AIRSPACE REVIEW – Serangan rudal-rudal balistik Iran yang bertubi-tubi terhadap Israel telah membuka mata dunia bahwa Israel tak sehebat yang digembar-gemborkan. Walau sekitar 80-90 persen serangan rudal Iran diklaim dapat ditangkis, tapi seberapa lama Tel Aviv mampu bertahan?
Di sisi yang lain, jet-jet tempur Israel berpesta pora di langit Iran karena dengan leluasa berhasil menghancurkan situs-situs militer penting Iran, termasuk peluncur-peluncur rudal, fasilitas militer, bahkan juga instalasi sipil.
Angkatan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim telah melumpuhkan lebih dari 120 sistem pertahanan udara Iran melalui campuran serangan udara dan pesawat tak berawak dalam empat hari pertama perang.
Dengan serangan udara yang tidak dapat dicegah itu, korban jiwa di pihak Iran pun jauh lebih banyak dibanding korban jiwa di pihak Israel. Lebih dari sepuluh kali lipat korban jiwa di Israel, yaitu lebih 600 orang hingga hari ketujuh peperangan.
Perang Israel dengan Iran mengandalkan media udara. Kedua negara berupaya untuk saling memenangkan pertempuran dengan persenjataan andalan masing-masing.
Sementara untuk pertempuran darat, dapat dikatakan “hampir mustahil” terjadi karena posisi kedua negara yang terpisahkan oleh negara-negara lain di sekitarnya yang tidak mau terseret dalam konflik.
Penyerangan lewat udara bersifat cepat, menimbulkan kerusakan yang masif, dan sulit ditangkis kecuali memiliki sistem penangkal yang sesuai dan dalam jumlah yang memadai pula.
Serangan udara Israel di Gaza telah membuktikan bahwa kerusakan infrastruktur yang dialami Palestina, khususnya di Gaza sangat dahsyat. Gedung-gedungdan rumah rata dengan tanah sehingga warga kehilangan tempat tinggalnya.
Korban jiwa di pihak Palestina akibat serangan udara Israel telah mencapai lebih dari 55.000 orang, dan lebih dari 130.000 orang lainnya mengalami luka-luka, baik berat maupun ringan.
Hampir setiap hari jet-jet tempur Israel dengan leluasa melakukan pengeboman terhadap sasaran-saran di Gaza dalam dua tahun terakhir tanpa bisa dibendung, karena Hamas tidak punya sistem pertahanan udara yang memadai.
Akibat serangan yang terus menerus tersebut dan menimbulkan korban jiwa yang besar di pihak sipil, menyebabkan Israel kini terseret dalam kasus genosida sehingga membuat beberapa negara sekutu mulai menjauhi Tel Aviv.
Serangan udara Israel terhadap Iran, khususnya ke Teheran dan lokasi-lokasi vital lainnya, menimbulkan tekanan ekstrem terhadap Negeri Para Mullah itu. Israel berekspekstasi dapat melumpuhkan Iran dengan cepat dan pada akhirnya menyerah.
Namun, hal yang luput dari perhitungan Israel adalah serangan rudal balistik Iran secara masif, di luar kemampuan maksimal sistem pertahanan udara Israel untuk mencegahnya.
Iran disebut memiliki persediaan sekitar 2.000 rudal balistik yang siap diluncurkan terhadap negara musuh.
Mencegat rudal balistik Iran pada akhirnya menguras stok rudal antirudal Israel. Sistem pertahanan udara terbaru Israel, Arrow 3, yang dapat melumpuhkan rudal yang masuk di luar atmosfer Bumi, misalnya, dipertanyakan berapa lama dapat digunakan bila strok rudalnya menipis.
Wall Street Journal mengutip seorang pejabat AS anonim melaporkan bahwa Israel hampir kehabisan stok rudal. Tingkat stok dirahasiakan dan Israel sangat menyadari ancaman rudal balistik Iran.
Israel tidak mungkin memilih untuk menyerang Iran tanpa tersedianya pencegat untuk menangkis serangan Iran. Namun faktanya, jumlah serangan rudal yang diluncurkan oleh Iran melebihi perkiraan Tel Aviv.
Keberhasilan Israel menewaskan 21 dari 22 tokoh militer senior dalam 24 jam pertama, dan 10 dari 12 ilmuwan nuklir Iran, menunjukkan kemampuan intelijen dan milier Israel yang secara presisi dapat melumpuhkan target-targetnya.
Akan tetapi, perang masih terus berlangsung dan Israel masih menghadapi serangan balik Iran yang dahsyat.
Bahkan jika persediaan rudal Israel telah habis dalam satu atau dua minggu ke depan, sesuai perkiraan intelijen AS, maka Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu hanya menunggu waktu untuk melihat negaranya porak-poranda seperti Gaza yang telah ia hancurkan.
Dalam kondisi seperti itu, hanya kekuatan Amerika Serikat dan sekutu lainnya yang dapat menyelamatkan Israel dari kekalahan.
Iran bukan tanpa risiko bila Amerika Serikat pada akhirnya memutuskan untuk melakukan serangan terhadap Teheran menggantikan Israel atau bersama-sama dengan sisa kekuatan Tel Aviv.
Keputusan bagi AS untuk terlibat dalam Perang Israel-Iran, baru akan ditentukan oleh Presiden Donald Trump dalam dua minggu ke depan.
Meski demikian, sistem-sistem persenjataan mutakhir Iran, termasuk jet-jet tempur siluman F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, tiga puluh tanker KC-135 dan KC-46A, kapal induk, kapal perusak, dan armada tempur canggih lainnya telah dikirim oleh AS ke Timur Tengah.
Iran tidak mengenal rasa takut. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bahkan telah mendeklarasikan perang dengan Israel dan juga mengancam akan menyerang pangkalan-pangkalan militer AS di Timur Tengah dengan rudal-rudal balistik bila Washington masuk dan terlibat.
Negara-negara di dunia mulai khawatir Perang Israel-Iran akan meluas yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya Perang Dunia Ketiga.
Bagaimana pun, negara-negara yang masih waras pasti akan berupaya secara persuasif untuk menghentikan Perang Israel-Iran dan mengusulkan perundingan damai sebagai solusi terbaik. (RNS)