Ukraina meluncurkan konsep drone penyergapan yang beroperasi semi-otonom dan mampu bertahan berhari-hari di pepohonan untuk menunggu targetnya.
AIRSPACE REVIEW – Konflik modern terus mendorong beragam inovasi di mana medan perang Ukraina kini menjadi tempat uji coba bagi taktik baru yang mengubah cara kita memahami peperangan drone.
Drone tidak lagi sekadar wahana tak berawak yang berdengung keras di langit. Pengenalan drone hutan oleh sebuah perusahaan Ukraina ini, mengubah konsep senjata yang tidak lagi berpatroli, melainkan bersembunyi dan menunggu untuk menyerang secara mematikan dari balik dedaunan.
Pengembangan drone ini menandai pergeseran filosofi yang signifikan. Konsep kerjanya sederhana, drone akan bersembunyi sepenuhnya di bawah kanopi dan dedaunan, menjadikannya hampir tidak terlihat oleh musuh.
Setelah hinggap di ranting atau dahan pepohonan, drone tersebut akan memasuki mode tidur atau siaga daya rendah guna mengoptimalkan daya tahan baterainya serta menunggu saat yang tepat untuk melakukan penyerangan.
Begitu target terdeteksi dan telah diklasifikasikan, drone segera meluncur dari tempat persembunyiannya dan melakukan elemen kejutan maksimal.
Inovasi drone penyergapan, seperti telah disinggung tadi, lahir dari kebutuhan mendesak di medan perang Ukraina yang berlarut dan menuntut teknologi baru untuk mengelabui sekalifus menetralisir musuh secara efisien dan efektif.
Konflik yang sedang berlangsung, hampir empat tahun ini, mendoeong Ukraina melakukan inovasi cepat dalam sistem drone.
Drone penyergapan merupakan evolusi taktis dari drone FPV (First-Person View) yang lincah. Prinsipnya sederhana, menyembunyikan keberadaan drone FPV agar tidak selalu harus terbang udara untuk mengintai musuh.
Untuk mencapai efisiensi daya dan sifat stealth maksimal, drone ini mengandalkan sistem semi-otonom, dengan membagi tugas antara kecerdasan buatan (AI) dan operator manusia.
Mode operasi menunggu, merupakan mekanisme kendali otonom, di mana pemantauan pasif dan klasifikasi target ditentukan oleh AI tanpa komunikasi radio yang berkelanjutan.
Setelah AI mengunci target, drone akan mengirimkan sinyal ke operator manusia untuk melakukan konfirmasi peluncuran Human-in-the-Loop, guna memastikan tindakan serangan.
Berbeda dengan drone patroli yang harus mengeluarkan energi besar untuk terbang, drone ini hanya membutuhkan daya untuk sensor dan pemrosesan AI.
Disebutkan bahwa baterai drone ini dapat bertahan antara 3-7 hari di pepohonan dan menyerang target dengan durasi baterai untuk 15 menit hingga dua jam.
Konsep drone ini mungkin bukan yang pertama di dunia secara absolut, tetapi ini adalah implementasi pertama yang terbukti efektif di medan perang nyata untuk sebuah sistem senjata drone yang dirancang secara spesifik.
Inovasi ini mengubah hutan dari penghalang visual menjadi matriks penyergapan dengan memanfaatkan sifat kesenyapan. (RNS)
AIRSPACE REVIEW - BAE Systems telah menerima kontrak senilai 11 juta USD dari Korea Aerospace…
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan Uni Emirat Arab (UEA) EDGE Group dan EM&E Group dari…
AIRSPACE REVIEW - Estonia dikabarkan mengakuisisi enam peluncur roket multilaras (MLRS) K239 Chunmoo dari Korea…
AIRSPACE REVIEW - Textron Aviation Defense (TAD) pada 21 Desember 2025 mengumumkan telah menyelesaikan perjanjian…
AIRSPACE REVIEW - Presiden AS Donald Trump meluncurkan rencana militer dan industri ambisius baru, yaitu…
AIRSPACE REVIEW – Fincantieri telah secara resmi menyerahkan Kapal Tempur Serbaguna (Multipurpose Combat Ship/MCS), atau…