ANGKASAREVIEW.COM – China mengukuhkan dirinya menjadi negara ke-3 di dunia yang berhasil mengembangkan pesawat tanpa awak (drone) tenaga surya yang mampu terbang hingga ke lapisan langit mesosfer (near space).
Melansir xinhuanet.com, keberhasilan ini ditoreh usai drone CH-T4 (CaiHong yang berarti pelangi) melakukan penerbangan hingga ketinggian 20 km pada 24 Mei 2017 silam. Dalam uji terbangnya tersebut, CH-T4 mengarungi lapisan langit ketiga selama 15 jam sebelum kembali ke pangkalan di Bumi.
Sobat AR, CH-T4 dikembangkan oleh perusahaan spesialis pengembang drone China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC). Drone yang dijuluki Feiyun (awan terbang) ini berhasil mengikuti jejak drone Helios garapan NASA, Amerika serikat dan Zephyr buatan Qinetiq, Inggris.
Drone berbentuk sayap terbang ini dikembangkan untuk keperluan militer dan sipil sebagai quasi-satellite di mana CH-T4 mampu menggantikan beberapa fungsi satelit telekomunikasi dalam menyediakan layanan relai data.
Untuk layanan sipil, CH-T4 digunakan sebagai “hub Wi-Fi mobile udara”. Fungsinya menyediakan akses lebih mudah bagi penggunaan telepon seluler dan internet di pulau-pulau terpencil. Kehadiran CH-T4 mampu menghemat biaya konstruksi dan pemeliharaan besar dari sarana komunikasi tradisional.
CH-T4 juga mampu melakukan survei kehutanan, pertanian, peringatan dini, dan pemantauan bencana alam secara real-time.
Dalam situasi gempa, banjir, atau kebakaran hutan di mana telekomunikasi biasanya terputus, maka CH-T4 dapat memberikan layanan informasi tanpa gangguan.
Mengenai spesifikasinya, bentang sayap CH-T4 mencapai 45 meter yang permukaannya dilengkapi dengan panel surya. Meski berdimensi sangat lebar, bobotnya hanya berkisar 400-450 kg saja. Hal ini berkat pemanfaatan secara maksimal bahan seperti serat karbon dan plastik untuk membuat struktur rangkanya.
Sebagai tenaga penggerak, CH-T4 dilengkapi delapan motor tenaga listrik yang membutuhkan daya sekitar 2.000 Watt untuk memutar baling-balingnya. Kecepatan terbangnya di udara antara 150-200 km/jam. Saat beroperasi di malam hari, CH-T4 akan menarik daya dari baterai di tubuhnya untuk menggerakkan motornya.
Sobat AR, CH-T4 memanglah belum akan beroperasi dalam waktu dekat ini. Seperti diwartakan China Daily, para insinyur CASC masih membutuhkan waktu untuk menguji dan meningkatkan kemampuan CH-T4 sebelum dikirimkan kepada pengguna baik militer maupun sipil.
Namun, bila sudah terwujud terutama untuk peran militer, CH-T4 akan memiliki daya gentar yang tinggi. Kemampuan operasinya pada ketinggian 20-30 km di atas langit aman dari lalu lintas pesawat terbang dan relatif terhindar dari jangkauan rudal antipesawat berbasis darat.
Ditambah lagi dengan perlengkapan pengintaian dan peralatan komunikasi yang dibawanya, CH-T4 dapat digunakan untuk memantau pergerakan kapal induk lawan.
Yang lebih mengerikan lagi, CH-T4 dapat digunakan untuk memandu rudal antikapal berukuran gambot DF-21D guna menyasar kapal induk lawan secara akurat.
Rangga Baswara Sawiyya
editor: ron
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan udara dan antariksa Rusia, Almaz-Antey Aerospace Defense Concern, telah menandatangani…
AIRSPACE REVIEW - Akuisisi 20 unit jet tempur Eurofighter Typhoon oleh Turkiye, melalui kontrak senilai…
AIRSPACE REVIEW - BAE Systems telah menerima kontrak senilai 11 juta USD dari Korea Aerospace…
AIRSPACE REVIEW - Perusahaan pertahanan Uni Emirat Arab (UEA) EDGE Group dan EM&E Group dari…
AIRSPACE REVIEW - Estonia dikabarkan mengakuisisi enam peluncur roket multilaras (MLRS) K239 Chunmoo dari Korea…
AIRSPACE REVIEW - Textron Aviation Defense (TAD) pada 21 Desember 2025 mengumumkan telah menyelesaikan perjanjian…