Putin menelepon Trump memberitahu akan melakukan serangan pembalasan terhadap Ukraina, Zelensky mengusulkan gencatan senjata 30 hari

Putin telp Trump akan lakukan serangan balasan ke UkrainaIstimewa

AIRSPACE REVIEW – Presiden Rusia Vladimir Putin telah menelepon Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu pagi dan mengatakan akan melakukan serangan pembalasan terhadap Ukraina.

Seperti diketahui, pada Minggu pagi sebelumnya, Ukraina sukses melakukan serangan besar-besaran menggunakan drone FPV yang dipersenjatai ke empat pangkalan pesawat pengebom Rusia di dakan wilayah negara Rusia.

Serangan drone tersebut, menurut klaim Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, telah menghancurkan 40 pesawat pengebom berat Rusia, atau melenyapkan 34 persen dari kekuatan armada pengebom strategis Rusia.

Zelensky secara khusus menyampaikan apresiasi dan kebanggaanya terhadap Dinas Keamanan Ukraina (SBU) yang melakukan misi khusus bersandi Operasi Jaring Laba-laba tersebut.

Lebih lanjut dikatakan, serangan drone terhadap Rusia tersebut telah dipersiapkan satu setengah tahun sebelumnya dan melibatkan 117 drone FPV yang diselundupkan menggunakan kabin kayu yang diangkut truk masuk ke Rusia.

Dalam panggilan telepon terhadap dirinya, Trump mengatakan bahwa Putin menegaskan Moskow berkewajiban untuk menanggapi serangan pesawat nirawak Ukraina pada akhir pekan lalu.

Hal itu, lanjut Trump, berpotensi meningkatkan eskalasi konflik kedua negara di saat ia berharap untuk menengahi berakhirnya perang Rusia-Ukraina tersebut.

Percakapan telepon antara Putin dan Trump adalah pembicaraan kedua mereka dalam beberapa minggu ini.

Trump melalui akun di media sosial miliknya, Truth Social, tidak menyebutkan apakah ia memberikan saran kepada Putin untuk menyetujui gencatan senjata atau tidak.

Namun, Trump mengakui bahwa percakapan telepon selama 75 menit dengan Putin itu tidak akan menghasilkan akhir langsung bagi perang di Ukraina.

“Kami membahas serangan Ukraina terhadap pesawat Rusia yang sedang diparkir, dan juga berbagai serangan lain yang telah terjadi oleh kedua belah pihak,” tulis Trump di Truth Social.

“Itu adalah percakapan yang bagus, tetapi bukan percakapan yang akan mengarah pada Perdamaian langsung.”

“Presiden Putin memang mengatakan, dan dengan sangat tegas, bahwa ia harus menanggapi serangan baru-baru ini terhadap lapangan udara,” lanjut Trump.

Menanggapi panggilan telepon Putin terhadap Trump, ajudan Kremlin Yury Ushakov mengatakan topik serangan Ukraina terhadap lapangan udara juga disinggung. Tetapi Ushakov tidak mengatakan apakah Putin mengatakan ia akan menanggapi serangan tersebut.

Uraian Trump yang apa adanya tentang isi percakapan telepon dengan Putin tidak memberikan banyak bukti kemajuan dalam upayanya untuk mengakhiri perang.

Anggota Parlemen Ukraina Oleksandr Merezhko mengatakan kepada Jim Sciutto dari CNN bahwa ia khawatir Trump diam-diam menyetujui pembalasan Rusia.

“Presiden Trump tidak mengatakan sesuatu seperti misalnya, ‘Vladimir, hentikan.’ Dan itu sangat mengkhawatirkan karena mungkin terlihat seperti ia memberi lampu hijau untuk kejahatan baru yang coba dilakukan Putin,” kata Merezhko.

Di tempat berbeda, pejabat Rusia dan Ukraina bertemu awal minggu ini di Istanbul atas gagasan Amerika untuk pembicaraan langsung guna mengakhiri perang kedua negara.

Akan tetapi, kedua belah pihak muncul tanpa beranjak dari posisi mereka, yang artinya sulit untuk mencapai kesepakatan.

Panggilan telepon Trump-Putin dilakukan pada hari yang sama saat Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu di Washington dengan Andriy Yermak, Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina, untuk membahas sikap AS di tengah perang yang sedang berlangsung.

Yermak mengunggah di media sosial setelah bertemu dengan Rubio bahwa mereka membahas kebutuhan mendesak untuk memperkuat dukungan bagi pertahanan udara Ukraina.

Ia tidak menanggapi pertanyaan CNN tentang apakah komentar Trump melemahkan upaya perdamaian, sebaliknya menyatakan penghargaan atas komitmen Trump untuk mengakhiri perang.

Putin menolak usulan gencatan senjata 30 hari

Sementara itu, surat kabar The Kyiv Independent memberitakan, Putin secara de facto telah menolak gagasan gencatan senjata penuh di Ukraina. Presiden Rusia beralasan bahwa setiap jeda dalam pertempuran (gencatan senjata) akan memungkinkan Ukraina untuk mengumpulkan persenjataan baru dari Barat.

Ukraina telah menyerukan gencatan senjata 30 hari segera dan tanpa syarat, dengan mengajukan proposal terbarunya dalam pembicaraan damai di Istanbul pada tanggal 2 Juni.

“Mengapa memberi mereka imbalan dengan memberi mereka waktu istirahat dari pertempuran. Itu akan digunakan untuk memompa rezim dengan senjata Barat, guna melanjutkan mobilisasi paksa mereka dan untuk mempersiapkan berbagai serangan teroris,” kata Putin dalam pertemuan para pejabat tinggi Rusia yang disiarkan televisi Rusia.

Sebaliknya, selama perundingan di Istanbul, Rusia mengusulkan gencatan senjata sementara selama dua hingga tiga hari saja di area tertentu di garis depan. Hal ini dapat digunakan untuk pengambilan jenazah para tentara yang gugur.

Namun usulan Rusia tersebut ditanggapi Zelensky dengan kritikan.

“Mereka tidak melihat gencatan senjata seperti itu saat ini,” kata Zelensky tentang usulan Rusia.

“Seperti yang mereka katakan mengenai gencatan senjata, mereka siap untuk gencatan senjata selama 2–3 hari untuk mengambil jenazah dari medan perang. Saya pikir mereka idiot, karena pada dasarnya gencatan senjata dimaksudkan agar tidak ada yang tewas.”

Putin mengatakan posisi Ukraina tidak mengejutkan Rusia. Ia menambahkan bahwa kekuasaan untuk (Kyiv), tampaknya, lebih penting daripada perdamaian dan daripada kehidupan warga Ukraina.

Selama rapat kabinet Rusia, Putin tidak pernah menyebutkan serangan pesawat nirawak Ukraina baru-baru ini yang menghancurkan puluhan pesawat pengebom strategis Rusia.

Padahal, serangan itu merupakan salah satu pukulan paling signifikan bagi infrastruktur militer Rusia sejak dimulainya perang skala penuh dengan Ukraina pada Februari 2022.

Sejumlah kalangan menyebut serangan Minggu pagi Ukraina itu seperti serangan Jepang terhadap Pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbor pada Desember 1941. (RNS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *