AIRSPACE REVIEW – Pemerintahan Trump telah mengeluarkan peringatan keras tentang risiko memajukan dua program pesawat tempur generasi keenam sekaligus, yakni F/A-XX untuk Angkatan Laut AS (US Navy) dan F-47 Angkatan Udara AS (USAF) secara bersamaan.
Dalam pernyataan kebijakan yang dirilis pada 15 Juli saat debat anggaran kongres, Gedung Putih menekankan bahwa rencana pertahanan untuk tahun fiskal 2026 akan sepenuhnya difokuskan pada F-47 sebagai prioritas utama.
Menurut dokumen tersebut, pemberian kontrak F/A-XX dengan ketentuan saat ini dapat menyebabkan penundaan jadwal F-47.
Keputusan ini memicu kembali perdebatan strategis di balik layar di Pentagon mengenai sejauh mana basis industri pertahanan AS mampu menjalankan dua program yang begitu kompleks dan menuntut secara teknologi secara bersamaan.
Sebagai pemenang program NGAD (Next Generation Air Dominance), F-47 diberitakan telah menerbangkan prototipenya setidaknya sejak 2019 dan menjanjikan akan melampaui jangkauan dan kemampuan siluman F-22 Raptor.
Pesawat juga dirancang untuk dapat beroperasi dengan drone tempur berjaringan maupun loyal wingman.
F-47 akan dilengkapi dengan mesin siklus adaptif baru, meskipun sistem ini mengalami penundaan dan mungkin belum siap sebelum 2030.
Dengan rancangan yang mutakhir dan canggih, diperkirakan harga per unit F-47 mencapai lebih dari 300 juta USD.
Sementara F/A-XX dirancang untuk menggantikan pesawat tempur F/A-18E/F Super Hornet US Navy dan akan menjadi komponen berawak utama dari sayap udara kapal induk masa depan.
F/A-XX dirancang untuk beroperasi bersama dengan pesawat tanpa awak seperti MQ-25 Stingray.
Departemen Angkatan Laut telah meminta 1,4 miliar USD untuk Program F/A-XX dan memasukkannya ke dalam “Daftar Prioritas yang Tidak Didanai”. Hal ini menyoroti kekhawatiran tentang risiko kesenjangan operasional dalam penerbangan kapal induk armada.
Menteri Angkatan Laut John Phelan telah mengusulkan penghentian sementara pengembangan F/A-XX pada bulan Juni. Ia menganjurkan analisis yang lebih mendalam terhadap kapasitas produksi industri pertahanan.
Namun, para eksekutif di perusahaan seperti Boeing yang akan membuat F-47, membantah klaim pemerintah.
Steve Parker, CEO Boeing Defense and Space, menyatakan bahwa industri dan produsen mesin memiliki kapasitas penuh untuk mendukung kedua program tersebut.
Perselisihan antara kedua proyek ini mulai bernuansa politis di Kongres. Para anggota parlemen telah mengajukan amandemen yang bertujuan untuk meningkatkan anggaran F/A-XX, dengan tujuan memastikan US Navy tidak tertinggal dalam persaingan teknologi melawan China yang sedang mengembangkan pesawat siluman generasi mendatang seperti J-36.
Para analis memperingatkan bahwa penundaan F/A-XX dapat membahayakan kemampuan proyeksi udara berbasis kapal induk AS selama 15 tahun ke depan, tepat ketika keseimbangan strategis di Indo-Pasifik menjadi lebih rapuh. (RNS)

