AIRSPACE REVIEW – Amerika Serikat telah merencanakan serangan terhadap Iran selama bertahun-tahun dan menyampaikan pernyataan yang mengelabui di hari-hari terakhir dengan tujuan untuk memberikan operasi tersebut unsur kejutan yang kuat.
Pilot-pilot pengebom siluman Northrop B-2 Spirit Angkatan Udara AS (USAF) menjatuhkan bom GBU-57 MOP seberat 30.000 pon (13.600 kg) pada Sabtu malam (Minggu dini hari waktu Iran) 22 Juni 2025, terhadap dua fasilitas pengayaan uranium bawah tanah utama Iran.
Para petinggi militer AS menyatakan, serangan tersebut sebagai pukulan telak bagi program nuklir Iran. Program ini dipandang sebagai ancaman eksistensial bagi Israel yang telah mendahului menyerang Iran selama lebih dari satu minggu sejak 13 Juni.
Sementara itu, Angkatan Laut AS (US Navy) mendukung misi kejutan serangan AS tersebut dengan menembakkan puluhan rudal jelajah BGM-109 Tomahawk dari kapal selam mereka ke satu fasilitas nuklir Iran lainnya.
Lepas landas dari jantung AS, pesawat pengebom siluman B-2 menjatuhkan total 420.000 pon (190.509 kg) bahan peledak. Pesawat bebentuk seperti kelelawar hitam itu terbang dengan didukung oleh armada tanker pengisian bahan bakar dan jet tempur.
Pejabat AS mengatakan Iran tidak mendeteksi dan menyadari pengeboman yang masuk. Maka tidak ada tembakan perlawanan terhadap jet siluman Amerika Serikat.
Operasi Palu Tengah Malam mengandalkan serangkaian taktik dan umpan untuk menjaga kerahasiaannya, kata pejabat AS beberapa jam setelah serangan.
Untuk mengelabui dan mengalihkan perhatian Iran, AS telah melancarkan kampanye unsur-unsur penyesatan.
Presiden AS Donald Trump, misalnya, mengumumkan secara terbuka pada hari Kamis bahwa ia akan membuat keputusan dalam waktu dua minggu ke depan mengenai apakah Amerika Serikat akan terlibat dalam Perang Israel-Iran atau tidak.
Pernyataan Trump tersebut dapat diartikan sebagai sebuah gertakan untuk menekan Iran dan memberikan peluang bagi Teheran agar mau melakukan negosiasi.
Namun sebenarnya, ucapan Trump tersebut justru agar Iran lengah dan tidak mengira AS akan melakukan serangan lebih cepat dari yang diperkirakan.
Iran mungkin mengira AS tidak akan mau terlibat dalam perang karena ongkos yang tinggi yang dapat melemahkan ekonomi Amerika. Seperti diketahui, AS sudah banyak menguras anggaran untuk mendukung kampanye perang di berbagai wilayah dunia yang dijalankan oleh Presiden Joe Biden sebelumnya.
Trump bahkan sejak lama memaklumatkan dirinya sebagai ‘presiden antiperang’ atau ‘presiden perdamaian dunia’. Hal itu diwujudkan melalui program penarikan secara besar-besaran pasukan AS di kawasan konflik serta mendesak agar Perang Rusia-Ukraina segera dihentikan.
Walapun, dunia mencatat, kampanye Trump tersebut kontradiktif dengan sikapnya yang tetap tetap mendukung Israel dan bahkan memasok persenjataan ke Israel yang melakukan genisida di Gaza.
Misi pengeboman fasilitas nuklir Iran oleh pengebom B-2, diawali ketika satu kelompok pengebom tersebut terbang ke arah barat dari Pangkalan Angkatan Udara Missouri pada hari Sabtu sebagai umpan.
Untuk mengalihkan perhatian pejabat pemerintah, pengamat maupun media, kawanan pengebom itu terbang menuju Pangkalan Udara AS di Pasifik.
Pada saat yang sama, tujuh B-2 lainnya yang masing-masing membawa dua bom penghancur bunker terbang ke arah timur. Penerbangan yang diawaki dua kru setiap pesawat ini tidak diekspos dan dijaga seminimal mungkin komunikasinya agar tidak menarik perhatian.
Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Angkatan Udara Dan Caine mengatakan dalam konferensi pers hari Minggu bahwa hal itu semua adalah bagian dari rencana untuk mempertahankan kejutan taktis.
Dikatakan juga bahwa hanya sejumlah kecil perencana dan pemimpin utama yang mengetahuinya di Washington dan Florida, Markas Komando Pusat AS (CENTCOM).
Setelah 18 jam terbang secara diam-diam dengan didukung oleh pesawat tanker, pengebom B-2 Spirit yang membawa amunisi berat tersebut tiba tepat waktu dan tanpa terdeteksi di Mediterania Timur, tempat pesawat akan meluncurkan serangan.
Sebelum melintasi wilayah Iran, pengebom B-2 dikawal oleh jet tempur siluman dan pesawat pengintai AS. Total Pentagon mengatakan misi ini melibatkan total 125 pesawat.
Grafik yang dirilis Pentagon menunjukkan rute penerbangan B-2 melewati Lebanon, Suriah, dan Irak. Tidak diungkapkan apakah negara-negara tersebut telah diberitahu sebelumnya mengenai penerbangan AS tersebut atau tidak.
Sebagian besar anggota Parlemen AS juga tidak diberi tahu. Hanya beberapa anggota Partai Republik saja yang diberi tahu terlebih dahulu oleh Gedung Putih sebelum serangan dilakukan terhadap Iran.
“B-2 kami masuk dan keluar dan kembali tanpa sepengetahuan dunia sama sekali,” kata Menteri Pertahanan Pete Hegseth kepada wartawan, Minggu.
Grafik kronologi “Operasi Palu Tengah Malam” yang diperlihatkan Pentagon, menunjukkan bahwa sekitar satu jam sebelum flight B-2 memasuki Iran, kapal selam AS di wilayah tersebut meluncurkan lebih dari dua lusin rudal jelajah Tomahawk terhadap target-target utama, termasuk sebuah situs di Isfahan.

Saat pesawat pengebom AS mendekati target, mereka mengawasi jet tempur dan rudal permukaan ke udara Iran, tetapi tidak menemukan satu pun.
Pukul 18.40 di Washington dan pukul 2.10 pagi di Teheran, pesawat pengebom B-2 pertama menjatuhkan sepasang GBU-57 ke fasilitas pengayaan uranium Fordow yang berada di kedalaman tanah.
Serangan ini adalah pertama kalinya “penghancur bunker” GBU-57 digunakan dalam pertempuran. Setiap bom seberat 30.000 pon dirancang untuk menembus ke dalaman tanah hingga 60 meter sebelum meledakkan hulu ledak besarnya.

AS menjatuhkan bom GBU-57 selama kurang lebih sekitar setengah jam. Rudal jelajah Tomahawk yang ditembakkan dari kapal selam merupakan senjata terakhir Amerika yang mengenai target mereka, termasuk situs nuklir ketiga di Isfahan.
Selengkapnya, Pentagon merilis rincian dalam angka terkait serangan terhadap ketiga fasilitas nuklir Iran yang terdiri dari:
β 75 senjata berpemandu presisi: termasuk 14 bom penghancur bunker GBU-57 yang digunakan oleh tujuh pembom siluman B-2 Spirit, dan lebih dari dua lusin rudal jelajah Tomahawk yang diluncurkan dari kapal selam AS.
β 125 pesawat, termasuk pembom B-2, jet tempur, dan pesawat pengisian bahan bakar (tanker).
Seorang pejabat AS mengatakan bahwa seorang perempuan termasuk di antara para pilot mereka yang menerbangkan pembom B-2 dalam operasi penyerangan terhadap fasilitas nuklir Iran tersebut.
Pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara tentang misi tersebut di depan umum.
βIni adalah serangan operasional B-2 terbesar dalam sejarah AS, dan misi B-2 terpanjang kedua yang pernah diterbangkan, hanya dilampaui oleh misi pada hari-hari setelah 9/11,β katan Caine kepada wartawan, dikutip Associated Press. (RNS)
Pandangan AR:
Tidak ada faktor kebetulan atau dadakan dalam operasi militer, semua dipersiapkan secara matang sejak lama untuk mencapai hasil maksimal. Amerika Serikat tidak sekadar membantu Israel dalam menyerang Iran, namun memiliki objektif tersendiri terkait negara kaya minyak ini di masa depan.
Bagi pengebom B-2 Spirit, ini adalah pembuktian teknologi siluman yang sulit terdeteksi radar dan kiprah tertingginya hingga saat ini sejak mencapai kapabilitas opersional inisial (IOC) pada tahun 1997. Pembom yang hanya dibuat 21 unit dan berharga sangat mahal (2,2 miliar dolar AS per unit) ini menjadi salah satu faktor keunggulan udara tersendiri AS dibanding negara lain.
Iran tentunya tidak akan diam, “Operasi Janji Suci” yang telah terpatri untuk melawan Israel secara langsung dan juga kini AS, menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi banyak negara. Bagaimana pun, Perang Dunia III jangan sampai terjadi dan harus dihindari, bila kita sebagai manusia penghuni Bumi masih ingin hidup lebih lama lagi.

