AIRSPACE REVIEW – Pemerintah Inggris mengonfirmasi pembelian 12 jet tempur F-35A Lightning II buatan Amerika Serikat (AS) dan secara resmi mengumumkan keputusannya untuk bergabung dengan misi berbagi nuklir Dual Capable Aircraft (DCA) NATO.
Pengadaan ini merupakan penguatan paling substansial dari postur nuklir Inggris sejak berakhirnya Perang Dingin sekaligus memperkenalkan kembali peran serangan nuklir lewat udara untuk Angkatan Udara Inggris (RAF).
Kemampuan serangan nuklir lewat udara RAF sebelumnya telah berakhir sejak dipensiunkannya bom gravitasi WE.177 dari layanan pada tahun 1998.
F-35A RAF akan membawa bom termonuklir B61-12 yang dikendalikan AS. Bom tersebut tidak ditransfer langsung ke Inggris tetapi tetap berada di bawah komando AS sesuai dengan Perjanjian Non-Proliferasi (NPT).
Nantinya, jet F-35A tersebut akan dioperasikan RAF yang bermarkas di Marham, Norfolk. Pangkalan ini tempat infrastruktur dan gudang penyimpanan senjata dan akan ditingkatkan untuk penempatan bom gravitasi termonuklir B61-12 milik AS tersebut.
Mengenai B61-12 adalah bom gravitasi termonuklir varian terbaru dalam seri B61 buatan AS, yang telah beroperasi sejak akhir 1960-an.
Bom nuklir B61-12 memiliki empat hasil ledakan yang dapat dipilih: 0,3, 1,5, 10, dan 50 kiloton.
Bom ini memiliki kit ekor berpemandu dan sistem navigasi inersia (INS) yang lebih akurat dan mengurangi kemungkinan kesalahan melingkar (CEP) lebih kecil dibandingkan dengan varian lama.
Desainnya mendukung penyebaran dalam berbagai mode, termasuk jatuh bebas, meledak di udara, dan meledak di tanah.
Integrasi operasional F-35A dengan kualifikasi nuklir ke dalam skuadron RAF memerlukan pelatihan baru, prosedur komando dan kontrol, dan protokol keamanan khusus nuklir.
Kualifikasi pilot, penanganan darat pesawat bersertifikat nuklir, prosedur akses brankas penyimpanan, dan kepatuhan terhadap standar sertifikasi nuklir NATO semuanya perlu ditangani sebelum pesawat dapat memasuki rotasi dalam misi DCA NATO. (RBS)

