Malaysia dikabarkan batal membeli F/A-18 Hornet bekas Angkatan Udara Kuwait dan akan beralih ke jet tempur generasi kelima, benarkah?

F-18 Hornet KuwaitIstimewa

AIRSPACE REVIEW – Malaysia dikabarkan telah memutuskan untuk membatalkan pembelian 33 jet tempur F/A-18 Hornet bekas Angkatan Udara Kuwait dan akan beralih ke jet tempur generasi kelima.

Rencana yang telah digagas sejak 2017 dan dibahas secara intensif sejak tahun 2024 serta telah menerima persetujuan resmi dari Amerika Serikat pada pertengahan 2025, ini tidak jadi dilaksanakan karena beberapa hal.

Disebutkan bahwa serangkaian kendala logistik, keuangan, dan teknis menjadi landasan pengambilan keputusan tersebut, tulis portal Malaysia, Twentytwo13.

Keputusan pembatalan juga dibuat karena armada Hornet Kuwait terbukti tidak sesuai dengan kebutuhan Malaysia.

Meskipun harga per pesawat relatif rendah, sekitar 900.000 USD, biaya tambahan untuk modernisasi, integrasi, dan dukungan logistik dapat melebihi 4 juta USD per unit.

Masalah lainnya, adalah tidak tersedianya jet tempur tersebut dalam waktu cepat karena Kuwait baru akan meleas armada Hornetnya setelah menerima F/A-18E/F Super Hornet dan Eurofighter Typhoon yang pengirimannya ditunda hingga 2026 serta jadwal mulai beroperasi pada 2027 atau 2028.

Hal tersebut akan memperlambat proses transfer dan tidak akan berdampak langsung pada pertahanan udara Malaysia.

Lebih lanjut, para ahli menyoroti bahwa jet tempur Hornet Kuwait masih menggunakan sistem yang lebih tua, seperti radar AN/APG-65 dan perangkat lunak SCS25XK, sementara armada Malaysia sudah beroperasi dengan radar AN/APG-73 dan datalink Link 16.

Hal ini berarti perlunya investasi tambahan untuk peningkatan, waktu henti untuk modifikasi, dan risiko kelelahan struktural pada badan pesawat, meskipun jumlah jam terbang yang terakumulasi masih rendah.

Pemerintah Malaysia menilai akan lebih strategis untuk berinvestasi dalam program jangka panjang, seperti LCA (Pesawat Tempur Ringan) dan MRCA (Pesawat Tempur Multiperan), daripada mengalokasikan sumber daya untuk pesawat yang sudah dianggap usang.

Sejalan dengan itu, Malaysia telah mulai mengevaluasi opsi-opsi lain, termasuk pesawat tempur generasi kelima, untuk pembaruan armada yang dimulai pada dekade mendatang.

Beberapa kandidat yang dipertimbangkan adalah Dassault Rafale dari Prancis, Lockheed Martin F-35 dari Amerika Serikat, dan Sukhoi Su-57 dari Rusia, mengacu pada program modernisasi penuh pesawat tempur hingga tahun 2040.

Berbeda dengan pemberitaan tersebut, Kepala Angkatan Udara Diraja Malaysia Jenderal Datuk Seri Muhammad Norazlan Aris baru-baru ini menyatakan bahwa proposal tersebut masih dalam peninjauan dan bahwa tim teknis diharapkan akan mengunjungi Kuwait pada bulan September untuk penilaian akhir.

Malaysia telah mengoperasikan delapan F/A-18D Hornet yang dibeli dari Amerika Serikat sejak tahun 1990-an. Pesawat tersebut menjadi komponen inti kemampuan tempur Angkatan Udara Malaysia (RMAF/TUDM).

Potensi pembelian F/A-18C dan D Kuwait akan memperluas armada Hornet Malaysia dan meningkatkan kesamaan armada.

Hornet Kuwait, banyak di antaranya telah menjalani peningkatan di pertengahan masa pakainya, menawarkan alternatif yang relatif murah bagi Malaysia untuk meningkatkan kekuatan tempur udaranya.

Namun, seperti yang ditekankan Jenderal Norazlan Aris, biaya operasional, tingkat kesiapan, dan dukungan logistik di masa mendatang akan menjadi faktor kunci dalam menentukan apakah akuisisi ini akan dilanjutkan.

Tinjauan Angkatan Udara Kerajaan Malaysia muncul di tengah tren regional yang lebih luas, dengan beberapa negara Asia Tenggara mengevaluasi pesawat bekas Barat untuk meningkatkan armada yang menua.

Pemerintah Malaysia belum mengungkapkan jadwal pengambilan keputusan akhir mengenai akuisisi ini.

Namun, pernyataan Jenderal Norazlan menunjukkan bahwa Malaysia tetap berhati-hati dan metodis dalam menilai kondisi Hornet sebelum memutuskan untuk jadi membeli atau membatalkan komitmennya. (RNS)

One Reply to “Malaysia dikabarkan batal membeli F/A-18 Hornet bekas Angkatan Udara Kuwait dan akan beralih ke jet tempur generasi kelima, benarkah?”

  1. Beli pesawat keluaran baru ga boleh, beli pesawat baru edisi lama harga nya mahal, beli dari penjual di luar nato kena sangsi, nasib e negara2 seperti indo dan lain yg disetir barat, beli mahal2 percuma kalo pas waktu di butuh kan mesti minta ijin dulu sama pabrik nya dan kalo pas perang, ga bisa dimaksimalkan kemampuan nya, cuma jadi sasaran tembak🤣🤣, nasib negara konoha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *