AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Boeing akan memangkas rata-rata produksi pesawat 787 Dreamliner menjadi 10 unit per bulan dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini dilakukan karena menurunnya jumlah pesanan terhadap pesawat andalan pesaing Airbus A350 di kelas lorong ganda ini.
Saat ini, produksi rata-rata Boeing 787 Dreamliner mencapai 14 unit per bulan.
Penurunan angka produksi akan dimulai akhir tahun ini secara bertahap dimulai dengan 12 unit per bulan.
Diberitakan Reuters mengutip CEO perusahaan penyewaan pesawat Air Lease Corp (AL.N), John Plueger, pemesan terbanyak 787 Dreamliner berasal dari China.
Dikatakan Plueger, maskapai-maskapai besar dari Negeri Tirai Bambu merupakan pembeli terbanyak Dreamliner. Sayangnya, akhir-akhir ini pesanan itu tak lagi datang.
“Sehingga sulit dikatakan apabila produksi 12 unit per bulan pun bisa dipertahankan selepas 2020 nantinya tanpa adanya pembelian dari China,” ujar Plueger dalam konferensi Bank of Amerika, Kamis.
Boeing 787 Dreamliner terbang perdana pada 15 Desember 2009. Awalnya pesawat ini berkode 7E7 sebelum diganti menjadi 787 Dreamliner pada 2005.
Peluncuran (roll-out) 787 dilaksanakan pada 8 Juli 2007 di pabrik Boeing, Everett, Washington.
Boeing 787 dibuat untuk menggantikan peran Boeing 767. Pesawat dengan kapasitas 242 hingga 330 penumpang dalam dua konfigurasi kelas ini, merupakan pesawat jet komersial pertama yang menggunakan hampir seluruh rangkanya dari bahan material komposit.
787 Dreamliner digunakan pertama kali oleh All Nippin Airways (ANA) selaku launch customer pada 27 September 2011, yaitu untuk rute dari Tokyo Narita Airport ke Hong Kong International Airport.
Hingga saat ini sebanyak 918 Boeing 787 Dreamliner telah diserahkan Boeing kepada para pelanggannya.
Total pesanan untuk 787 Dreamliner yang masuk ke meja Boeing tercatat saat ini sebanyak 1.487 unit.
Roni Sontani