AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Tak banyak negara yang bisa membuat kapal induk sekaligus jet tempur di atas deknya. China adalah segelintir negara yang mampu.
Nah berkisah mengenai pengembangan jet tempur berbasis kapal induk ini, perusahaan kedirgantaraan Shenyang (SAC) dipercaya membuatnya untuk ditugaskan pada kapal induk Type 001/002.
SAC mempelajari secara ekstensif prototipe Su-33 yang belum selesai (T-10K-3) dan dibeli dari Ukraina pada 2001. Dikombinasikan dengan pengalamannya memproduksi J-11B (duplikasi Sukhoi Su-27).
Tanggal 31 Agustus 2009, prototipe pertama yang diberi kode resmi J-15 sukses menjalani penerbangan perdananya.
Pada 2013 jet multiperan yang dijuluki NATO sebagai Flanker-X2 ini resmi berdinas.
Hingga 2019 dilaporkan 50 unit J-15 telah memperkuat PLANAF (People’s Liberation Army Naval Air Force).
Pesawat yang juga dijuluki Flying Shark (Feisha) ini tergolong sebagai jet tempur generasi 4 atau 4,5. Mampu beroperasi disegala kondisi cuaca siang dan malam.
Untuk spesifikasinya, J-15 memiliki panjang 22,28 m, rentang sayap 14,7 m, lebar 7,4 m saat sayapnya terlipat, dan tinggi 5,92 m.
Jet dengan MTOW (berat lepas landas maksimum) 33.000 kg ini dibekali dua mesin Shenyang WS-10A turbofan afterburning, masing-masing berdaya dorong 132 kN.
Perihal kinerjanya, J-15 memiliki kecepatan maksimum 2.658 km/jam. Ketinggian terbang hingga 20.000 m dan jangkauan feri sejauh 3.500 km.
Persenjataannya tetapnya berupa kanon GSh-30-1 kaliber 30 mm dengan 150 peluru. Tersedia 12 cantelan senjata di sayap dan badannya.
J-15 dibekali rudal anti pesawat PL-12 dan PL-8. Dan dapat mengusung rudal anti kapal YJ-83K, rudal udara ke darat YJ-83KH dan rudal anti radiasi YJ-91.
Mengenai keberadaannya, J-15 diposisikan sebagai jet tempur transisi sampai tersedianya jet tempur gen-5 berbasis kapal induk, yang kini tengah dikembangkan oleh Shenyang berbasis J-31.
RBS