AIRSPACE REVIEW – Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) baru-baru ini mencatat pencapaian operasional signifikan di Timur Tengah dengan berhasil menguji coba peluncuran drone serangan tak berawak berbiaya rendah dan jarak jauh, Low-Cost Uncrewed Combat Attack System (LUCAS).
Pencapaian ini muncul dua minggu setelah militer AS mengumumkan telah membentuk Satuan Tugas Scorpion Strike (TFSS) di wilayah tersebut
Drone kamikaze LUCAS diluncurkan dari atas Kapal Tempur Pesisir (LCS) kelas Independence, USS Santa Barbara (LCS-32).
Personel dari Satuan Tugas 59 Komando Angkatan Laut Pusat AS (NAVCENT) melakukan peluncuran drone tersebut dengan bantuan roket dari dek penerbangan buritan USS Santa Barbara di Teluk Arab pada tanggal 16 Desember 2025, menurut siaran pers resmi.
Didirikan pada tahun 2021, Satuan Tugas 59 telah memimpin upaya untuk memperluas penggunaan operasional platform tanpa awak US Navy, serta kemampuan kecerdasan buatan (AI) baru, di Timur Tengah.
Drone LUCAS disediakan oleh TFSS, yang berada di bawah naungan Komando Operasi Khusus Pusat AS (SOCCENT), markas regional untuk kegiatan operasi khusus di bawah Komando Pusat AS (CENTCOM).
Siaran pers resmi dari NAVCENT tidak memberikan detail spesifik tentang kemampuan yang ditunjukkan selama pengujian, seperti seberapa jauh drone LUCAS terbang, bagaimana cara mengendalikannya atau mengarahkannya, dan apakah drone tersebut mengenai target tiruan di laut atau di darat pada akhir penerbangannya.
Peluncuran yang disebut sebagai yang pertama dari jenisnya ini, membuka dimensi baru bagi kemampuan serangan US Navy di kawasan penuh gegolak tersebut.
Drone LUCAS, yang dikembangkan oleh SpektreWorks dan secara fungsional merupakan klon dari drone kamikaze Iran, Shahed-136.
Drone tersebut kini telah terbukti dapat diluncurkan tidak hanya dari lokasi darat, tetapi juga dari platform laut yang bergerak.
Murah dan Massal
Keberhasilan integrasi sistem LUCAS oleh US Navy menyoroti pergeseran strategis yang signifikan dalam investasi pertahanan AS.
Seperti diketahui, secara tradisional militer AS selalu mengejar keunggulan mutlak melalui pengembangan sistem senjata yang paling canggih, kompleks, dan mahal di dunia, seperti jet tempur siluman atau kapal induk bertenaga nuklir.
Namun, adopsi dan investasi besar-besaran pada drone kamikaze jarak jauh seperti LUCAS, yang, sekali lagi, inspirasinya jelas berasal dari model yang digunakan oleh Iran dan aktor non-negara lainnya, menggarisbawahi realitas baru di medan perang.
Pengamat menilai, fokus AS kini tidak hanya pada kecanggihan saja, tetapi juga pada kuantitas dan biaya yang murah.
Kemampuan untuk menenggelamkan target bernilai tinggi dengan sistem yang dapat diproduksi dengan cepat dan berbiaya puluhan ribu dolar, jauh lebih menarik secara operasional dan finansial daripada mengerahkan rudal jelajah bernilai jutaan dolar.
Kemampuan untuk mengerahkan drone ‘Shahed-136 versi AS’ dari laut akan memberikan opsi serangan yang lebih terdistribusi dan sulit diprediksi, sekaligus berfungsi sebagai umpan yang efektif untuk pertahanan udara musuh, melindungi aset militer AS yang lebih mahal.
Keberhasilan integrasi drone serangan satu arah berjarak jauh dengan Kapal Tempur Pesisir secara drastis meningkatkan fleksibilitas dan jangkauan kemampuan serangan maritim AS.
LCS, yang dirancang untuk operasi perairan dangkal dan pesisir, kini memiliki tambahan daya tembak presisi jarak jauh yang hemat biaya.
Para pejabat militer berharap keberhasilan ini akan mendorong investasi lebih lanjut dalam mengintegrasikan berbagai jenis sistem tak berawak berbiaya rendah ke dalam armada untuk menghadapi tantangan keamanan regional yang terus berkembang. (RNS)


G malu as yah niru shahed 🤣🤣🤣🤣🤣
Apa ndak malu tuh yg sering nuduh negara lain mengkopi teknologi nya skrg di malah ngekor teknologi nya Iran… 😁