AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Delegasi konsorsium Eropa pembuat jet tempur Typhoon, Eurofighter, pada April 2015 datang ke Jakarta untuk menawarkan berbagai bentuk kerja sama dan kemudahan kepada Indonesia.
Satu unit model skala penuh (mock-up) Typhoon Angkatan Udara Jerman juga diboyong ke PT Dirgantara Indonesia (PTDI) di Bandung untuk dipamerkan kepada para undangan selama tiga pekan. Sejumlah jurnalis diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat wujud dan teknologi Typhoon dan merasakan duduk di kokpitnya yang modern.
Sehari sebelum perjalanan ke Bandung, Tim Eurofighter menyelenggarakan sesi “MasterClass Fighter Jet” di Jakarta. Dalam paparan dan diskusi interaktif itu, Tim Eurofighter membeberkan berbagai keunggulan Typhoon dikomparasikan dengan jet tempur lainnya.
Pilot uji dan instruktur Typhoon, Paul Smith, saat itu menjelaskan tiga dari sejumlah keunggulan penting Typhoon sebagai jet tempur andalan. Ketiganya adalah kapasitas muat senjata modern yang banyak, manuverabilitas pesawat yang sangat tinggi, serta kemampuan super cruise. Ini belum termasuk sensornya yang kemudian mengalami peningkatan.
Kelincahan Typhoon di udara ditopang oleh kekuatan dorong mesin ganda bertenaga besar EJ200 sehingga menghasilkan thrust to weight ratio yang tinggi. Selain itu perbandingan bobot muat pesawat terhadap luasan sayap (wing loading) yang besar meningkatkan kelincahan pesawat.
Sementara kemampuan super cruise di mana pilot tak perlu lagi mengaktifkan afterburner untuk mempertahankan kecepatan supersonik dapat menambah ketahanan terbang (endurance) dan meminimalisir penggunaan bahan bakar.
Paul Smith yang telah mengumpulkan 3.300 jam terbang di pesawat tempur dan mendapatkan beberapa medali penghargaan dalam operasi udara di Irak tahun 2009, juga menerangkan strategi pertempuran udara menggunakan Typhoon dalam menaklukkan jet tempur musuh.
“Ini bukti dari salah satu kapabilitas Typhoon AU Jerman yang telah diberi gambar F-22 di badannya. Ya, Raptor killer,” ujarnya tersenyum simpul.
Disebutkan, tanda itu dibuat oleh AU Jerman usai mengikuti laithan tempur Red Flag Alaska pada Juni 2012.
Dikaitkan dengan berbagai ancaman dan luas wilayah Indonesia, Paul Smith menyebut Typhoon sebagai jet tempur paling pas untuk Indonesia.
“Typhoon terbaik di kelasnya. Saya penerbang Tornado dan Typhoon, pernah juga menerbangkan beberapa jet tempur Amerika dan negara lainnya. Typhoon menurut saya adalah yang paling pas guna menjaga wilayah udara dan maritim Indonesia,” kata Smith yang telah berkarier 23 tahun di AU Inggris dan saat itu menjabat seabgai Manajer Kapabilitas Eurofighter di Munich, Jerman.
“Typhoon menawarkan dominasi udara, pengamanan maritim, dan kemampuan swing-role,” tambahnya.
Perakitan penuh di Bandung
Dari sisi kerja sama dan transfer teknologi, Eurofighter menawarkan perakitan penuh Typhoon kepada Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Kerja Sama Induistri dan Alih Teknologi Eurofighter saat itu, Martibn Elbourne.
Menurut Elbourne, PTDI dapat melakukan peraklitan penuh jet tempur Typhoon di Bandung seandainya Indonesia membeli pesawat tempur ini.
“Eurofughter memberikan keleluasan kepada Dirgantara Indonesia sebagai mitra kerja untuk melaksanakan peraktian penuh jet tempur Typhoon di Indonesia. Ini merupakan kompensasi dari Eurofighter bila Indonesia membeli Typhoon,” kata Elbourne.
Tidak hanya itu, Elbourne juga menyatakan bahwa Indonesia dapat membuat CFT (conformal fuel tank), yakni tangki bahan bakar tambahan di satas sayap yang menempel ke badan pesawat.
Dibandingkan dengan drop tank, kata Elbourne, CFT memiliki banyak kelebihan termasuk mengurangi hambatan udara lebih baik dan meningkatkan jarak jangkau pesawat.
“Dengan membuat CFT Indonesia dapat menjadi pemasok tunggal tangki tambahan ini untuk Typhoon di seluruh dunia,” ujarnya.
Indonesia dinilai cocok menggunakan Typhoon dengan tambahan CFT karena wilayah negara ini sangat luas. Setahun sebelumnya, model Typhoon menggunakan CFT pernah dipamerkan oleh PTDI pada pameran Indo Defence 2014 di Kemayoran, Jakarta.
Menurut Elbourne, pembuatan CFT dapat dilakukan oleh para insinyur Indonesia bekerja sama dengan Eurofighter.
“Kami datang ke sini tidak hanya menjual pesawat. Eurofighter mengutamakan visi jangka panjang dalam hubungan yang akan menguntungkan Indonesia dalam penyerapan teknologi, investasi infrastruktur, dan sumber daya manusia,” jelasnya.
Pilot Indonesia bisa menjadi pilot uji Typhoon
Diuraikan, Indonesia juga berhak melakukan uji integrasi sistem, uji terbang, dan uji lainnya.
“Bahkan, pilot Indonesia dapat dididik menjadi pilot uji Typhoon, mengapa tidak?” tandasnya.
Direktur Ekspor Eurofighter saat itu Joe Parker menambahkan, kerja sama Airbus denga PTDI sudah terjalin sejak lama. Hal ini dapat dilihat dari kemitraan yang sudah terlaksana, mulai dari NC212 (1976), CN235 (1983), CN295 (2011).
Baca Juga: CN295 SM, Pesawat Misi Khusus Produksi PTDI untuk Skadron Udara 2
Saat itu Tim Eurofighter berharap, kerja sama Eurofighter dan Indonesia dapat dimulai tahun 2018.
Di konsorsium Eurofighter, Airbus Group yang menaungi Airbus Defence and Space memiliki saham sebesar 46%. Sehingga, Airbus Group punya andil yang sangat besar dalam kerja sama ini.
Pesawat tempur combat proven
Dijelaskan pula, merupakan jet tempur yang telah banyak digunakan di dunia. Saat itu, Typhoon telah digunakan oleh tujuh negara dan diproduksi sebanyak 428 unit.
Di medan pertempuran, Typhoon juga sudah combat proven. Antara lain dalam perang di Libia (2011) dan di Yaman (2015).
Typhoon di seluruh dunia, kata Parker saat itu, telah membukukan 500.000 jam terbang. Pengoperasian mesin EJ200 hingga saat itu pun belum pernah mengalami kegagalan.
Di Pusat Perakitan Akhir Typhoon di Getafe, Spanyol, Eurofighter menyelesaikan pesanan Typhoon untuk Angkatan Udara Spanyol.
Parker meenawarkan tim enginering dan para teknisi dari Indonesia dapat ikut serta dalam penyelesaian pesanan terakhir jika Indonesia jadi membeli Typhoon.
“Setelah Indonesia mempelajari perakitan Typhoon, maka kami bisa merelokasi perakitan akhir jet ini ke Bandung,” lanjutnya.
Eurofighter memiliki empat lokasi yang dijadikan sebagai Pusat Perakitan Akhir Typhoon, yaitu di Spanyol, Jerman, Italia, dan Inggris.
Langkah memulai perakitan penuh Typhoon di PTDI diyakini oleh Tim Eurofighter dapat membantu Indonesia ke langkah berikutnya untuk membuat jet tempur sendiri.
Roni Sontani