AIRSPACE REVIEW – Sejumlah media melaporkan adanya konflik internal yang terjadi dalam konsorsium FCAS (Future Combat Air System) akhir-akhir ini. Namun, pejabat Angkatan Udara dan Antariksa Prancis (AAE) mengatakan keributan industri FCAS terlalu dibesar-besarkan.
“Memang ada perbedaan pendapat, tetapi jangan percaya semua yang Anda baca,” ujar Brigjen Phillipe Suhr, penanggung jawab program tersebut di AAE.
“Kami masih berkomitmen penuh pada program ini bersama mitra kami dan kami akan melakukan yang terbaik untuk menemukan solusi agar dapat terus maju karena kami harus melakukannya,” kata dia di sela-sela konferensi Pesawat Tempur Internasional di Roma.
Ditambahkan bahwa rencana FCAS tetap berjalan dengan jadwal operasional pesawat pada tahun 2040-an.
Seperti diketahui, program FCAS diluncurkan oleh Prancis dan Jerman pada tahun 2017, dengan Spanyol menyusul bergabung kemudian.
Program tersebut untuk mewujudkan jet tempur generasi keenam untuk menggantikan jet Rafale buatan Prancis dan Typhoon dari konsorsium Eurofighter.
Rumor berkembang bahwa Jerman dan Prancis belakangan berselisih paham mengenai pemegang kendali terbesar proyek tersebut. Disebut bahwa Dassault dari Prancis menginginkan porsi terbesar.
CEO Airbus, Guillaume Faury, yang akan berkontribusi pada pembagian kerja Jerman, bulan lalu mengatakan bahwa Dassault harus mundur jika tidak puas dengan pembagian porsi kerja sama.
“Jadi, jika mereka tidak puas dengan apa yang telah diputuskan dan tidak setuju untuk melanjutkan pengaturan ini, mereka bebas memutuskan untuk keluar dari FCAS,” ujarnya.
Suhr berusaha meredam keributan tersebut dan mengatakan ambisi Dassault lebih terkendali daripada yang dilaporkan.
“Ketika Anda membaca Dassault menginginkan 80 persen, itu tidak realistis,” jelas dia.
Di tengah tersendatnya program FCAS, program jet tempur generasi keenam lainnya yaitu GCAP (Global Combat Air Programme) yang sedang dikembangkan oleh Italia, Inggris, dan Jepang tampaknya menunjukkan kemajuan.
Dalam keterangan pada hari Rabu, kontraktor utama Italia, Leonardo, mengatakan akan memperoleh kontrak nasional senilai lebih dari 1 miliar euro untuk program pesawat tempur tersebut pada bulan Desember.
“Pesaing kami melambat,” ujar CEO Roberto Cingolani kepada para analis, mengomentari FCAS.
Berpidato di konferensi Pesawat Tempur Internasional Roma, seorang pejabat militer Italia memberikan wawasan tentang bagaimana Roma memandang GCAP sebagai peluang untuk menyeimbangkan pembangunan teknologi berdaulat serta berbagi teknologi tersebut dengan mitra Inggris dan Jepangnya.
Seperti dilaporkan Defense News Kolonel Antonio Vivolo, perwakilan teknis senior GCAP di kantor persenjataan Kementerian Pertahanan Italia, mengatakan bahwa jika negara-negara ingin terus mengikuti perkembangan teknologi krusial yang cepat berubah, mereka membutuhkan otonomi nasional, bahkan dalam kemitraan seperti GCAP.
“Tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan pesawat tempur baru, melainkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kedaulatan teknologi dan industri sehingga ketika skenario, ancaman, dan mitra berubah, kita dapat mengkonfigurasi ulang kemampuan kita tanpa menegosiasikan ulang kebebasan bertindak kita dengan pihak ketiga,” ujar dia.
“Tanpa kedaulatan yang mendalam ini, generasi keenam akan tetap menjadi konsep indah yang diatur oleh pihak lain, dan ini bukanlah sebuah pilihan,” tambahnya. (RNS)
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan udara dan antariksa Rusia, Almaz-Antey Aerospace Defense Concern, telah menandatangani…
AIRSPACE REVIEW - Akuisisi 20 unit jet tempur Eurofighter Typhoon oleh Turkiye, melalui kontrak senilai…
AIRSPACE REVIEW - BAE Systems telah menerima kontrak senilai 11 juta USD dari Korea Aerospace…
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan Uni Emirat Arab (UEA) EDGE Group dan EM&E Group dari…
AIRSPACE REVIEW - Estonia dikabarkan mengakuisisi enam peluncur roket multilaras (MLRS) K239 Chunmoo dari Korea…
AIRSPACE REVIEW - Textron Aviation Defense (TAD) pada 21 Desember 2025 mengumumkan telah menyelesaikan perjanjian…