Laos dan Rusia akan menandatangani kemitraan militer strategis dan pengembangan energi nuklir

Presiden Laos mengunjungi Presiden RusiaRossiya Segodnya

AIRSPACE REVIEW – Laos dan Rusia akan menandatangani rencana kemitraan militer strategis yang berlaku hingga tahun 2030. Laos juga akan mengandalkan teknologi energi nuklir Rusia untuk meningkatkan sektor kelistrikan domestiknya.

Hal itu terungkap saat kunjungan Presiden Laos Thongloun Sisoulith ke Moskow pada 30 Juli hingga 1 Agustus atas undangan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kesepatakan mengenai rencana kemitraan militer strategis disampaikan oleh Menteri Pertahanan Rusia Andrey Belousov menyampaikan hal ini kepada mitranya dari Laos, Kolonel Jenderal Khamlieng Uthakayson.

Menteri Pertahanan Rusia mengatakan, penandatanganan kesepakatan ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam hubungan kedua negara.

“Saya yakin bahwa pertemuan kita hari ini akan menjadi pendorong yang kuat untuk lebih memperkuat dan mengembangkan hubungan Rusia-Laos di bidang militer,” ujar Belousov.

Uthakayson berterima kasih atas sambutan hangat dan atas penyelenggaraan pertemuan antara keduanya.

“Di tengah memburuknya situasi di dunia dan kawasan, hubungan militer antarnegara Rusia-Laos terus berkembang,” ujarnya.

Sementara itu, Vientiane Times pada hari ini melaporkan, pemanfaatan energi nuklir akan dilakukan Laos untuk tujuan damai.

“Ini terjadi di saat Laos berupaya memanfaatkan energi nuklir untuk tujuan damai guna mendiversifikasi sumber daya, alih-alih terlalu bergantung pada tenaga air,” tulis harian berbahasa Inggris tersebut.

“Peta jalan kerja sama di sektor nuklir akan dilakukan antara perusahaan nuklir Rusia, Rosatom, dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Laos,” lapor Kantor Berita Rusia, TASS.

Saat ini setidaknya 80 persen listrik di Laos dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga air.

Perekonomian Laos sebagian besar didorong oleh sektor pertanian, pariwisata, pembangkit listrik, pertambangan, manufaktur, dan transportasi.

Diversifikasi energi dilakukan Laos di saat yang krusial setelah Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 40 persen atas ekspor Laos ke AS.

Dijuluki “baterai Asia”, Laos sedang berusaha untuk muncul sebagai pemain energi utama di kawasan ASEAN dan saat ini mengekspor listrik ke Thailand dan Kamboja.

Tahun lalu, Laos memperoleh sekitar RM4 miliar (980 juta USD) dari ekspor listrik.

Laos juga merupakan bagian dari ASEAN Power Grid yang ambisius, sebuah jaringan regional yang ditargetkan untuk terintegrasi sepenuhnya pada tahun 2045.

Inisiatif ini bertujuan untuk menyediakan energi yang terjangkau bagi sekitar 670 juta orang di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Badan Energi Internasional, batu bara menyumbang 38,9 persen dari bauran energi Laos, diikuti oleh tenaga air sebesar 35 persen, biofuel dan limbah sebesar 16,5 persen, dan minyak sebesar 9,5 persen. (RNS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *