AIRSPACE-REVIEW.com – Asosiasi Perusahaan Perawatan Pesawat Indonesia (Indonesia Aircraft Maintenance Services Association/IAMSA) menyambut positif rencana Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug membangun Edu Aero Park di kawasan Bandara Budiarto/STPI Curug, Tangerang, Banten.
Hal itu dikatakan langsung oleh Ketua IAMSA Rowin Hardjoprakoso Mangkoesoebroto dalam pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Edu Aero Park di Kampus STPI Curug, Senin (16/9/2019).
FGD dibuka oleh Ketua STPI Capt. Novyanto Widadi, S.AP, M.M dan dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari STPI serta IAMSA.
Rowin Mangkoesoebroto mengatakan, konsep Edu Aero Park yang dicanangkan oleh Ketua STPI Curug sejalan dengan apa yang telah dilakukan oleh IAMSA.
IAMSA, ujar Mangkoesoebroto, memiliki visi berkontribusi pada perkembangan industri kedirgantaraan nasional dan misi memberikan layanan MRO (maintenance, repair & overhaul) kepada maskapai baik domestik maupun mancanegara. Dijelaskan, saat ini IAMSA yang beranggotakan 31 perusahaan MRO dari 76 MRO yang ada di Indonesia.

Lulusan Teknik Mesin ITB 1978 ini menjelaskan, pasar perawatan pesawat dunia paling besar saat ini berada di kawasan Asia Pasifik. Sementara untuk wilayah ASEAN, justru adanya di Indonesia.
Meski demikian, lanjutnya, sangat ironis karena pasar yang baru dapat diserap oleh MRO Indonesia baru mencapai 30 persennya saja. Sementara 70 persen pasar lainnya diraup oleh MRO di luar negeri.
Salah satu penyebab hal ini terjadi, kata Rowin yang juga CEO Merpati Maintenance Facility (MMF), adalah karena di Indonesia masih kurang tersedianya hanggar perawatan pesawat. “Untuk itulah, kami mengajukan kepada pemerintah untuk membangun hanggar perawatan pesawat sebanyak-banyaknya,” ujarnya.
Pembangunan hanggar perawatan pesawat, lanjut dia, tentunya akan membutuhkan mekanik yang banyak dan artinya ini membuka lapangan pekerjaan baru.

Namun demikian, Rowin mengingatkan bahwa di Indonesia ini ada dua segmen MRO. Yaitu segmen atas (upper segment) dan segmen bawah (lower segment). Segmen atas misalnya seperti GMF AeroAsia dan Batam Aero Technic (BAT). Mereka umumnya telah mempunyai sertifikasi FAA dan EASA yang juga dibarengi dengan iuran tahunannya yang besar.
Pasar MRO domestik di tahun 2018, kata Rowin, mencapai 1 miliar dolar AS dan baru terserap 30% saja alias 300 juta dolar AS. Inilah yang menjadi tantangan nyata pemerintah dan semua pihak terkai untuk bisa meningkatkan penguasaan pasar.
“Maka dari itu, IAMSA menyambut baik rencana STPI membangun Edu Aero Park sekaligus mengajak STPI untuk proaktif sehingga konsep-konsep yang akan dibangun bisa kami bantu dorong ke pemerintah. Yang jelas, kita sudah pararel dan satu arah dalam membangun aerospace park di Indonesia,” tekannya.

Sementara itu, Ketua STPI dalam pembukaan FGD menyatakan, STPI sebagai kampus penerbangan terbesar dan tertua di Indonesia secara internal akan mengubah penggunaan anggaran. Yang tadinya hanya digunakan untuk bidang pendidikan saja, ke depan akan dialokasikan juga pada pengembangan bisnis aviasi dan bisnis terkait lainnya.
STPI berpandangan, membangun industri aviasi tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Maka dari itu pula, STPI tergerak untuk menyediakan kawasan yang dapat digunakan untuk kegiatan penerbangan dipadukan dengan dunia pendidikan sehingga namanya menjadi kawasan Edu Aero Park.
Ditambahkan, konsep Edu Aero Park yang diajukan ini telah mendapatkan dukungan dari Pemprov Banten dan Pemda Tangerang. Mereka telah melihat lokasi dan meratakan akan mendukung bagik dari sisi regulasi di Pemda maupun akses lebih besar ke STPI/Bandara Budiarto.

“Perlu diketahui, tahun 2022 akan beroperasi jalan tol Serpong – Balaraja di mana terdapat pintu tol di Legok dan Citra Raya. Pemda akan membuatkan gerbang exit tol berjarak 3 km dari kawasan STPI Curug,” ujar Ketua STPI.
Untuk diketahui, sejak dahulu akses menuju STPI Curug memang terbilang sangat terbatas. Untuk mencapai kawasan ini kita harus melalui jalan kecil dan jauh dari pintu tol.
Soal kawasan Edu Aero Park, kata Capt. Novyanto, di Curug terdapat 530 hektar lahan yang dapat digunakan. “Sebagai perbandingan, Seletar Aerospace Park, Singapura itu cuma menggunakan lahan 300 hektar dan dapat menampung 6.000 pekerja. Jadi dengan Edu Aero Park tentunya kita bisa mengembangkan lebih besar. Kami akan membangun klaster pendidikan, klaster industri, serta KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Udara,” ujarnya.

Novy mencontohkan, salah satu KPBU yang berhasil dilaksanakan di Kementerian Perhubungan saat ini adalah kerja sama sejumlah terminal dengan pihak swasta. Terminal yang tadinya kosong sekarang menjadi ramai.
Untuk saat ini, lanjutnya, STPI telah menyiapkan tiga klaster untuk Edu Aero Park. Yaitu Blok A dengan luas 60.000 m2 di lahan STPI, Blok B dengan luas 78.000 m2 di lahan STPI dan Bandara Budiarto, serta Block C dengan luas lahan 91.000 di lahan Bandara Budiarto.

Bicara soal lahan, ungkapnya, seluruh aset yang ada di kawasan Curug ini adalah milik Kementerian Perhubungan sehingga untuk penggunaannya nanti Setjen Kementerian Perhubungan yang akan mengatur.
“Perlu kami sampaikan, STPI sendiri saat ini sudah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dan diberi target pencapaian oleh pemerintah,” ujarnya.
Roni Sontani

