AIRSPACE REVIEW – Dassault Aviation dari Prancis menyatakan Taiwan menunjukkan minatnya untuk mengakuisisi jet tempur multiperan canggih Rafale.
Namun disebutkan bahwa penjualan Rafale menjadi keputusan politik Pemerintah Prancis, bukan keputusan produsen pesawat.
Ketertarikan Taiwan taiwan berkaitan dengan armada Mirage 2000 mereka yang hampir mencapai akhir masa operasionalnya.
Diketahui, Taiwan membeli Mirage 2000-5 dari Prancis pada tahun 1990-an. Total 60 pesawat dioperasikan oleh Angkatan Udara Taiwan (ROCAF), enam di antaranya mengalami kecelakaan.
Selanjutnya pada tahun 2024, Taiwan menggelontorkan sekitar 340 juta USD untuk kontrak dengan perusahaan Prancis Safran dan MBDA guna memasok suku cadang mesin dan rudal udara ke udara untuk Mirage 2000 mereka.
Pemerintah Taiwan juga mengalokasikan 4,8 juta USD untuk studi bersama Dassault tentang apakah Mirage 2000 versi tandem dapat tetap beroperasi hingga 20 tahun ke depan atau 2045.
Namun dengan mempertahankan armada Mirage 2000 tetap aktif, Taiwan menghadapi tantangan berat, karena perusahaan Prancis tak lagi memproduksi suku cadangnya.
Terlebih, Angkatan Udara dan Antariksa Prancis akan menghapus seluruh armada Mirage 2000 miliknya pada tahun 2030.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan bahwa Undang-Undang Perencanaan Militer berikutnya untuk periode 2024-2030 mengamanatkan pergantian armada jet tempur Angkatan Udara dan Antariksa Prancis menjadi semua Rafale.
Prospek Taiwan mengakuisisi Rafale dinilai akan memicu reaksi keras dari Beijing, sehingga membuat Pemerintah Prancis berhati-hati untuk mengekspornya ke Taiwan. (RBS)


Paling aman ya berikan opsi penambahan armada Mirage 2000 bekas pakai Udara dan Antariksa Prancis saja karena mereka akan menghapus seluruh armada Mirage 2000 miliknya pada tahun 2030 mendatang, cukup beresiko jika Prancis tetap nekat jual Rafale ke Taiwan