AIRSPACE REVIEW – Badan intelijen Norwegia membenarkan bahwa Rusia telah meluncurkan rudal jelajah 9M730 Burevestnik (NATO: SSC-X-9 Skyfall) dengan sistem propulsi nuklir baru-baru ini. Badan tersebut juga mencatat bahwa jarak jangkau Burevestnik telah melebihi jarak jangkau sebelumnya.
Peluncuran tersebut dilaporkan dilaksanakan dari lokasi uji coba Novaya Zemlya, sebuah lokasi yang secara historis terkait dengan eksperimen nuklir Soviet dan Rusia.
Pernyataan tersebut memperkuat klaim Moskow bahwa rudal Burevestnik terbang sejauh 14.000 km selama 15 jam pada 21 Oktober 2025.
Rusia mengklaim, jarak jangkau tersebut bukanlah jarak jangkau maksimal yang dapat dicapai Burevestnik. Demikian juga dengan durasi terbangnya, bukan durasi maksimal.
Ditandaskan bahwa Burevestnik adalah senjata strategis dengan jarak jangkau tak terbatas. Klaim Rusia ini awalnya ditanggapi skeptis.
Inti dari skeptisisme tersebut terletak pada teknologi propulsinya. Mesin ramjet nuklir, dalam bentuknya yang paling sederhana, bekerja dengan memaksa udara masuk melewati inti aktif reaktor dan kemudian memanaskannya hingga lebih dari 1.000°C untuk menghasilkan daya dorong, yang secara efektif menciptakan emisi radioaktif.
Konsep ini sebenarnya bukanlah hal baru. Amerika Serikat telah mengeksplorasinya pada akhir 1950-an di bawah Proyek Pluto untuk mengembangkan SLAM (Supersonic Low Altitude Missile).
Rudal tersebut seharusnya dilapisi emas untuk menahan radiasi, tetapi program tersebut akhirnya dibatalkan karena risiko keselamatan yang tidak terkendali.
Intelijen Norwegia memantau semua aktivitas nuklir Rusia di Arktik dengan presisi tinggi dan secara rutin mendeteksi lonjakan radiasi sekecil apa pun.
Namun, setelah uji coba ini, Oslo tidak melaporkan adanya tingkat radiasi abnormal.
Sementara itu para analis menduga semburan radioaktif dari uji coba tersebut belum mencapai Norwegia, atau Rusia mungkin telah menggunakan konfigurasi propulsi yang berbeda, khususnya, sistem termal nuklir loop tertutup.
Dalam desain siklus tertutup, udara tidak terpapar langsung ke inti reaktor. Sebaliknya, udara dipanaskan secara tidak langsung melalui penukar panas menggunakan pendingin logam cair seperti timbal-bismut.
Uni Soviet sebelumnya mengembangkan reaktor kompak semacam itu untuk kapal selam, terutama untuk K-27 eksperimental dan kemudian untuk kelas Proyek 705 (Lira).
Meskipun teknologi ini menawarkan kepadatan daya yang mengesankan, teknologi ini membutuhkan perawatan dan kontrol suhu yang konstan agar pendingin tidak membeku.
Merawat reaktor logam cair terkenal sulit. Campuran bismut-timbal harus tetap di atas 125°C. Jika mendingin dan membeku, seluruh sistem perpipaan reaktor akan tersumbat dan rusak permanen.
Kompleksitas ini pada akhirnya menyebabkan pensiunnya dan pembongkaran semua kapal selam Soviet yang dilengkapi reaktor semacam itu.
Namun, untuk rudal jelajah, batasan ini menjadi tidak relevan. Reaktor pada rudal Burevestnik dirancang untuk operasi sekali pakai, diaktifkan sekali untuk mendukung penerbangan rudal tersebut. (RNS)
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan udara dan antariksa Rusia, Almaz-Antey Aerospace Defense Concern, telah menandatangani…
AIRSPACE REVIEW - Akuisisi 20 unit jet tempur Eurofighter Typhoon oleh Turkiye, melalui kontrak senilai…
AIRSPACE REVIEW - BAE Systems telah menerima kontrak senilai 11 juta USD dari Korea Aerospace…
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan Uni Emirat Arab (UEA) EDGE Group dan EM&E Group dari…
AIRSPACE REVIEW - Estonia dikabarkan mengakuisisi enam peluncur roket multilaras (MLRS) K239 Chunmoo dari Korea…
AIRSPACE REVIEW - Textron Aviation Defense (TAD) pada 21 Desember 2025 mengumumkan telah menyelesaikan perjanjian…
View Comments
Yg pasti eropa as ketakutan g bisa tdr tenang 🤣🤣🤣🤣🤣
Uuuuurrrrraaaa
The use of nuclear power for any missile must be stop for humanity.
Rusia number one