AIRSPACE REVIEW – Jet tempur J-10C Angkatan Udara Pembebasan Rakyat China (PLAAF) pada 26 Desember 2025 terlihat membawa senjata besar di bawah perutnya, yang diperkirakan rudal antikapal hipersonik YJ-21E.
Perkembangan ini menunjukkan militer China telah berhasil mengadaptasi senjata yang dulunya terbatas pada pesawat pembom strategis seperti H-6K untuk digunakan pada jet tempur multiperan garis depan.
Keluarga YJ-21 adalah rudal balistik antikapal berkecepatan 6 Mach dan mencapai 10 Mach pada fase akhir, dengan jangkauan operasional sekitar sekitar 1.500 km.
Sementara penamaan YJ-21E telah dikaitkan dengan model untuk ekspor, dengan jangkauan yang lebih pendek.
Rudal jumbo ini pertama kali diperkenalkan kehadapan dunia internasional saat dipamerkan dalam Airshow China 2022.
Sedangkan J-10C adalah pesawat tempur multiperan bermesin tunggal bersayap delta-canard, yang secara umum sebanding dengan F-16V, Rafale dan Typhoon.
Pesawat ini mengintegrasikan sensor canggih, tautan data, dan sistem peperangan elektronik, memungkinkannya beroperasi sebagai bagian dari rantai serangan yang lebih luas.
Pamor J-10C berkilau saat digunakan Angkatan Udara Pakistan (PAF) dalam perang udara melawan Angkatan Udara India (IAF) yang dikenal sebagai Operasi Sindoor pada Mei 2025 lalu. Media pertahanan Inggris melaporkan J-10C berhasil menjatuhkan empat Rafale India.
Memadukan J-10C dengan senjata balistik antikapal, memberikan kemampuan serangan maritim yang berdampak tinggi, untuk menargetkan kapal perang permukaan berukuran besar seperti kapal induk, kapal perusak, dan kapal penjelajah.
Kini kombinasi J-10CE (versi ekspor) dengan persenjataan baru seperti YJ-21E menjadi daya tarik bagi pelanggan asing, terutama negara yang kesulitan mendapatkan senjata Barat yang canggih atau penuh persyaratan dalam penggunaannya. (RBS)