AIRSPACE REVIEW – Pengembangan mesin untuk jet tempur F-47 untuk Angkatan Udara AS (USAF) yang digagas oleh Presiden Donald Trump, dipastikan mengalami penundaan lebih dari dua tahun dan baru akan tersedia setelah tahun 2030.
Saat ini Program Propulsi Adaptif Generasi Berikutnya (NGAP) sedang merancang mesin baru yang dapat menggerakkan pesawat generasi berikutnya, seperti F-47.
USAF mengatakan hal tersebut menjawab pertanyaan Breaking Defense kemarin.
Di bawah program NGAP, produsen mesin GE Aerospace dan anak perusahaan RTX, Pratt & Whitney, saat ini sedang membuat desain mesin yang saling bersaing.
Dokumen anggaran tahun fiskal 2025 menunjukkan pekerjaan tersebut diperkirakan akan selesai pada kuartal keempat tahun fiskal 2027.
Namun, dalam dokumen tahun fiskal 2026 yang dirilis oleh pemerintahan Trump pada bulan Juni, jadwal tersebut telah bergeser lebih dari dua tahun ke kuartal kedua tahun fiskal 2030.
Ketika ditanya tentang penundaan tersebut, seorang juru bicara USAF mengatakan bahwa jadwal yang diperbarui dalam dokumen anggaran mencerminkan tantangan rantai pasokan yang dihadapi oleh program tersebut.
Menyusul kontrak NGAP yang dikeluarkan oleh USAF senilai 3,5 miliar USD untuk setiap vendor, baik GE maupun Pratt pada Februari lalu mengumumkan bahwa mereka telah menyelesaikan tinjauan desain terperinci dan dapat mulai membuat prototipe mesin mereka.
Teknologi mesin “adaptif” yang mendasari program NGAP menandai lompatan dalam propulsi militer, kata pejabat USAF.
Sebab, teknologi ini dapat mengubah karakteristik mesin jet saat terbang yang memungkinkan fitur-fitur seperti daya jelajah yang lebih hemat bahan bakar atau peningkatan daya dorong.
USAF sebelumnya menyatakan bahwa NGAP dirancang untuk platform agnostik, yang berarti arsitektur mesinnya dapat memenuhi berbagai kebutuhan propulsi.
Program ini awalnya direncanakan untuk pesawat tempur Next Generation Air Dominance (NGAD) USAF, yang kini dikenal dengan sebagai F-47.
Mengingat tenggat waktu yang ketat berdasarkan permintaan Pentagon agar F-47 dapat diterbangkan sebelum akhir masa jabatan Presiden Donald Trump, hal ini menjadi tantangan tersendiri.
Secara teori, mesin generasi berikutnya kemungkinan besar memang tidak akan tersedia untuk pesawat tempur tersebut dalam waktu dekat. (RNS)

