AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Bisa dibayangkan jika seorang menerbangkan pesawat dengan tenang di hari itu, namun ancaman datang dengan datangnya sekawanan burung yang mengancam keselamatan penerbangan.
Sekawanan burung yang menabrak mengenai tubuh pesawat yang sedang terbang dan menyebabkan birdstrike dapat menyebabkan banyak risiko. Di antaranya gagal bekerjanya mesin pesawat hingga terbakar, rusaknya windshield (kaca pesawat), rusaknya fuselage, hingga kerugian materil.
Birdstrike
Birdstrike merupakan tabrakan antara hewan terbang (biasanya burung dan kelelawar) dengan pesawat terbang.
Mungkin banyak di antara kita yang berpikir bahwa seekor burung yang kecil dan sulit teridentifikasi kelihatannya tidak mungkin untuk dapat merusak tubuh pesawat yang ukurannya jauh lebih besar.
Namun faktanya, sekecil apapun benda jika mengenai pesawat yang sedang melaju cepat akan menciptakan percepatan yang nantinya membuat benda tersebut berdampak merusak pesawat.
Lalu bagaimana cara mengindentifikasi burung berbahaya?
Menurut Allan (2000), mengidentifikasi burung bisa dengan cara mengetahui spesies burung, mengetahui jumlah dalam sekawanan burung, mengetahui lokasi di mana saja burung tersebut sering bertengger, dan mengetahui kebiasaan-kebiasaan burung tersebut, kapan mereka terbang dan kapan mereka bertengger.
Fakta menarik mengenai burung adalah burung menyesuaikan hidupnya dan untuk berkembang biak dengan cara berimigrasi dari satu negara ke negara lain.
Mengapa burung untuk menyesuaikan hidup harus berimigrasi? Dalam satu tahun kita mengalami musim hujan dan musim kemarau. Dan di luar negeri ada yang sampai empat musim yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Di negara yang memiliki empat musim sumber makanan akan berkurang saat musim gugur dan musim dingin tiba.
Saat sumber makanan bagi burung berkurang, para burung yang hidup di daerah tersebut akan berimigrasi ke tempat lain untuk mendapatkan makanan.
Melihat fenomena-fenomena buruk ini pemerintah melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Kementerian Perhubungan mencari solusinya dalam mengadakan penelitian yang menggandeng Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Adapun survei lokasi yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara sebagai berikut, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Dari hasil penelitian di Bandara Soekarno-Hatta ditemukan vegetasi yang dibiarkan menjadi tempat tidur beberapa jenis burung kuntul.
Di bandara baru Yogyakarta International Airport ditemukan bahwa kegiatan pemotongan rumput siang hari dapat mengundang kerumunan burung kuntul di dalam bandara.
Di bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara ditemukan bahwa ketika musim penghujan datang dan persawahan mulai memasuki musim tanam, atau bahkan ketika musim panen datang burung kuntul cenderung terkonsenterasi di luar kawasan bandara.
Dan terakhir di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali ditemukan burung kuntul kerbau berkerumun di area apron pada sore hari sebelum kembali ke tempat istirahatnya.
13,9% dari insiden pesawat terbang pada 2020 disebabkan oleh birdstrike
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Ir. Novie Riyanto sebanyak 13,9% dari kejadian insiden pesawat terbang pada 2020 disebabkan oleh birdstrike. Ia mengatakan hal itu dalam acara FGD Anti-Birdstrike yang diselenggarakan di Yogyakarta, Jawa Tengah (1/12/2020).
Dalam sambutannya Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara Capt. Novyanto Widadi, S.AP, MM menyampaikan maksud dan tujuan dari penelitian anti-birdstrike. Di antaranya, menganalisa jenis-jenis burung yang berada di lingkungan bandar udara, baik burung lokal maupun imigran dari luar negeri, menganalisis fisik, perilaku, pola terbang serta status konservasi setiap jenis burung yang teridentifikasi di lingkungan bandar udara, hazard risk assesment (HRA) terhadap jenis burung yang berada di lingkungan bandar udara, dan untuk melakukan analisis strategis yang efektif dalam pengendalian dan pengurangan keberadaan hewan liar khususnya burung melalui pendekatan habitat management.
Di samping itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perhubungan, Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, M.Sc. mendukung penelitian dan pengembangan Anti Birdstrike yang Efektif untuk Bandara di Indonesia.
Rachmat Kartakusuma