Pasifik

Perang Nagorno-Karabakh 2020 dan Operasi Militer Khusus Rusia/Invasi Rusia ke Ukraina, telah menjadi contoh nyata tentang bagaimana drone intai serang yang kecil dan relatif murah dapat mengubah dimensi konflik yang dulunya diwarnai oleh pertempuran darat dan kekuatan udara tradisional.

Drone memberikan beberapa kemampuan taktis baru dan waktu berkeliaran di udara lebih lama dibandingkan dengan pesawat berawak. Pilot drone dengan tenang dan nyaman dapat mengendalikan pesawat tersebut dari jauh, pun bisa berganti operator dengan cepat kapan dibutuhkan.

Biaya operasional drone bersenjata lebih rendah dibandingkan dengan pesawat tempur/serang berawak serta dapat meminimalisir atau mencegah kehilangan nyawa prajurit yang sangat berharga.

Sejatinya, Perang Azerbaijan-Armenia dan Perang Rusia-Ukraina bukan hal pertama digunakannya drone intai serang dalam konflik bersenjata. Sebelumnya, Amerika Serikat telah menggunakan Drone Intai Serang MQ-1 dan MQ-9 di berbagai peperangan di kawasan Timur Tengah seperti di Irak, Iran, Suriah, di kawasan Afrika seperti di Libia dan Somalia, juga di kawasan Asia Tengah/Selatan seperti di Afganistan.

Hal tersebut semakin membuktikan bahwa dalam peperangan modern penggunaan drone semakin menjadi suatu keniscayaan bila ingin memenangi sebuah pertempuran. Sebab, drone memiliki berbagai keunggulan secara khusus untuk melengkapi sistem persenjataan perang modern lainnya termasuk jet-jet tempur mutakhir yang menggunakan radar dan persenjataan presisi.

Penguasaan udara dalam sebuah peperangan, menjadi prasyarat mutlak apabila kita ingin mejadi pihak pemenang. Teori ini di masa silam telah diungkapkan oleh Jenderal Giulio Douhet (1869-1930), ahli teori strategi kekuatan udara Italia yang merupakan tokoh kunci pendukung pengeboman strategis dalam peperangan udara.

Douhet belum pernah menerbangkan pesawat dan hanya melihat tiga pesawat selama hidupnya. Namun secara intuitif ia dapat melihat potensi kekuatan udara yang sangat besar. Perang Dunia II kemudian membuktikan bahwa pesawat pembom lah yang kemudian pada akhirnya menghentikan peperangan paling sengit dalam sejarah dunia hingga saat ini.

Pun demikian dengan Brigadir Jenderal Billy Mitchell (1879-1936) dari Korps Penerbangan Angkatan Darat AS yang kemudian menjadi Bapak Angkatan Udara AS (USAF) serta Marsekal Hugh Trenchard (1873-1956) yang menjadi Bapak Angkatan Udara Inggris (RAF). Kedua tokoh ini berpandangan sama bahwa kekuatan udara (air power) menjadi penentu dalam peperangan.

Seiring perkembangan teknologi, peran kekuatan udara yang awalnya hanya mengandalkan pesawat-pesawat berawak konvensional, kini penggunaan drone yang lebih sederhana dan efisien namun menimbulkan dampak besar menjadi sorotan tersendiri.

Dalam Perang Rusia-Ukraina, misalnya, kita bisa melihat dengan jelas bagaimana drone dapat mengirimkan rekaman videonya secara langsung saat wahana udara nirawak tersebut melepaskan munisi ke kendaraan-kendaraan tempur maupun ke pasukan yang berada di darat. Pasukan musuh pun dibuat tak bisa berkutik lagi, walau mereka bersembunyi di parit, mereka dihabisi dari atas secara akurat.

Demikian juga dengan serangan menggunakan drone kamikaze atau populer disebut loitering munition. Mesin-mesin perang berharga sangat mahal dapat dihancurkan oleh drone-drone yang dirancang melaksanakan misi penghancuran one way ticket tersebut.

Angkatan Udara sebagai salah satu kekuatan tempur yang sangat diandalkan, memang patut dilengkapi dengan beragam teknologi modern mengikuti zamannya, seperti penggunaan drone intai/serang tersebut.

Beruntung dalam hal ini, TNI Angkatan Udara (TNI AU) pun sudah mulai dilengkapi dengan drone intai/serang oleh pemerintah. TNI AU telah membangun dua skadron UAV atau PTTA (Pesawat Tempur Tanpa Awak), yakni Skadron Udara 51 di Lanud Supadio, Pontianak dan Skadron Udara 52 di Lanud Raden Sadjad, Natuna, Kepulauan Riau. Satu Skadron PTTA lainnya, yakni Skadron Udara 53 segera dibangun di Tarakan, Kalimantan Utara untuk menambah kekuatan pertahanan negara.

Kasau-Resmikan-4-Satuan-Baru-di-Natuna
Kasau Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, S.E., M.P.P., CSFA., meresmikan empat Satuan Baru TNI AU di Natuna termasuk Skadron Udara 52 pada 22 Oktober 2021. (Dispenau)

Sebagai pengguna UAV, TNI AU antara lain telah dilengkapi dengan drone intai (tak bersenjata) canggih Aerostar. Kemudian disusul dengan hadirnya drone bersenjata CH-4B Rainbow dari China, yang memulai debutnya pada Latihan Gabungan (Latgab) TNI pada 9-12 September 2019 di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.

Tak berhenti di sampai di situ, di era kepemimpinan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prastyo, S.E., M.P.P., C.S.F.A., TNI AU kembali akan dilengkapi dengan dua tipe drone bersenjata dari Turkiye.

Menurut laporan portal pertahanan internasional Janes (9/2/2023), Kementerian Pertahanan RI di bawah kepemimpinan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah menggandeng dua perusahaan asal Turkiye, yakni Baykar Technologies dengan produknya Bayraktar TB2 dan Turkish Aerospace Industries (TUSAS) dengan produknya drone Anka. Kedua drone ini tergolong drone yang dapat terbang pada ketinggian medium dan terbang lama/jauh atau disebut MALE (Medium-Altitude Long-Endurance).

Seperti telah diuraikan di muka, Drone Bayraktar TB2 merupakan drone yang telah combat proven di berbagai peperangan, sehingga hal ini semakin meningkatkan daya tangkal TNI AU di kawasan.

Pengadaan kedua drone serang tersebut merupakan bagian dari daftar 16 Program Pengadaan Kementerian Pertahanan RI tahun ini melalui anggaran Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan RI.

Kontrak akuisisi drone ini berlaku untuk ditandatangani oleh Kementerian Pertahanan RI hingga 31 Desember 2023. Disebutkan, anggaran untuk pengadaan ini sebesar 200 juta dolar AS untuk UCAV dan 38 juta dolar AS untuk pengadaan munisinya termasuk rudal udara ke permukaan serbaguna MAM-L buatan Roketsan, Turkiye.

Kehendak TNI AU untuk memiliki tambahan drone serang dengan dukungan penuh dari Mabes TNI dan Kementerian/Lebaga terkait ini merupakan keputusan yang tepat melihat dinamika dan pola peperangan modern.

Seiring dengan hal ini, kehendak untuk meningkatkan kekuatan pertahanan negara telah disampaikan dengan tegas oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan. Dikatakan bahwa Presiden RI Joko Widodo bertekad Indonesia harus memiliki pertahanan yang kuat. “Bapak Presiden bertekad kita punya pertahanan yang kuat,” ujar Menhan Prabowo di Lapangan Jingga, Markas Komando Kopasgat, Bandung, Jawa Barat pada 14 Maret 2023.

Menhan-Prabowo-menjadi-Warga-Kehormatan-Kopasgat
Menhan Prabowo Subianto diangkat menjadi Warga Kehormatan Kopasgat di Makopasgat, Bandung pada 14 Maret 2023. (Dispenau)

Dalam kesempatan lainnya, Menhan Prabowo menyatakan bahwa peningkatan kekuatan udara merupakan suatu investasi bidang pertahanan. “Kita ingin memiliki Angkatan Udara yang kuat,” ujarnya saat menyambut kedatangan pesawat angkut terbaru TNI AU dari Amerika Serikat, C-130J-30 Super Hercules di Lanud Halim Peranakusuma beberapa waktu lalu.

Patut dipahami oleh semua pihak, bahwa dalam perang modern yang telah terlihat saat ini, lebih-lebih di masa depan, penggunaan pesawat tempur tak berawak konvensional maupun versi siluman (stealth) bermesin jet akan semakin jamak. Termasuk pula kombinasi jet tempur berawak dengan drone tempurnya (Loyal Wingman). Kombinasi ini disebut sebagai kekuatan tempur kolaboratif yang mulai dicanangkan oleh negara-negara maju dalam konsep Future Combat Air System (FCAS) atau istilah lain sejenisnya.

Saat ini tidak hanya negara-negar maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Israel, Rusia, China dan negara-negara Eropa Barat maupun aliansi pertahanan NATO yang mulai menuju ke arah sana, negara-negara industri lainnya pun turut berlomba mengembangkannya, seperti India, Iran, dan Korea Selatan. Sebagai catatan dan patut dicermati, beberapa negara tetangga Indonesia pun telah memiliki drone intai kelas MALE ini.

Angkatan Udara Republik Singapura (RSAF) misalnya, mengoperasikan drone ISTAR (Intelijen, Pengawasan, Akuisisi Target, dan Pengintaian) buatan Israel dalam jumlah signifikan, yakni Hermes 450/900, Heron, dan Orbiter.

Lalu Angkatan Udara Filipina (PAF) memiliki drone ISTAR jenis Hermes 450/900 serta Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF) yang mendatangkan drone Hermes 900 dari Israel. Disusul Vietnam yang tengah mengembangkan drone HS-6L buatan lokal.

Namun dalam kepemilikan drone bersenjata atau UCAV, baru digunakan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar dengan menggunakan drone CASC CH-3 buatan China. Sementara Malaysia sedang menjajaki pembelian drone TUSAS Anka dari Turkiye.

Di kawasan Pasifik, Angkatan Udara Australia (RAAF) telah memesan drone intai strategis tak bersenjata kelas HALE (HighAltitude LongEndurance) Northrop Grumman MQ-4C Triton dari Amerika Serikat dan tengah mengembangkan UCAV Loyal Wingman bersama Boeing, yakni MQ-28 Ghost Bat.

Di Indonesia, rencana kehadiran dua drone serang baru Bayraktar TB2 dan Anka serta drone Aerostar dan CH-4B yang telah dimiliki sebelumnya, menjadikan TNI AU sebagai salah satu pengguna UCAV terkuat di kawasan.

Didukung pula dengan keberadaan alusista baru lainnya yang akan segera datang dalam beberapa tahun mendatang, seperti pengadaan 42 Jet Tempur Multiperan Rafale dari Prancis yang kontraknya telah berjalan, rencana pengadaan 36 F-15EX dari AS, KF-21 Boramae dari Korea Selatan, serta Pesawat Peringatan Dini dan Kontrol Udara (AEW&C) yang juga akan segera dimiliki, akan menambah daya gentar TNI AU semakin kuat ke depannya.

Di jajaran TNI AU, kombinasi Drone Aerostar, CH-4B, Bayraktar TB2, dan Anka dapat menjalankan misi ISR (Intelijen, Pengawasan, dan Pengintaian) untuk mengawasi dan mengamankan wilayah laut maupun daratan Indonesia yang luas, khususnya di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara tetangga.

Sementara sebagai drone serang bersenjata, CH-4B, Bayraktar TB2, dan Anka dapat digunakan untuk Operasi Militer Perang (OMP) melawan kekuatan asing yang mungkin datang untuk merebut kekayaan dan sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah.

Sebagai negara berdaulat, Pemerintah RI bersama segenap komponen bangsa termasuk TNI/TNI AU dan masyarakat Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan menegakkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). TNI sebagai alat pertahanan negara menjadi garda terdepan dalam mengawasi pergerakan sekaligus mengikis ancaman yang dilakukan kelompok teroris maupun separatis bersenjata yang ingin merongrong keutuhan Bumi Pertiwi.

Dalam amanatnya sebagai Inspektur Upacara HUT ke-77 TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma pada 9 April 2023, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, S.E., M.M., mengingatkan kembali pesan Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Sukarno. “Kuasailah udara untuk melaksanakan kehendak nasional, karena kekuatan di udara adalah faktor yang menentukan dalam perang modern.”

Panglima-TNI-Laksamana-TNI-Yudo-Margono_-HUT-ke-77-TNI-AU
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono memimpin Upacara HUT ke-77 TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma pada 9 April 2023. (Puspen TNI)

Hal tersebut tentunya sangat relevan dengan perkembangan TNI AU saat ini dan di masa yang akan datang dikaitkan dengan perkembangan yang terus bergulir di kawasan.

Mari kita dukung semua upaya dan langkah-langkah Pemerintah RI dan TNI termasuk di dalamnya TNI AU untuk mewujudkan Angkatan Udara yang Profesional, Modern, Tangguh, dan Disegani di Kawasan.

Swa Bhuwana Paksa, Sayap Tanah Air!

-Rangga Baswara Sawiyya-

4 Replies to “TNI AU Salah Satu Pengguna Drone Serang Terkuat di Kawasan”

  1. “TNI AU telah membangun dua skadron UAV atau PTTA (Pesawat Tempur Tanpa Awak), yakni Skadron Udara 51 di Lanud Supadio, Pontianak dan Skadron Udara 52 di Lanud Raden Sadjad, Natuna, Kepulauan Riau. Satu Skadron PTTA lainnya, yakni Skadron Udara 53 segera dibangun di Tarakan, Kalimantan Utara untuk menambah kekuatan pertahanan negara.”

    Melihat dari peta kekuatan skuadron udara UAV/PTTA yang sudah dan segera dibentuk oleh TNI-AU, boleh usul selain bentuk di Tarakan harusnya bentuk juga skuadron UAV di timur Indonesia. Mengingat eskalasi konflik bersenjata non-internasional di Papua antara TNI-Polri dengan KST OPM cukup tinggi, belajar dari case sebelumnya penempatan drone bersenjata disana sangat dibutuhkan untuk mendukung gelar operasi darat dan bantuan tembakan disamping gelar operasi ISR (Intelligence, Surveillance and Reconnaissance).

    Semoga pemerintah bersama TNI dapat mempertimbangkannya demi menjaga keutuhan negara NKRI serta siap dalam menghadapi peperangan modern di abad 21 ini yang sarat teknologi.

    1. Sepertinya semua kekuatan alutsista itu tidak akan ada artinya apabila kita tidak bisa mempergunakannya utk melawan KKB dimanapun di wilayah kita sendiri. Tangan dan kaki seperti diikat karena dogma pengadaan alutsista canggih hanya diperuntukkan utk menangkal serangan dari negara asing yg akan menyerang wilayah indonesia dimana hal tsb rasanya tidak akan (pernah) terjadi dalam waktu dekat. Artinya alutsista kita akan kembali layu sebelum berkembang spt yang sudah2. Kekuatan militer kita saat ini ada di peringkat ke 15 dunia artinya sdh cukup kuat. Yang kita butuh saat ini adalah kekuatan LOBBY dari pemerintah agar kita bisa leluasa menumpas gerakan2 makar/teroris /pemberontak dll didalam wilayah nkri ppdengan menggunakan kekuatan alutsista yang sudah kita punya tanpa kuatir akan terkena sanksi maupun embargo dari negara2 barat atas nama HAM! Patut diingat prajurit kita yang gugur sdh sangat banyak akibat keterbatasan alutsista yg dipakai utk bertempur, jadi sudah sepatutnya pemerintah bertindak tegas.

  2. Boeing
  3. Boeing
  4. Beli senjata Mahal kalo Tidak di Gunakan juga seperti Beli Patung untuk di koleksi Di Museum.Pergunakanlah Untuk prajurit Kita yg sedang Membasmi Kelompok separatis Di Dalam Hutan Papua.dari pada Selalu Parajurit Jadi Korban.Soal HAM, urusan Belakang.Prajurit kita juga Manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *