AIRSPACE REVIEW (airspace-review.coom) – Kementerian Keuangan Indonesia (Kemenkeu) telah menyetujui rencana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk mengakuisisi dua pesawat peringatan dini dan kontrol udara (AEW&C) baru untuk TNI Angkatan Udara, dengan pinjaman yang bersumber dari pemberi pinjaman asing (PLN/Pinjaman Luar Negeri).
Dengan persetujuan tersebut berarti bahwa Kementerian Pertahanan RI (Kemenhan) sekarang dapat secara formal memulai proses evaluasi jenis pesawat yang sesuai dengan PLN untuk mendanai program tersebut.
Melansir Jane’s (9/3), pagu yang disetujui untuk program pinjaman adalah 800 juta USD. Anggaran ini harus mencakup pengiriman dua pesawat bersama dengan komponen terkait, peralatan servis, dan paket pelatihan.
Seperti diketahui, TNI Angkatan Udara saat ini belum memiliki pesawat peringatan dini dan kontrol udara.
Sementara negara tetangga Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik telah memiliki pesawat AEW&C ini.
Angkatan Udara Singapura (RSAF) telah mengoperasikan empat Gulfstream G550 AEW, buatan Amerika Serikat dan Israel. Lalu Angkatan Udara Thailand (RTAF) dengan dua Saab 340 AEW&C buatan Swedia.
Sementara AU Australia (RAAF) mengoperasikan enam E-7A Wedgetail AEW&C dari Amerika Serikat.
Untuk mengevaluasi pesawat mana yang akan diakuisisi, Kementerian Pertahanan memiliki jangka waktu hingga penandatanganan kontrak paling lambat 31 Desember 2024.
TNI Angkatan Udara sendiri sejak lama sudah mengagendakan setidaknya untuk memiliki empat pesawat AEW&C ini, dengan mengajukan kebutuhannya sejak tahun 2014.
Tiga kandidat pesawat yang diminati oleh TNI Angkatan Udara adalah Saab 2000 Erieye AEW&C dari Swedia, C295 AEW&C dari Airbus Defence and Space, dan Boeing E-7A AEW&C dari Boeing, Amerika Serikat.
-RBS-
Kepengennya sih E 7 wedgetail tapi kok kayanya c295 ya dapetnya? Smeoga wegdetail lah
Saya lebih condong memilih C295 AEW&C dari Airbus karna bisa ToT dan berbagi Teknologi dan Kontruksi dengan CN235 Kita nanti nya, bisa Kita pasangi AEW&C dan persenjatan nya.
Semakin mantap aja pertahanan RI