Perang Iran-Israel, adu cepat melumpuhkan fasilitas militer

Iran serang Israel dengan rudal balistik_2Istimewa

AIRSPACE REVIEW – Salah satu faktor menyerahnya suatu negara dalam suatu pertempuran adalah ketika negara tersebut sudah tidak punya lagi amunisi yang dapat digunakan untuk menyerang lawan atau paling tidak untuk bertahan.

Dalam kondisi seperti itu, musuh dapat dengan leluasa memborbardir negara yang menjadi target serangannya hingga luluh lantak dan akhirnya menyerah.

Bantuan dari negara sekutu sangat dibutuhkan bila negara yang diserang ingin mempertahankan kedaulatannya.

Tanpa senjata atau bantuan kekuatan yang seimbang dari negara lain, sulit untuk mempertahankan diri dari gempuran musuh secara terus-menerus.

Perang intensitas tinggi antara Iran dan Israel yang dimulai sejak 13 Juni, menunjukkan bagaimana kedua negara berupaya untuk saling melemahkan satu sama lain melalui pengeboman menggunakan rudal-rudal jarak jauh atau serangan menggunakan drone dari jarak yang lebih dekat.

Israel selangkah lebih maju ketika berhasil menyusupkan agen-agen intelijen Mossad-nya ke dalam negara Iran dan melakukan serangan dari dalam menggunakan drone terhadap fasilitas-fasilitas vital Iran, khususnya fasilitas nuklir dan fasilitas militer.

Dari sisi kekuatan udara (air power), Israel lebih unggul karena ditopang oleh ratusan jet tempur canggih dengan pilot-pilot yang sudah terlatih dan berpengalaman dalam pertempuran nyata sebelumnya.

Jet-jet tempur Angkatan Udara Israel (IAF) merupakan pesawat tempur canggih generasi 4,5 plus seperti F-16I Sufa dan F-15I Ra’am, serta jet tempur generasi kelima F-35 Adir yang berkarakeristik siluman sehingga sulit dideteksi radar.

Pesawat-pesawat tersebut dapat membawa beragam munisi presisi dengan hulu ledak yang besar guna menghancurkan pusat-pusat komando militer, situs-situs rudal Iran, hingga pabrik-pabrik senjata serta fasilitas nuklir Iran — selain serangan terhadap warga sipil.

Dalam serangan pembukanya terhadap Iran, Israel mengerahkan sedikitnya 50 unit jet tempur dan kemudian meningkat lagi hingga 200 unit.

Pengerahan armada penyerang dari langit secara besar-besaran tersebut menyulitkan Iran untuk menghalaunya. Terlebih karena kekuatan militer Iran sesungguhnya lebih bertumpu pada rudal-rudal balistik yang fungsinya untuk menghancurkan sasaran di darat dari jarak jauh.

IAF juga mengerahkan pesawat tanker dalam jumlah yang banyak untuk mendukung operasi penyerangan bersandi “Singa Bangkit” terhadap Teheran tersebut.

Sedikitnya tujuh pesawat tanker Boeing 707 dikerahkan Iran untuk menyuplai bahan bakar di udara (air-to-air refueling/AAR) terhadap jet-jet tempur yang dikerahkan.

Sementara Angkatan Udara Iran (IRIAF) terbilang lemah karena tidak didukung oleh jet-jet tempur modern. Iran bahkan masih mempertahankan jet tempur lama F-14 Tomcat buatan AS yang dua dekade lalu pesawat ini telah dipensiunkan oleh AS.

Pesawat tempur lainnya pun terbilang tua yaitu buatan tahun 1970-an, seperti F-5 Tiger II, MiG-29, Mirage F1, dan Chengdu F-7. Sangat sulit bagi Iran untuk mengimbangi datangnya puluhan bahkan ratusan jet tempur modern Israel dalam hal ini.

Satu-satunya pesawat tempur modern yang diberitakan telah dibeli oleh Iran adalah Su-35 dari Rusia. Namun, pesawat ini belum pernah secara nyata diperlihatkan oleh Iran, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah sesungguhnya Iran telah menerima jet tempur Su-35 atau belum.

Kalaupun sudah menerima pesawat tersebut, pilot-pilot Iran masih membutuhkan jam terbang yang cukup untuk menguasai Su-35 dan menggunakannya dalam pertempuran. Dari sisi kuantitas dan kualitas pesawat, jelas Israel lebih diunggulkan untuk mengalahkan Iran.

IRIAF juga hanya memiliki satu pesawat tanker Boeing 707. Sayanya, pesawat ini pun telah lebih dulu dihancurkan oleh Israel dalam serangan beberapa hari lalu.

Tidak mengherankan apabila Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa ruang udara Iran telah dikuasai oleh Israel dan ia mendesak Iran untuk segera menyerah tanpa syarat.

Bila dari sisi air power Iran kalah jauh dari Israel, tidak demikian dengan persenjataan rudal-rudal balistiknya. Iran memang lebih bertumpu pada pengembangan rudal balistik untuk menghancurkan negara-negara yang menjadi musuhnya.

Iran juga mengembangkan drone-drone kamikaze, yang keampuhannya telah dibuktikan langsung oleh Rusia di medan perang Ukraina.

Selain menyerang fasilitas pengayaan nuklir, Israel utamanya menarget fasilitas-fasilitas militer Iran agar Teheran tidak dapat melakukan serangan balasan. Israel berhasil melakukan serangan yang menewaskan pemimpin-pemimpin senior militer Iran — dan juga ahli-ahli nuklir Iran.

Tujuan serangan tersebut jelas, yakni melumpuhkan organ-organ vital militer Iran agar dengan cepat dapat dilumpuhkan.

Namun begitu, tampaknya tidak mudah bagi Israel untuk membuat Iran bertekuk lutuh. Iran bahkan melancarkan serangan-serangan rudal balistik dan drone kamikaze yang masif terhadap kota-kota penting di Israel seperti Tel Aviv dan Haifa.

Hingga hari keenam peperangan, diberitakan Teheran telah meluncurkan lebih lebih 400 rudal balistik dan lebih dari 1.000 drone terhadap Israel.

Serangan masif Iran tersebut membuat sistem pertahanan udara Iran yang terdiri dari Iron Dome, David Sling, Patriot, dan THAAD kewalahan menangkalnya.

Meski Iran mengklaim berhasil mencegat lebih 80 persen rudal Iran, toh sebagian lagi tetap lolos dan menimbulkan kerusakan besar di pihak Israel.

Bangunan-bangunan di Israel, khususnya di Tel Aviv dah Haifa, mengalami kerusakan parah dan juga menimbulkan korban jiwa.

Dari sisi korban, serangan Israel terhadap Iran lebih menimbulkan kerugian yang besar di mana korban jiwa di pihak Iran 10 kali lebih banyak dibanding korban jiwa di pihak Israel.

Dengan serangan rudal yang masif, Angkatan Pertahanan Israel (IDF) mengalami kekurangan stok rudal antiserangan udara. Intelijen AS memperkirakan, Israel hanya mampu melakukan perlawanan terhadap serangan rudal Iran dalam 10-12 hari ke depan saja dan Israel akan mengalami kerugian yang lebih besar lagi.

Situasi kritis tersebut pada akhirnya akan menarik Amerika Serikat untuk terlibat membantu sekutu kesayangannya. AS telah mengerahkan kapal induk, kapal perusak, jet-jet tempur siluman, pesawat tanker, serta pesawat kontrol dan kendali udara ke Timur Tengah.

AS juga telah menyiagakan pesawat-pesawat pengbom strategisnya, terdiri dari pembom B-2 Spirit, B-52H Stratofortress, dan B-1B Lancer untuk dikerahkan membantu Israel.

Bila Israel berhasil melumpuhkan fasilitas-fasilitas militer Iran, khususnya situs-situs rudal balistik Iran, tentu Iran akan kesulitan untuk melakukan serangan balasan terhadap Israel.

Bila tidak, Iran akan semakin mengintensifkan serangan rudalnya terhadap Israel, di mana saat ini serangan tidak hanya dilakukan pada malam hari, namun juga pada siang hari.

Iran diberitakan meluncurkan rudal lama terlebih dahulu untuk memancing sistem pertahanan udara Israel agar stok rudalnya terkuras.

Saat stok rudal Israel semakin menipis, Iran akan melakukan serangan rudal yang lebih masif lagi untuk membuat musuh bebuyutannya tersebut tidak lagi bisa bernapas.

Dalam kondisi seperti itu, Amerika Serikat dipastikan tidak akan tinggal diam karena tidak mau Israel hancur.

Namun, Iran pun juga tidak akan tinggal diam. Teheran bahkan telah menyatakan akan melakukan serangan rudal balistik terhadap pangkalan-pangkalan AS di Timur Tengah bila AS ikut campur atau terlibat lebih jauh dalam perang ini.

Dalam perang, melumpuhkan fasilitas militer musuh menjadi objektif yang utama untuk memenangkan pertempuran. (RNS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *