AIRSPACE REVIEW – Perusahaan rintisan dirgantara asal Australia, Drone Forge, membeli enam sistem pesawat nirawak (UAS) Flexrotor buatan Airbus Helicopters.
Pemesanan enam sistem yang terdiri dari 17 unit pesawat ini menjadi yang terbesar sejauh ini untuk Flexrotor.
Sistem Flexrotor akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan misi di kawasan Asia-Pasifik. Yaitu mencakup pengawasan wilayah pesisir dan misi di dataran tinggi, hingga pemantauan infrastruktur, serta pengawasan maritim.
Setiap pesawat nirawak akan dilengkapi dengan mesin berbahan bakar berat yang dioptimalkan untuk operasi maritim. Tujuannya guna meningkatkan keselamatan, ketersediaan bahan bakar, serta interoperabilitas dengan aset angkatan laut, tulis Airbus dalam rilisnya.
Sistem ini juga akan dilengkapi dengan konektivitas Starlink yang memungkinkan operasi di luar garis pandang (beyond-line-of-sight) serta kesadaran situasional secara waktu nyata.
Selain itu, Flexrotor akan dilengkapi dengan teknologi pencitraan PT-6 (imaging technology). Teknologi ini menyediakan kemampuan intelijen, pengawasan, dan pengintaian beresolusi tinggi yang stabil untuk pemantauan wilayah maritim yang luas secara efisien.
Flexrotor merupakan produk terbaru UAS dari Airbus. Ini adalah pesawat nirawak modern dengan kemampuan lepas landas dan pendaratan vertikal (Vertical Takeoff and Landing/VTOL).
Pesawat tanpa awak ini memiliki berat lepas landas maksimum 25 kg dan dirancang untuk misi intelijen, pengawasan, akuisisi target, dan pengintaian dengan durasi penerbangan lebih dari 12-14 jam dalam konfigurasi operasional standar.
Flexrotor dapat mengintegrasikan berbagai jenis “kepala”, termasuk sistem penginderaan elektro-optik dan sensor canggih, sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Dengan kemampuan untuk lepas landas dan pendaratan secara otonom, Flexrotor disebut sangat ideal untuk misi ekspedisi yang memiliki ruang operasional terbatas, baik dari darat maupun laut.
Flexrotor hanya memerlukan area seluas 3,7 x 3,7 meter untuk lepas landas dan pendaratannya. (RNS)

