Rafale F4 memberikan kemampuan lebih besar bagi TNI AU

Rafale F4Dassault
ROE

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Rencana Indonesia mengakuisisi 42 jet tempur Rafale dengan kontrak efektif telah berjalan untuk enam unit batch pertama pada 9 September 2022, merupakan salah satu keberhasilan Dassault Aviation, produsen pesawat ini, di Indonesia. Tentu saja, Indonesia bukan satu-satunya negara yang membeli jet Rafale.

Selain negara-negara yang sudah membeli, kecenderungan ke depan diprediksi masih banyak negara yang akan mengakuisisi jet tempur Prancis ini.

Boeing_contoh2

Dassault mampu mengubah perspektif orang yang mencap Rafale sebagai jet tempur mahal menjadi jet tempur yang dibutuhkan bagi pertahanan sebuah negara. Indonesia, adalah salah satu negara yang pada akhirnya menyepakati hal itu.

Di sisi lain, ada “sentiment” terhadap Amerika Serikat yang dipandang menerapkan banyak persyaratan politis terhadap negara yang ingin mengakuisisi jet tempur Paman Sam. Setelah pesawat dioperasikan pun, syarat-syarat tersebut tetap melekat dan harus dipatuhi oleh negara pembeli, bila tidak ingin dihentikan programnya.

Kasus dikeluarkannya Turki dari Program F-35 adalah sebuah contoh teraktual ketika Ankara tidak menghiraukan permintaan Washington untuk membatalkan pembelian sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.

Persyaratan lain juga diterapkan kepada Turkiye apabila mengakuisisi jet F-16 Viper di mana pesawat ini tidak boleh digunakan untuk melanggar wilayah kedaulatan Yunani, terlebih untuk menyerang negara itu. Dari aspek politik, penjualan F-16V ke Turkiye juga akan diizinkan oleh Kongres AS bila Turkiye mendukung Swedia masuk ke keanggotaan NATO.

Di satu sisi, nilai positif dari produk-produk pesawat tempur Amerika Serikat adalah memiliki banyak keunggulan dan lebih mudah dari sisi pengoperasian serta perawatan serta dukungan suku cadangnya.

Amerika Serikat dengan segala perhitungannya dari dulu memang menjaga sistem persenjataan yang dijualnya dan tidak akan sembarangan menjual sistem persenjataan ke negara-negara yang tidak dipercayainya. Dapat dipahami karena selain unsur politik yang dijaga, persenjataan mutakhir AS memiliki banyak kerahasiaan teknologi yang dijaga agar tidak bocor ke pihak-pihak lain.

Cukup mengejukan ketika Washington langsung menyetujui potensi penjualan 36 F-15EX kepada Indonesia, yang diumumkan di hari yang sama ketika Indonesia menandatangani pembelian enam unit Rafale pada 10 Februari 2022.

Sayangnya niat pembelian F-15EX ini oleh Jakarta hingga saat ini masih terkendala anggaran di mana Kementerian Keuangan belum menyetujui akuisisi jet tempur penerus F-15 Eagle lama tersebut.

Di ajang Indo Defence pada November 2022 para petinggi Boeing datang lengkap ke Jakarta untuk memberikan pemahaman kepada para jurnalis dan melakukan lobi dengan para pejabat pemerintahan dan angkatan udara, sebagai salah satu upaya mendorong niat Jakarta untuk mengakuisisi pesawat ini.

Demikian juga dengan Dassault, tidak mau kehilangan momen untuk menggenjot penjualan Rafale di kawasan Asia Tenggara khususnya. Kawasan ini menjadi salah satu pasar utama untuk jet tempur bersayap delta ini.

Di tahun 2022, Dassault mengumumkan berhasil menjual 92 unit Rafale. Penjualan tersebut terdiri dari 80 unit ke Uni Emirat Arab (UEA), 6 ke Yunani, dan 6 ke Indonesia.

Tahun 2022 dicatat Dassault sebagai salah satu tahun komersial yang luar biasa atas penjualan Rafale. Penjualan Rafale di tahun 2022 hampir dua kali lipat dari penjualan Rafale yang dicapai tahun 2021.

Di tahun tersebut, Dassault berhasil menjual 49 unit Rafale yang terdiri dari 37 pesawat untuk ekspor dan 12 untuk militer Prancis.

Pada saat penandatangan kontrak pembelian Rafale di Jakarta di pada Februari 2022, Dassault menyatakan bahwa pesanan 42 Rafale generasi terbaru menunjukkan preferensi Indonesia terhadap Rafale F4 yang merupakan generasi tercanggih. Informasi menyebut rencana akuisisi ini akan memakan anggaran senilai 8,1 miliar (116 triliun rupiah).

Sebelumnya, Dassault Aviation telah mendapatkan pelanggan untuk Rafale dari Mesir, India, Qatar, Yunani, UEA, dan negara lainnya.

Pesanan terbanyak diraih dari UEA dengan 80 unit Rafale F4 di mana penandatanganan kontraknya telah dilaksanakan pada Desember 2021.

Prancis sendiri telah memesan sebanyak 192 unit Rafale yang dibeli dalam beberapa gelombang. Pesanan terakhir adalah 12 unit untuk menggantikan Rafale F3 yang telah dibeli oleh Yunani.

Mesir merupakan negara pengimpr Rafale pertama yang memesan 54 pesawat, terbagi 24 unit yang dipesan pada Februari 2015 dan 30 unit tambahan yang dipesan pada Mei 2021. Mesir menambah satu unit Rafale yang dipesan pada Agustus 2021 untuk menggantikan pesawat yang rusak dalam kecelakaan pada tahun 2019.

Qatar telah memesan 36 Rafale, terdiri dari 24 unit yang dipesan pada Maret 2015 dan 12 unit pada Desember 2017.

India telah menerima pengiriman 36 Rafale yang dipesan pada September 2016 untuk Angkatan Udara India. Dassault kemudian menawarkan Rafale M untuk Angkatan Laut India. Pesawat ini bersaing dengan F/A-18E/F Super Hornet dari Boeing, Amerika Serikat.

Angkatan Laut India membutuhkan 57 unit pesawat baru untuk ditempatkan di kapal induk mereka melalui program Multi-Role Carrier Borne Fighters (MRCBF).

Kepada India, Dassault juga menawarkan Rafale F3-R untuk kebutuhan Angkatan Udara India yang ingin mengakuisisi 114 Multi-Role Fighter Aircraft (MRFA).

Yunani memesan 18 Rafale pada Januari 2021, terbagi dalam 12 unit pesawat bekas Angkatan Udara dan Antariksa Prancis (AAE) serta enam pesawat tempur baru F4R.

Negara lain yang memesan Rafale adalah Kroasia untuk 12 unit Rafale bekas AAE pada November 2021.

Rafale F3-R Standard memasuki dinas AAE pada tahun 2021. Pesawat ini dilengkapi dengan rudal udara ke udara jarak jauh MBDA Meteor dan pod penargetan generasi baru Thales Talios. Sementara untuk semua Rafale yang dikirim sejak 2013 telah dilengkapi dengan radar RBE2 AESA, kata perusahaan.

Pada Rafale F4 terdapat penambahan Helmet-Mounted Display, integrasi rudal udara ke udara Mica NG, serta rudal udara ke darat modular AASM 1.000 kg. Selain itu terdapat peningkatan signifikan pada perangkat Spectra Electronic Warfare (EW), peningkatan frontal sector optronics (OSF), integrasi Thales Talios, radar RBE2 AESA, serta ASMP-A, SCALP, dan AASM 1.000 kg.

Rafale F4 akan memberikan konektivitas yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas pemrosesan data pesawat, peningkatan persenjataan udara ke udara, dan udara ke darat, peningkatan radar dan rangkaian EW, serta ketersediaan dan kesiapan operasional yang lebih besar melalui pengenalan prediksi kesalahan dan sistem bantuan diagnostik.

Varian ini dijadwalkan memasuki layanan dalam dua tahap periode 2023 dan 2025. Perusahaan mengatakan, pesawat ini menawarkan lompatan teknologi strategis dari konfigurasi Rafale sebelumnya.

Sekilas mengenai varian terdahulu, Rafale F1 (France-1) adalah varian pertama khusus untuk Angkatan Laut Prancis. Rafale F2 merupakan varian peningkatan kemampuan udara ke udara dan udara ke darat, sementara Rafale F3 dan Rafale F3R adalah varian serbaguna yang ditingkatkan.

Rafale F1 Standard hanya memiliki kemampuan udara ke udara. Pesawat ini mulai beroprasi pada tahun 2004. Varian F1 memulai debut tempurnya dari kapal induk Charled de Gaulle dalam operasi Enduring Freedom.

Sementara Rafale F2 memasuki layangan di AAE dan Angkatan Laut Prancis sejak tahun 2006.

Mulai tahun 2008 dan seterusnya, pengiriman Rafale menggunakan standar F3 yang juga berkemampuan nuklir serta penambahan kemampuan pengintaian dengan pod Areos. Prancis kemudian dilaporkan akan meningkatkan varian F1 dan F2 menjadi menjadi F3.

Rafale F3 mampu melakukan banyak peran misi yang berbeda dengan berbagai peralatan, termasuk misi pertahanan/keunggulan udara dengan rudal udara ke udara Mica IR dan EM, serta serangan darat presisi menggunakan rudal jelajah SCALP EG dan rudal udara ke permukaan AASM Hammer.

Varian F3 juga mampu melakukan misi serangan terhadap kapal menggunakan rudal penjelajah laut AM39 Exocet. Untuk penerbangan pengintaian menggunakan kombinasi peralatan sensor berbasis pod onboard dan eksternal.

Pesawat juga dapat melakukan serangan nuklir dengan rudal ASMP-A.

Pada tahun 2010, Prancis memesan 200 rudal jarak jauh MBDA Meteor untuk menyerang target udara jarak jauh.

Tahun 2017, Kementerian Angkatan Bersenjata Prancis meluncurkan program Rafale F4.

Varian ini lebih efektif dalam peperangan jaringan-sentris, dengan lebih banyak pertukaran data dan kapasitas komunikasi satelit.

Angkatan Laut Prancis telah melakukan kampanye uji pertama Rafale F4-1 Standard pada bulan April 2021. Pendaratan geladak pertama di kapal induk Charles de Gaulle dilaksankaan pada 9 Desember 2021.

Kehadiran Rafale F4 di beberapa negara pengguna, khususnya Indonesia bila mengakuisi varian ini, tentu akan meningkatkan secara signifikan kekuatan TNI Angkatan Udara sebagai penggunanya nanti. Terlebih bila Jakarta mampu mewujudkan pengadaan 42 unit pesawat ini.

Seperti diuraikan sebelumnya, varian paling canggih ini memiliki berbagai aspek paling mutakhir yang diintegrasikan pada jet tempur Rafale.

Rencananya, pesawat pertama Rafale akan dikirimkan ke Indonesia pada tahun 2026 atau empat tahun ke depan dari sekarang.

Kita tunggu kedatangan jet tempur Rafale dalam beberapa tahun mendatang.

Untuk dipahami, pengadaan pesawat tempur baru memakan beberapa tahun. Pengadaan 36 unit Rafale gelombang berikutnya akan memakan waktu beberapa tahun lebih lama, tergantung kapan Jakarta akan menandatangani kontrak pembeliannya berikutnya dan kapan kontrak tersebut menjadi efektif.

Pengadaan 42 Rafale merupakan program pengadaan jet tempur terbesar bagi Indonesia sejak tahun 2000-an. Pengalaman sebelumnya, akuisisi berkisar di angka kebutuhan satu skadron yang berjumlah 16 unit seperti Su-27/30 atau T-50i. Atau hingga 24 unit seperti pengadaan F-16C/D Block 25 bekas USAF yang ditingkatkan setara Block 52.

-RNS-

One Reply to “Rafale F4 memberikan kemampuan lebih besar bagi TNI AU”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *